27.8 C
Jakarta
12 Desember 2024, 1:50 AM WIB

Kadisbud Ngaku Korupsi, Janji Kembalikan Uang Negara

DENPASAR– Terdakwa kasus korupsi dana aci-aci/sesajen, Kepala Dinas Kebudayaan (nonaktif) Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Bagus Mataram akhirnya mengakui semua perbuatannya. Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan terdakwa yang berlangsung secara daring, Jumat (28/1).

 

Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha usai sidang menjelaskan, terdakwa memberikan keterangan yang pada intinya mengakui semua perbuatannya sebagaimana dalam dakwaan.

 

“Terdakwa juga merasa bersalah dan lalai dalam melaksanakan tugas selaku PA dan PPK hingga menyebabkan terjadinya kerugian negara,” terang Eka.

 

Yang menarik, selain mengakui perbuatannya, terdakwa juga menyanggupi akan mengembalikan sisa kerugian keuangan negara. “Terdakwa sanggup mengembalikan sesisa kerugian negara sebelum pembacaan tuntutan,” tukas Eka.

 

Pengembalian sisa kerugian negara ini memang harus dilakukan Mataram jika ingin selamat dari tuntutan hukuman tinggi JPU.

 

Seperti biasa, para terdakwa kasus korupsi mendapat tuntutan miring usai mengembalikan uang yang dimalingnya. “Tuntutan akan kami bacakan pada 11 Februari,” tukas Eka.

 

Dalam sidang pemeriksaan saksi sebelumnya, dari keterangan saksi pegawai Disbud, terdakwa Mataram sempat menerima uang dari rekanan.

 

Disebutkan, pada 2019 ada setoran ke Dinas Kebudayaan sebesar Rp 145 juta, dengan pembagian Rp 70 juta untuk kegiatan dinas dan kesejahteraan pegawai, sisanya sebesar Rp 75 juta diperuntukkan kadis.

 

Selanjutnya, pada tahun 2020 juga ada pemberian dana sebesar Rp 80 juta dari rekanan kepada kadis. Uang tersebut diambil Kadek Agustina Putra yang merupakan PNS sekaligus bendahara pembantu Disbud Denpasar.

 

Uang selanjutnya diserahkan Agustina kepada terdakwa. Uang tersebut kemudian diserahkan ke kadis dan dimasukkan ke dalam laci.

 

Namun, terdakwa tidak sempat menikmati uang itu lantaran ada pemeriksaan dari Kejaksaan Negeri Denpasar. Setelah itu terdakwa berusaha mengembalikan uang Rp 80 juta tersebut pada rekanan.

 

Terdakwa mengembalikan uang tersebut pada rekanan dan disaksikan langsung oleh Agustina. “Tapi pihak rekanan tidak mau menerimanya, uang tersebut dilempar (terdakwa) ke lantai dan diamankan oleh saksi Agustina,” jelas Eka.

 

Karena terdakwa tidak mau mengambil uang, uang lantas dititipkan ke penyidik Kejari Denpasar untuk dijadikan barang bukti. 

 

Sementara keterangan dari saksi para bendesa adat membenarkan pada 2019 dan 2020 mendapatkan bantuan dana BKK untuk pengadaan aci-aci dan sesajen. Pada 2019 ada potongan PPh 1,5 persen, dan potongan pajak rekanan besarnya bervariasi dari tahun 2020 sebesar 10 persen. 

 

Kerugian yang ditemukan BPKP dalam kasus ini sebesar Rp 1,022 miliar. Sementara itu, I Komang Sutrisna selaku penasihat hukum terdakwa mempertanyakan perhitungan jumlah kerugian Rp1 miliar lebih.

 

Sutrisna menanyakan itu memiliki alasan tersendiri. Pasalnya, ada pengembalian dilakukan lewat rekanan Rp 800 juta lebih.

 

Sutrisna menilai uang yang sudah dikembalikan bukan kerugian negara, tapi potensi kerugian. Apalagi uang belum digunakan. Dari kerugian Rp1,022 miliar, masih kurang Rp125 juta yang belum ketemu. “Di mana yang Rp125 juta ini? Inilah yang masih belum ketemu,” kata Sutrisna.

DENPASAR– Terdakwa kasus korupsi dana aci-aci/sesajen, Kepala Dinas Kebudayaan (nonaktif) Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Bagus Mataram akhirnya mengakui semua perbuatannya. Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan terdakwa yang berlangsung secara daring, Jumat (28/1).

 

Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha usai sidang menjelaskan, terdakwa memberikan keterangan yang pada intinya mengakui semua perbuatannya sebagaimana dalam dakwaan.

 

“Terdakwa juga merasa bersalah dan lalai dalam melaksanakan tugas selaku PA dan PPK hingga menyebabkan terjadinya kerugian negara,” terang Eka.

 

Yang menarik, selain mengakui perbuatannya, terdakwa juga menyanggupi akan mengembalikan sisa kerugian keuangan negara. “Terdakwa sanggup mengembalikan sesisa kerugian negara sebelum pembacaan tuntutan,” tukas Eka.

 

Pengembalian sisa kerugian negara ini memang harus dilakukan Mataram jika ingin selamat dari tuntutan hukuman tinggi JPU.

 

Seperti biasa, para terdakwa kasus korupsi mendapat tuntutan miring usai mengembalikan uang yang dimalingnya. “Tuntutan akan kami bacakan pada 11 Februari,” tukas Eka.

 

Dalam sidang pemeriksaan saksi sebelumnya, dari keterangan saksi pegawai Disbud, terdakwa Mataram sempat menerima uang dari rekanan.

 

Disebutkan, pada 2019 ada setoran ke Dinas Kebudayaan sebesar Rp 145 juta, dengan pembagian Rp 70 juta untuk kegiatan dinas dan kesejahteraan pegawai, sisanya sebesar Rp 75 juta diperuntukkan kadis.

 

Selanjutnya, pada tahun 2020 juga ada pemberian dana sebesar Rp 80 juta dari rekanan kepada kadis. Uang tersebut diambil Kadek Agustina Putra yang merupakan PNS sekaligus bendahara pembantu Disbud Denpasar.

 

Uang selanjutnya diserahkan Agustina kepada terdakwa. Uang tersebut kemudian diserahkan ke kadis dan dimasukkan ke dalam laci.

 

Namun, terdakwa tidak sempat menikmati uang itu lantaran ada pemeriksaan dari Kejaksaan Negeri Denpasar. Setelah itu terdakwa berusaha mengembalikan uang Rp 80 juta tersebut pada rekanan.

 

Terdakwa mengembalikan uang tersebut pada rekanan dan disaksikan langsung oleh Agustina. “Tapi pihak rekanan tidak mau menerimanya, uang tersebut dilempar (terdakwa) ke lantai dan diamankan oleh saksi Agustina,” jelas Eka.

 

Karena terdakwa tidak mau mengambil uang, uang lantas dititipkan ke penyidik Kejari Denpasar untuk dijadikan barang bukti. 

 

Sementara keterangan dari saksi para bendesa adat membenarkan pada 2019 dan 2020 mendapatkan bantuan dana BKK untuk pengadaan aci-aci dan sesajen. Pada 2019 ada potongan PPh 1,5 persen, dan potongan pajak rekanan besarnya bervariasi dari tahun 2020 sebesar 10 persen. 

 

Kerugian yang ditemukan BPKP dalam kasus ini sebesar Rp 1,022 miliar. Sementara itu, I Komang Sutrisna selaku penasihat hukum terdakwa mempertanyakan perhitungan jumlah kerugian Rp1 miliar lebih.

 

Sutrisna menanyakan itu memiliki alasan tersendiri. Pasalnya, ada pengembalian dilakukan lewat rekanan Rp 800 juta lebih.

 

Sutrisna menilai uang yang sudah dikembalikan bukan kerugian negara, tapi potensi kerugian. Apalagi uang belum digunakan. Dari kerugian Rp1,022 miliar, masih kurang Rp125 juta yang belum ketemu. “Di mana yang Rp125 juta ini? Inilah yang masih belum ketemu,” kata Sutrisna.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/