DENPASAR – Pupus sudah harapan Harijanto Karyadi bisa lepas dari jerat hukum kasus dugaan penipuan.
Ini setelah majelis hakim yang diketuai Soebandi mengandaskan eksepsi atau nota keberatan bos Hotel Kuta Paradiso itu.
Dalam amar putusannya, hakim yang juga Ketua PN Denpasar itu memutuskan menerima dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali.
“Menolak eksepsi terdakwa. Sidang akan dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara,” ujar Soebandi membacakan putusan sela, kemarin (27/11).
Putusan hakim ini membuat posisi JPU Kejati Bali yang dikomandoi Ketut Sujaya kembali di atas angin.
JPU Sujaya mengatakan, pihaknya akan memanggil saksi saksi korban pada sidang lanjutan mendatang. Yang hendak dihadirkan bukan orang sembarang. Yakni Tomy Winata, 61, pengusaha asal Jakarta.
“Kami agendakan saksi korban Tomy Winata hadir di pengadilan. Kami agendakan pemanggilan, semoga bisa hadir,” kata JPU Sujaya.
Harijanto Karjadi menjadi pesakitan karena didakwa memberikan keterangan palsu pada akte otentik penjualan saham pada 14 November 2011 di kantor notaris IGA Nilawati.
Kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang
ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000.
Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi,
Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti.
Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Contruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).
Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP.
Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP.
Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005.
Akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar.
Terdakwa Harijanto didakwa dengan tiga pasal yaitu Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang pemalsuan
akta otentik dan Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.