29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:48 AM WIB

Sikapi Kasus AWK, Budayawan: Perlu Banyak Renungan Melalui Medsos

DENPASAR – Statement anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK menuai pro kontra pasca menyebut bahwa Ida Bhatara yang berstana di Pura Dalem Ped, Nusa Penida bukanlah dewa.

Belum lagi statemennya memperbolehkan generasi muda untuk melakukan sex bebas asal menggunakan kondom.

Kontan celotehan AWK ini mengundang reaksi masyarakat. Rabu (28/10) lalu sejumlah masyarakat melakukan aksi demonstrasi di gedung DPD, Renon, Denpasar yang  berujung pemukulan pada AWK.

Budayawan I Gde Aryantha Soethama mengatakan, wajar masyarakat Bali marah setelah mendengar dan menyaksikan celotehan AWK.

Terlebih di masa pandemi ini. Saat semua serba susah, orang begitu gampang terpancing emosinya. Apalagi, celotehannya sudah keterlaluan.

Aryantha Soethama berpandangan, dengan kondisi ini waktunya bagi pemuka agama, ahli tattwa (filsafat agama) memberikan pencerahan kepada umat.

Sehingga umat Hindu tidak mudah tersesat atas celotehan seseorang. Pencerahannya itu tentu harus mengikuti gaya milenial yang memanfaatkan media internet.

Jadi, mereka bisa menyampaikan pencerahannya melalui channel Youtube dan media sosial lainnya. Kalau zaman dulu tidak ada medsos, bisa menyampaikan pencerahan itu melalui seni pertunjukkan.

“Saat ini kita jangan terlalu  terpaku memahami tattwa sebatas lontar saja, tapi harus bisa mengaktualisasikan nilai-nilai agama tatwa leluhur yang terkandung dalam lontar tersebut kepada masyarakat,” katanya.

Pemberian pencerahan terhadap nilai-nilai agama juga tanpa harus menyinggung siapapun. Sebab di Bali sangat banyak terhadap lontar yang berisi nilai tattwa yang luar biasa.

“Saya sangat mengerti kalau ada yang marah. Sama ketika kita bertengkar dengan istri, adu mulut boleh tapi kalau sampai memukul istri ya sudah namanya KDRT.

Begitu juga dalam sepak boleh adu mulut boleh, tapi tidak boleh mukul. Ya, kita menyadari banyak orang yang tersinggung ulah pernyataannya (AWK),” tandasnya.

Dan, inilah kesempatan bagi para para agamawan, tokoh, sulinggih dan lainnya sebagainya untuk turun memberi pencerahan kepada umat.

“Seperti Gde Prama itu bagus sekali pencerahannya, padahal dia membicarakan yang sudah lazim yang ada di Timur Tengah dan juga Eropa.

Jadi, orang yang mengerti terhadap Tattwa Hindu bisa bikin channel youtube sampaikan topik-topik yang menyejukkan  perihal tattwa agama.

Seperti Dalang Cenk Blonk, Puja Astawa dan masih banyak lagi itu bisa memberikan renungan yang positif,” tandasnya.

“Sebab, sekarang kita sibuk dengan tontonan hiburan saja. Beda dengan dulu tontonan hiburan itu dibalut dengan renungan.

Misalnya para pelukis, pengarang dan lainnya mereka terlebih dulu menonton kesenian seperti  wayang, prembon dan seni  lain sebagainnya.

Setelah itu mereka bisa menghasilkan sebuah karya lukisan, tulisan. Jadi, ini sebuah tantangan kita bersama,” pungkasnya. 

DENPASAR – Statement anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK menuai pro kontra pasca menyebut bahwa Ida Bhatara yang berstana di Pura Dalem Ped, Nusa Penida bukanlah dewa.

Belum lagi statemennya memperbolehkan generasi muda untuk melakukan sex bebas asal menggunakan kondom.

Kontan celotehan AWK ini mengundang reaksi masyarakat. Rabu (28/10) lalu sejumlah masyarakat melakukan aksi demonstrasi di gedung DPD, Renon, Denpasar yang  berujung pemukulan pada AWK.

Budayawan I Gde Aryantha Soethama mengatakan, wajar masyarakat Bali marah setelah mendengar dan menyaksikan celotehan AWK.

Terlebih di masa pandemi ini. Saat semua serba susah, orang begitu gampang terpancing emosinya. Apalagi, celotehannya sudah keterlaluan.

Aryantha Soethama berpandangan, dengan kondisi ini waktunya bagi pemuka agama, ahli tattwa (filsafat agama) memberikan pencerahan kepada umat.

Sehingga umat Hindu tidak mudah tersesat atas celotehan seseorang. Pencerahannya itu tentu harus mengikuti gaya milenial yang memanfaatkan media internet.

Jadi, mereka bisa menyampaikan pencerahannya melalui channel Youtube dan media sosial lainnya. Kalau zaman dulu tidak ada medsos, bisa menyampaikan pencerahan itu melalui seni pertunjukkan.

“Saat ini kita jangan terlalu  terpaku memahami tattwa sebatas lontar saja, tapi harus bisa mengaktualisasikan nilai-nilai agama tatwa leluhur yang terkandung dalam lontar tersebut kepada masyarakat,” katanya.

Pemberian pencerahan terhadap nilai-nilai agama juga tanpa harus menyinggung siapapun. Sebab di Bali sangat banyak terhadap lontar yang berisi nilai tattwa yang luar biasa.

“Saya sangat mengerti kalau ada yang marah. Sama ketika kita bertengkar dengan istri, adu mulut boleh tapi kalau sampai memukul istri ya sudah namanya KDRT.

Begitu juga dalam sepak boleh adu mulut boleh, tapi tidak boleh mukul. Ya, kita menyadari banyak orang yang tersinggung ulah pernyataannya (AWK),” tandasnya.

Dan, inilah kesempatan bagi para para agamawan, tokoh, sulinggih dan lainnya sebagainya untuk turun memberi pencerahan kepada umat.

“Seperti Gde Prama itu bagus sekali pencerahannya, padahal dia membicarakan yang sudah lazim yang ada di Timur Tengah dan juga Eropa.

Jadi, orang yang mengerti terhadap Tattwa Hindu bisa bikin channel youtube sampaikan topik-topik yang menyejukkan  perihal tattwa agama.

Seperti Dalang Cenk Blonk, Puja Astawa dan masih banyak lagi itu bisa memberikan renungan yang positif,” tandasnya.

“Sebab, sekarang kita sibuk dengan tontonan hiburan saja. Beda dengan dulu tontonan hiburan itu dibalut dengan renungan.

Misalnya para pelukis, pengarang dan lainnya mereka terlebih dulu menonton kesenian seperti  wayang, prembon dan seni  lain sebagainnya.

Setelah itu mereka bisa menghasilkan sebuah karya lukisan, tulisan. Jadi, ini sebuah tantangan kita bersama,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/