DENPASAR – Setelah sempat menyatakan pikir-pikir dalam sidang putusan beberapa hari lalu, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar akhirnya
menerima putusan hakim yang mengganjar dokter Irfana, 42, dengan pidana penjara selama dijatuhi 2 tahun 10 bulan (34 bulan).
“Kami putuskan menerima putusan hakim,” ujar Kasi Pidum Kejari Denpasar, I Wayan Eka Widanta dikonfirmasi kemarin.
Menurut Eka, pertimbangan pihaknya menerima lantaran putusan hakim sudah lebih dari setengah tuntutan JPU.
Sebelumnya JPU menuntut dokter asal Klungkung itu dengan pidana penjara selama 3,5 tahun atau 42 bulan. Dengan putusan hakim 34 bulan, maka terdakwa hanya mendapat keringan 8 bulan.
“Setidaknya putusan hakim sudah masuk (sesuai) dari tuntutan kami. Itulah alasan kami akhirnya menerima,” imbuh Eka.
Terdakwa sendiri langsung menerima usai putusan. Hal ini membuat perkara inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Hakim menyatakan Irfana bersalah telah melakukan tindak pidana penipuan terhadap saksi korbannya, Elizabeth Lisa Ernalis.
Terdakwa menipu korban dengan kerugian Rp 1,5 miliar. Modus terdakwa yaitu mengaku bisa meloloskan korban masuk prodi spesialis kulit di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Perbuatan Irfana melanggar Pasal 378 KUHP. Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa merugikan saksi korban Elizabeth Lisa Ernalis sebesar Rp. 1,5 miliar.
Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengaku bersalah, serta menyesali perbuatannya.
Peristiwa penipuan ini bermula saat saksi korban Elizabeth Lisa Ernalis datang ke rumah terdakwa di Klungkung, 24 Juni 2018.
Korban datang untuk membesuk istri terdakwa yang melahirkan. Saat berada di rumah terdakwa, istri terdakwa menawarkan ke korban untuk melanjutkan pendidikan prodi spesialis kedokteran kulit di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Pada 24 Juli 2018, terdakwa menelepon korban untuk datang ke Bali bersama dengan orang tua korban.
Keesokan harinya korban bersama ibunya datang ke rumah terdakwa di Klungkung. Terdakwa meminta uang sebesar Rp 2 miliar. Namun, saat itu korban menawar dan sanggup menyediakan biaya Rp1,5 miliar.
Setelah sepakat, korban secara bertahap memberikan uang hingga Rp 1,5 miliar. Pada 28 Oktober sampai dengan 30 Oktober 2018, korban mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru spesialis kedokteran kulit di Unud.
Namun, pada saat pengumuman tanggal 9 November 2018, nama korban tidak muncul sebagai mahasiswa yang diterima.
Korban pun merasa ditipu oleh terdakwa. Singkat cerita, karena tidak ada iktikad baik dari terdakwa, korban akhirnya melapor ke polisi.