29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:35 AM WIB

Memanas, Ratusan Pengempon “Bentengi” Pura Dalem Balangan

RadarBali.com – Sidang gugatan kasus dugaan pencaplokan lahan antara pengempon Pura Dalem Balangan, Pantai Balangan, 

Kuta Selatan, Badung, I Made Tarip Widarta dengan pengusaha Hari Boedi Hartono alias Hartono Mercy, kemarin (27/10) berlangsung memanas. 

Sidang dengan majelis hakim pimpinan I Ketut Suarta, itu mengagendakan sidang di tempat untuk melihat langsung lokasi sengketa.

Sidang di tempat digelar setelah sebelumnya saat putusan sela, majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) pihak tergugat. 

Hadir para pihak, yakni pihak penggugat diwakili penasehat hukumnya Harmaini Idris Hasibuan dkk. Sedangkan pihak tergugat diwakili Elen Magdalena dkk. 

Sidang yang digelar persis di dekat bibir Pantai Balangan berlangsung tegang. Sejumlah tokoh adat, penasihat pengempon pura dalem AA Kesuma,

dan ratusan pengempon pura yang tak terima dengan dugaan tindakan pencaplokan oleh investor atau pengusaha terlihat hadir dengan mengenakan pakaian adat madya.

Mereka hadir untuk mempertahankan dan “membentengi” lahan pura yang diduga akan dicaplok pengusaha. 

Lebih lanjut, majelis hakim mengecek langsung lahan seluas 8.000 meter persegi yang menjadi objek sengketa.

Setelah melakukan pengecekan objek selama hampir sejam, sidang kemudian ditutup dan dilanjutkan dengan agenda pembuktian di PN Denpasar. 

“Sidang ditutup. Selanjutnya sidang akan kembali dilanjutkan di PN Denpasar dengan agenda pembuktian,” tegas Ketua Majelis Hakim Suarta. 

Sementara dari pihak penggugat, kuasa hukum penggugat Harmaini Idris Hasibuan dkk, menjelaskan dalam kasus dugaan pencaplokan

lahan milik pengempon Pura Dalem Balangan, selain pihak investor, pihaknya juga menggugat kepala BPN Badung selaku tergugat II.

Gugatan pihak penggugat kepada BPN,  adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum mafia tanah di BPN.

Disebutkan, selain adanya pemalsuan sertifikat Hak Milik (SHM) No. 372 Tahun 1985 tidak sesuai dengan SHM No. 725 Tahun 1989, dugaan perbuatan melawan hukum oleh oknum BPN juga dinilai cacat hukum dan cacat yuridis.

“Ada rekayasa peta antara sertifikat 372 dan 725.Di mana pada SHM 372,meskipun luasan sama tapi tidak tercantum pura sedangkan

di sertifikat No. 725/1989 tercantun. Bahkan, kami meyakini sertifikat itu palsu dan harus dibatalkan demi hukum, ” tandasnya. 

Lebih lanjut, kata Hasibuan,  dengan adanya perbedaan gambar, ada upaya dari oknum yang diduga kongkalikong dengan investor mengaburkan lokasi.

“Jadinya sengaja disamarkan seolah-olah pura tidak ada dan agar disetujui pengempon. Ini sudah tidak benar karena lokasi tanah mereka (penggugat) berada di atas tebing. Tapi, mereka malah menyerobot lahan pura yang ada di bawah tebing,” tegasnya.

Sehingga dengan adanya bukti itu, Hasibuan tegas mengatakan akan berjuang untuk para pengempon pura. 

Sedangkan kuasa hukum pihak tergugat Elen Magdalena yang dikonfirmasi di lokasi mengatakan akan menunggu proses di pengadilan. “Dilihat nanti proses sidangnya, ” tandasnya. 

Termasuk saat ditanya apakah akan membuka ruang perdamaian, Elen kukuh mengatakan masih menunggu.

“Kami akan lihat model perdamaiannya seperti apa. Saat ini, kami jalani saja prosesnya, ” ujarnya singkat.  Kukuhnya kedua belah pihak membuat peluang perdamaian masih menemui jalan buntu.

RadarBali.com – Sidang gugatan kasus dugaan pencaplokan lahan antara pengempon Pura Dalem Balangan, Pantai Balangan, 

Kuta Selatan, Badung, I Made Tarip Widarta dengan pengusaha Hari Boedi Hartono alias Hartono Mercy, kemarin (27/10) berlangsung memanas. 

Sidang dengan majelis hakim pimpinan I Ketut Suarta, itu mengagendakan sidang di tempat untuk melihat langsung lokasi sengketa.

Sidang di tempat digelar setelah sebelumnya saat putusan sela, majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) pihak tergugat. 

Hadir para pihak, yakni pihak penggugat diwakili penasehat hukumnya Harmaini Idris Hasibuan dkk. Sedangkan pihak tergugat diwakili Elen Magdalena dkk. 

Sidang yang digelar persis di dekat bibir Pantai Balangan berlangsung tegang. Sejumlah tokoh adat, penasihat pengempon pura dalem AA Kesuma,

dan ratusan pengempon pura yang tak terima dengan dugaan tindakan pencaplokan oleh investor atau pengusaha terlihat hadir dengan mengenakan pakaian adat madya.

Mereka hadir untuk mempertahankan dan “membentengi” lahan pura yang diduga akan dicaplok pengusaha. 

Lebih lanjut, majelis hakim mengecek langsung lahan seluas 8.000 meter persegi yang menjadi objek sengketa.

Setelah melakukan pengecekan objek selama hampir sejam, sidang kemudian ditutup dan dilanjutkan dengan agenda pembuktian di PN Denpasar. 

“Sidang ditutup. Selanjutnya sidang akan kembali dilanjutkan di PN Denpasar dengan agenda pembuktian,” tegas Ketua Majelis Hakim Suarta. 

Sementara dari pihak penggugat, kuasa hukum penggugat Harmaini Idris Hasibuan dkk, menjelaskan dalam kasus dugaan pencaplokan

lahan milik pengempon Pura Dalem Balangan, selain pihak investor, pihaknya juga menggugat kepala BPN Badung selaku tergugat II.

Gugatan pihak penggugat kepada BPN,  adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum mafia tanah di BPN.

Disebutkan, selain adanya pemalsuan sertifikat Hak Milik (SHM) No. 372 Tahun 1985 tidak sesuai dengan SHM No. 725 Tahun 1989, dugaan perbuatan melawan hukum oleh oknum BPN juga dinilai cacat hukum dan cacat yuridis.

“Ada rekayasa peta antara sertifikat 372 dan 725.Di mana pada SHM 372,meskipun luasan sama tapi tidak tercantum pura sedangkan

di sertifikat No. 725/1989 tercantun. Bahkan, kami meyakini sertifikat itu palsu dan harus dibatalkan demi hukum, ” tandasnya. 

Lebih lanjut, kata Hasibuan,  dengan adanya perbedaan gambar, ada upaya dari oknum yang diduga kongkalikong dengan investor mengaburkan lokasi.

“Jadinya sengaja disamarkan seolah-olah pura tidak ada dan agar disetujui pengempon. Ini sudah tidak benar karena lokasi tanah mereka (penggugat) berada di atas tebing. Tapi, mereka malah menyerobot lahan pura yang ada di bawah tebing,” tegasnya.

Sehingga dengan adanya bukti itu, Hasibuan tegas mengatakan akan berjuang untuk para pengempon pura. 

Sedangkan kuasa hukum pihak tergugat Elen Magdalena yang dikonfirmasi di lokasi mengatakan akan menunggu proses di pengadilan. “Dilihat nanti proses sidangnya, ” tandasnya. 

Termasuk saat ditanya apakah akan membuka ruang perdamaian, Elen kukuh mengatakan masih menunggu.

“Kami akan lihat model perdamaiannya seperti apa. Saat ini, kami jalani saja prosesnya, ” ujarnya singkat.  Kukuhnya kedua belah pihak membuat peluang perdamaian masih menemui jalan buntu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/