RadarBali.com – Pengawasan penggunaan dana desa semakin ketat. Selain diawasi kepolisian dan Inspektorat, Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) juga ikut memelototi penggunaan dana desa di Bali.
Koordinator Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK RI Wilayah II, Asep Rahmat, mengatakan semula tujuan KPK ke Bali tidak secara langsung terkait dana desa.
Sebab KPK memiliki tim khusus untuk melakukan evaluasi dana desa. Namun, berdasar hasil komunikasi maka KPK juga bergerak dalam mengevaluasi dan monitoring dana desa di Bali.
Apalagi sejak awal Kementerian Desa mendatangi KPK dan meminta pendampingan KPK terkait dana desa.
“Langkah awal kami adalah kajian dari infrastruktur dan lain-lain. Banyak yang perlu kami isi dari regulasi, sistem informasi.
Dari konteks dan sudut pandang potensi korupsi dana desa cukup besar,” ungkap Koordinator Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK RI Wilayah II, Asep Rahmat,
saat pertemuan dan monitoring dana desa di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemprov Bali, kemarin.
Dijelaskan lebih jauh, dana desa sebenarnya memiliki sistem keuangan desa (Siskeudes) untuk transparansi anggaran.
Namun, faktanya hanya sedikit desa di Indonesia yang sudah menerapkan 100 persen Siskeudes.
Dalam rangka itu Pimpinan KPK melakukan respon cepat dan menyurati langsung 74.000 lebih kepala desa untuk menerapkan Siskeudes.
Sebab, dalam kajian KPK bisa terjadi marak masalah di desa. Hal itu sudah mulai terlihat pengaduan masyarajat terkait dana desa. Dia mencontohkan kejadian di Maluku.
Di sana Kejari menangani delapan kasus dana desa. “Kepala Desa memang bukan penyelenggara negara. Namun sebagian besar
mereka terlibat langsung dan terbukti ada kasus seizin bupati sebagai penyelenggara negara menyogok penegak hukum,” bebernya.
Dia tak menampik pengelolaan dana desa adalah problem semua pihak. Karena itu, dalam konteks pencegahan dan pertama adalah memperbaiki sistem dan mengajari SDM aparat desa.
Menurutnya, jika Inspektorat pemerintah daerah mau tegas, sebenarnya pengendalian terbaik adalah di desa.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Ketut Lihadnyana, mengatakan sampai saat ini penyerapan dana desa di Bali sudah 82 persen.
Sedangkan 18 persen masih proses penyelesaian. Hal itu bisa dilihat dan dimonitoring melalui Siskeudes.
Ditambahkan, esensi dari dana desa yang tertuang dalam UU 6 Tahun 2014 tentang desa adalah pembangunan memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat.
Desa diberikan kewenangan lokal untuk membangun dan memberdayakan. Nantinya perencanaan desa diinput dalam Siskeudes dan juga sistem informasi pembangunan desa (SiPeDe).
Bahkan, di Bali sendiri sudah 100 persen atau semua desa menjalankan Siskeudes. Dalam Sipede akan lebih rinci nanti berapa meter dibangun jalan.
“Ada input manual, misalnya berapa persen jalan itu, dimanfaatkan siapa saja, berapa volume jalan itu. Saat sudah selesai dan belum selesai,” terang Lihadyana