29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:23 AM WIB

Korban Masih Trauma, Minta Terdakwa Dihukum Maksimal

DENPASAR – Ira Chandra Wirayang korban perusakan rumah yang dilakukan dua terdakwa Dony Yudianto, 37, (terdakwa I) dan IG Agung Adi Sastra, 33, (terdakwa II) masih mengalami shock berat. Perempuan 63 tahun itu saat ini tidak berani menghuni rumahnya sendiri di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, Denpasar Barat.

Kondisi psikologis Ira yang tertekan itu diungkapkan langsung I Made Somya Putra dan I Wayan Wija Negara, pengacara Ira.

“Bu Ira trauma berat karena perusakan rumahnya berbau premanisme dan sangat sistematis. Bu Ira ketakutan karena dua terdakwa yang merusak rumahnya tidak ditahan,” ujar Somya, kemarin (8/9).

Menurut Somya, apa yang menimpa Ira adalah perilaku berbau premanisme yang sistematis. Kok bisa?

Dijelaskan Somya, dalam persidangan terbukti terdakwa sudah memperkirakan rumah dalam kondisi kosong. Setelah itu terdakwa beraksi dengan masuk ke dalam rumah tanpa izin.

Dua terdakwa mengebor pintu depan karena sulit masuk lewat pintu samping. Terdakwa juga merusak gembok dengan tujuan mengambil dokumen sertifikat hak milik (SHM) pasangan korban Ira bernama Gunawan Hadi.

Berdasar pada fakta persidangan, Somya berharap kedua terdakwa dituntut maksimal. Minggu ini jaksa penuntut umum (JPU) dijadwalkan mengajukan tuntutan.

Somya mengaku khawatir kedua terdakwa dituntut dan dihukum ringan. Pasalnya, dari awal penyelidikan sampai persidangan terdakwa tidak pernah ditahan.

Terdakwa juga sempat menyandang status DPO. Selain itu, beber Somya, terdakwa juga sempat dihukum (residivis) dalam kasus lain.

Terdakwa juga tidak jujur di persidangan. Terdakwa mengaku tidak membawa apa-apa saat memasuki rumah korban.

Padahal, sejak peristiwa tersebut kehilangan DVR CCTV dan beberapa fotokopi sertifikat. Bahkan, kini salah satu SHM-nya sudah dipecah atas nama terdakwa sendiri.

Ia meminta Kejari Denpasar bergandengan tangan dengan Polda Bali untuk bersama-sama memberantas perilaku premanisme.

“Karena itu, kami minta kedua terdakwa ini dituntut maksimal oleh JPU dan dihukum maksimalh oleh hakim,” tandas Somya.

Seperti diberitakan sebelumnya,  JPU Ni Luh Oka Ariani Adikarini menjerat terdakwa dengan Pasal 170 ayat (1) dan (2) ke-1 KUHP.

Dengan ancaman pasal tersebut, terdakwa terancam lima tahun dan enam bulan (5,5 tahun) penjara.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, kedua terdakwa dijerat Pasal 406 ayat (1) KUHP juncto Pasal 412 KUHP. Keduanya terancam pidana penjara dua tahun dan delapan bulan.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai I Dewa Budi Watsara, JPU menjelaskan ulah terdakwa I dan II pada Sabtu (8/7/2017) pukul 17.30 bertempat

di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, Denpasar Barat, dengan terang-terangan dan dengan tenaga menggunakan kekerasan menghancurkan barang milik saksi korban Ira Chandra Wirayang.

Sebelum beraksi, pada pukul 11.00 terdakwa I menceritakan kepada pengacaranya yaitu almarhum Wilmar Sitorus mengenai sebuah rumah yang terletak di Jalan Pulau Batanta.

Rumah itu milik almarhum Gunawan Hadi yang merupakan mitra kerja bapak terdakwa I di bidang valuta asing (valas), properti, dan film.

Rumah tersebut merupakan tempat tinggal dan kantor Gunawan Hadi. Rumah tersebut juga aset milik bersama.

Karena itu terdakwa I disarankan oleh pengacaranya untuk mengambil dokumen berharga milik almarhum ayah terdakwa dan almarhum Gunawan Hadi.

Pengacara meminta terdakwa II untuk mendampingi terdakwa I masuk ke dalam rumah. Setelah mendengar saran dari pengacara pukul 14.00 terdakwa I menelepon saksi Rudi Hariyanto untuk datang ke rumah.

Setelah masuk ke pekarangan rumah saksi diminta buka pintu harmonika dengan bor tidak bisa. Saksi dipanggil ke samping rumah yang juga digembok.

Terdakwa dua memukul pengait pintu sampai patah hingga pintu terbuka. Saat saksi dan terdakwa I dan II masuk ke gang ada pintu lagi terkunci

menggunakan kunci gerendel didorong dengan bertenaga sehingga terbuka. Mereka lantas masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah ada pembantu saksi Harwilah.

Singkat cerita, saksi membuka dan mengganti pintu rumah yang semua dikunci. Karena tidak menemukan dokumen ayahnya, terdakwa I dan II keluar dari rumah tersebut.

Sesuai sertifikat hak milik nomor 1402, rumah dan tanah di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, adalah rumah milik saksi Ira Chandra Wirayang.

Setelah melakukan kekerasan terhadap barang-barang rumah saksi Ira, yaitu kunci gembok pagar depan, rumah kunci gembok,

dan kunci bagian tengah pintu harmonika, pengait kunci pintu samping, kunci gerendel pintu samping, dan pintu kaca.

“Kekerasan tersebut dapat dilihat oleh masyarakat umum mengingat lokasi rumah di pinggir jalan raya. Akibat perbuatan tersebut saksi korban mengalami kerugian Rp 4 juta,” urai JPU Oka.

DENPASAR – Ira Chandra Wirayang korban perusakan rumah yang dilakukan dua terdakwa Dony Yudianto, 37, (terdakwa I) dan IG Agung Adi Sastra, 33, (terdakwa II) masih mengalami shock berat. Perempuan 63 tahun itu saat ini tidak berani menghuni rumahnya sendiri di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, Denpasar Barat.

Kondisi psikologis Ira yang tertekan itu diungkapkan langsung I Made Somya Putra dan I Wayan Wija Negara, pengacara Ira.

“Bu Ira trauma berat karena perusakan rumahnya berbau premanisme dan sangat sistematis. Bu Ira ketakutan karena dua terdakwa yang merusak rumahnya tidak ditahan,” ujar Somya, kemarin (8/9).

Menurut Somya, apa yang menimpa Ira adalah perilaku berbau premanisme yang sistematis. Kok bisa?

Dijelaskan Somya, dalam persidangan terbukti terdakwa sudah memperkirakan rumah dalam kondisi kosong. Setelah itu terdakwa beraksi dengan masuk ke dalam rumah tanpa izin.

Dua terdakwa mengebor pintu depan karena sulit masuk lewat pintu samping. Terdakwa juga merusak gembok dengan tujuan mengambil dokumen sertifikat hak milik (SHM) pasangan korban Ira bernama Gunawan Hadi.

Berdasar pada fakta persidangan, Somya berharap kedua terdakwa dituntut maksimal. Minggu ini jaksa penuntut umum (JPU) dijadwalkan mengajukan tuntutan.

Somya mengaku khawatir kedua terdakwa dituntut dan dihukum ringan. Pasalnya, dari awal penyelidikan sampai persidangan terdakwa tidak pernah ditahan.

Terdakwa juga sempat menyandang status DPO. Selain itu, beber Somya, terdakwa juga sempat dihukum (residivis) dalam kasus lain.

Terdakwa juga tidak jujur di persidangan. Terdakwa mengaku tidak membawa apa-apa saat memasuki rumah korban.

Padahal, sejak peristiwa tersebut kehilangan DVR CCTV dan beberapa fotokopi sertifikat. Bahkan, kini salah satu SHM-nya sudah dipecah atas nama terdakwa sendiri.

Ia meminta Kejari Denpasar bergandengan tangan dengan Polda Bali untuk bersama-sama memberantas perilaku premanisme.

“Karena itu, kami minta kedua terdakwa ini dituntut maksimal oleh JPU dan dihukum maksimalh oleh hakim,” tandas Somya.

Seperti diberitakan sebelumnya,  JPU Ni Luh Oka Ariani Adikarini menjerat terdakwa dengan Pasal 170 ayat (1) dan (2) ke-1 KUHP.

Dengan ancaman pasal tersebut, terdakwa terancam lima tahun dan enam bulan (5,5 tahun) penjara.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, kedua terdakwa dijerat Pasal 406 ayat (1) KUHP juncto Pasal 412 KUHP. Keduanya terancam pidana penjara dua tahun dan delapan bulan.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai I Dewa Budi Watsara, JPU menjelaskan ulah terdakwa I dan II pada Sabtu (8/7/2017) pukul 17.30 bertempat

di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, Denpasar Barat, dengan terang-terangan dan dengan tenaga menggunakan kekerasan menghancurkan barang milik saksi korban Ira Chandra Wirayang.

Sebelum beraksi, pada pukul 11.00 terdakwa I menceritakan kepada pengacaranya yaitu almarhum Wilmar Sitorus mengenai sebuah rumah yang terletak di Jalan Pulau Batanta.

Rumah itu milik almarhum Gunawan Hadi yang merupakan mitra kerja bapak terdakwa I di bidang valuta asing (valas), properti, dan film.

Rumah tersebut merupakan tempat tinggal dan kantor Gunawan Hadi. Rumah tersebut juga aset milik bersama.

Karena itu terdakwa I disarankan oleh pengacaranya untuk mengambil dokumen berharga milik almarhum ayah terdakwa dan almarhum Gunawan Hadi.

Pengacara meminta terdakwa II untuk mendampingi terdakwa I masuk ke dalam rumah. Setelah mendengar saran dari pengacara pukul 14.00 terdakwa I menelepon saksi Rudi Hariyanto untuk datang ke rumah.

Setelah masuk ke pekarangan rumah saksi diminta buka pintu harmonika dengan bor tidak bisa. Saksi dipanggil ke samping rumah yang juga digembok.

Terdakwa dua memukul pengait pintu sampai patah hingga pintu terbuka. Saat saksi dan terdakwa I dan II masuk ke gang ada pintu lagi terkunci

menggunakan kunci gerendel didorong dengan bertenaga sehingga terbuka. Mereka lantas masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah ada pembantu saksi Harwilah.

Singkat cerita, saksi membuka dan mengganti pintu rumah yang semua dikunci. Karena tidak menemukan dokumen ayahnya, terdakwa I dan II keluar dari rumah tersebut.

Sesuai sertifikat hak milik nomor 1402, rumah dan tanah di Jalan Pulau Batanta Nomor 12, adalah rumah milik saksi Ira Chandra Wirayang.

Setelah melakukan kekerasan terhadap barang-barang rumah saksi Ira, yaitu kunci gembok pagar depan, rumah kunci gembok,

dan kunci bagian tengah pintu harmonika, pengait kunci pintu samping, kunci gerendel pintu samping, dan pintu kaca.

“Kekerasan tersebut dapat dilihat oleh masyarakat umum mengingat lokasi rumah di pinggir jalan raya. Akibat perbuatan tersebut saksi korban mengalami kerugian Rp 4 juta,” urai JPU Oka.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/