25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:22 AM WIB

Syarat Administrasi Tak Terpenuhi, Jokowi Bisa Cabut Remisi Susrama

DENPASAR – Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29/2018 tentang pemberian remisi penjara seumur hidup menjadi pidana sementara (20 tahun) kepada 115 orang narapidana, salah satunya I Nyoman Susrama sebenarnya bisa dicabut.

Semua tergatung pada keberanian Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons aspirasi dan tuntutan publik.

“Salah satu alasan mendasar presiden bisa mencabut remisi karena tidak ada kewajiban pemerintah memberikan remisi pada terpidana seumur hidup,” ujar praktisi hukum I Wayan “Gendo” Suardana, kemarin (27/1).

Dijelaskan lebih jauh, sebagaimana dikatakan Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly bahwa napi bisa mengajukan remisi salah satu syaratnya yaitu sudah menjalani hukuman selama lima tahun berturut-turut.

Menurut Gendo, Menteri Yasona telah salah persepsi terhadap syarat administasi normatif tersebut.

Sebab, dalam UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan; PP Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; Keppres Nomor 174/1999 tentang Remisi,

dan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor M.01.PS.01.03 Tahun 2000, tidak satu pun aturan menyebut napi yang sudah menjalani hukuman lima tahun wajib mendapat remisi.

Uang ada adalah napi dapat atau bisa mengajukan remisi. “Jadi, yang perlu digaris bawahi adalah kata “dapat” atau “bisa”. Tidak ada satu kata pun yang menyebutkan napi wajib diberi remisi.

Yang namanya “dapat” atau “bisa” itu tergantung yang memberi remisi. Sifatnya relatif, bisa dapat bisa tidak,” beber advokat asal Ubud, Gianyar, itu.  

Gendo juga menkritik keras pernyataan Jokowi jika tidak tahu detail tentang pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis.

Jokowi menyebut masalah pemberian remisi teknisnya diatur Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly.

Alasan presiden tidak tahu detail teknis masih bisa dimaklumi. Namun, Jokowi harus sadar jika tanggungjawab hukum dan tanggungjawab gugatan hukum ada pada Presiden sebagai orang yang menandatangani Keppres.

Ketika ada pihak yang menggugat, maka yang digugat adalah Presiden, bukan Menkum dan HAM. Bukan semata-mata atas usulan Menteri Hukum dan HAM.

Yasona dinilai terlalu memudahkan pertimbangan hukum dan politik. “Kalau Presiden menyadari remisi terhadap Susrama pembunuh jurnalis muncul karena ada kesalahan

internal Kemmenkum dan HAM, maka itu tidak menjadi pembenar. Presiden tak bisa mengelak atau cuci tangan,” tegasnya. 

Apakah memungkinkan Keppres No 29/2018 bisa dicabut? “Sangat memungkinkan karena secara hukum Keppres tersebut berkualifikasi keputusan tata usaha negara. Karena berkualifikasi itu maka Keppres bisa dianulir atau dicabut,” jelasnya.

 

 

DENPASAR – Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29/2018 tentang pemberian remisi penjara seumur hidup menjadi pidana sementara (20 tahun) kepada 115 orang narapidana, salah satunya I Nyoman Susrama sebenarnya bisa dicabut.

Semua tergatung pada keberanian Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons aspirasi dan tuntutan publik.

“Salah satu alasan mendasar presiden bisa mencabut remisi karena tidak ada kewajiban pemerintah memberikan remisi pada terpidana seumur hidup,” ujar praktisi hukum I Wayan “Gendo” Suardana, kemarin (27/1).

Dijelaskan lebih jauh, sebagaimana dikatakan Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly bahwa napi bisa mengajukan remisi salah satu syaratnya yaitu sudah menjalani hukuman selama lima tahun berturut-turut.

Menurut Gendo, Menteri Yasona telah salah persepsi terhadap syarat administasi normatif tersebut.

Sebab, dalam UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan; PP Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; Keppres Nomor 174/1999 tentang Remisi,

dan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor M.01.PS.01.03 Tahun 2000, tidak satu pun aturan menyebut napi yang sudah menjalani hukuman lima tahun wajib mendapat remisi.

Uang ada adalah napi dapat atau bisa mengajukan remisi. “Jadi, yang perlu digaris bawahi adalah kata “dapat” atau “bisa”. Tidak ada satu kata pun yang menyebutkan napi wajib diberi remisi.

Yang namanya “dapat” atau “bisa” itu tergantung yang memberi remisi. Sifatnya relatif, bisa dapat bisa tidak,” beber advokat asal Ubud, Gianyar, itu.  

Gendo juga menkritik keras pernyataan Jokowi jika tidak tahu detail tentang pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis.

Jokowi menyebut masalah pemberian remisi teknisnya diatur Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly.

Alasan presiden tidak tahu detail teknis masih bisa dimaklumi. Namun, Jokowi harus sadar jika tanggungjawab hukum dan tanggungjawab gugatan hukum ada pada Presiden sebagai orang yang menandatangani Keppres.

Ketika ada pihak yang menggugat, maka yang digugat adalah Presiden, bukan Menkum dan HAM. Bukan semata-mata atas usulan Menteri Hukum dan HAM.

Yasona dinilai terlalu memudahkan pertimbangan hukum dan politik. “Kalau Presiden menyadari remisi terhadap Susrama pembunuh jurnalis muncul karena ada kesalahan

internal Kemmenkum dan HAM, maka itu tidak menjadi pembenar. Presiden tak bisa mengelak atau cuci tangan,” tegasnya. 

Apakah memungkinkan Keppres No 29/2018 bisa dicabut? “Sangat memungkinkan karena secara hukum Keppres tersebut berkualifikasi keputusan tata usaha negara. Karena berkualifikasi itu maka Keppres bisa dianulir atau dicabut,” jelasnya.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/