34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:11 PM WIB

Jalan Arak Melaju Masih Berliku, Jangan Jadi Bumerang untuk Anak Muda

Gubernur Wayan Koster menggulirkan wacana melegalkan minuman beralkohol tradisional arak Bali. Kabar baik bagi perajin dan penikmat. Tapi, jalan untuk melegalkan minuman ini masih berliku.

 

UMUMNYA respons menyambut positif. Di kalangan DPRD Badung misalnya, kalangan dewan pun semringah.

Ini karena DPRD Badung juga telah merancang rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penataan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol (mikol) untuk melegalkan mikol tradisional Bali yakni tuak.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Badung I Nyoman Dirga Yusa mengatakan, DPRD Badung sebelumnya pernah mengusulkan perlindungan minuman beralkohol (mikol) atau minuman keras (miras) tradisional Bali, yakni tuak maupun arak.

Karena selama ini mikol tradisional Bali belum mendapat ruang. Belum leluasa seperti mikol impor. Macam Red Label, Black Label, Jack Daniels (Jack D), Chevas Regal, yang lebih mudah memesannya di hotel-hotel.

Padahal, miras tradisional Bali ini telah jadi ciri khas Bali. Wisatawan ke Bali, khususnya Badung, banyak yang mencari miras asli Bali.

“Mikol ini tetap akan kita atur. Kalau bisa mikol tradisional, seperti tuak agar diangkat gengsinya. Pada akhirnya hasil produksi tuak dari masyarakat kita bisa bersaing dengan mikol berlabel seperti bir,” tandas Dirga, Jumat lalu (30/11).

Sayang, pembahasan mikol tersebut masih ditunda. Karena menunggu terbitnya undang-undang minuman beralkohol dari pemerintah pusat yang tak kunjung kelar.

Padahal panitia khusus (pansus) telah bekerja dari tahun 2016. Ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-Dag/Per/1/2015 tentang Perubahan Kedua Atas Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 agar dibuatkan perda.

Hanya saja dalam pembahasan, terjadi penundaan lantaran masih menunggu terbitnya permendag mikol yang baru.

“Pembahasan sempat tertunda tetapi pansus belum selesai untuk ranperda peredaran mikol. Karena menunggu aturan di pusat. Kalau aturan sudah ada dari pusat, langsung kami bisa lanjutkan,” terang politisi PDIP Badung ini.

Mengenai rencana pelegalan arak, dia pun sangat mendukung dan setuju. Karena ini sebagai bentuk apresiasi terhadap ekonomi lokal di Bali.

Namun, dalam regulasi kontrolnya harus jelas. Mulai dari proses pembuatan memenuhi standardisasi baik dari sanitasi, kadar alkohol, dan lainnya.

Selain itu bisa melibatkan instansi seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun instansi terkait.

“Setelah semua terpenuhi persyaratan nya, baru dikeluarkan izin edar arak atau tuak Bali dan kemudian harus juga dibuatkan branding-nya, ” ungkap anggota pansus mikol ini.

Lebih lanjut, saat ini penjual arak masih kucing-kucingan terhadap aparat terkait.  Nah, ketika sudah dilegalkan penjual arak tentu wajib memiliki izin edar sehingga tidak ada kekhawatiran terhadap penjual ataupun pengecer.

Karena di kemasan tersebut sudah jelas ada tercantum bahan yang digunakan, kadar alkohol dan batasan umur yang bisa mengonsumsi.

Selain itu, di Bali juga pola ritual tidak lepas terhadap arak, brem, dan juga tuak. Hal ini berkaitan terhadap ritual di Bali. “Setelah dilegalkan, wajib juga dilakukan pengawasan.  Sehingga kualitasnya tetap terjamin,” ungkapnya.

Pelegalan ini memang ada sisi plus minus.  “Sama dengan handphone misalnya. Dalam batas alat itu menguasai tentu merugikan.

Alkohol juga seperti itu. Karena bersifat adiktif tentu ada plus minus, ini kembali ke faktor manusianya, ” pungkasnya.

Di Klungkung juga mendapatkan tanggapan positif dari tokoh masyarakat Klungkung. Juga anggota DPRD Klungkung.

Pasalnya, dengan dilarangnya penjualan arak Bali selama ini, masyarakat Klungkung pada khususnya tampak mengonsumsi minuman keras impor yang tentunya malah menguntungkan bagi negara pengimpor.

Perbekel Paksebali, Putu Ariadi mengaku menyambut baik rencana gubernur itu. Sebab, pihaknya melihat dengan larangan penjualan dan konsumsi arak selama ini, warga Bali pada umumnya banyak yang mengonsumsi miras produksi luar negeri.

Dengan adanya rencana melegalkan arak ini, pihaknya melihat bahwa produsen arak akan terbantu. “Ini akan membantu masyarakat Bali yang selama ini memproduksi arak. Terutama warga di Karangasem,” ujarnya.

“Jadi, aturannya harus jelas. Dengan legalitas, masyarakat bisa mengonsumsi miras produksi lokal tanpa kucing-kucingan lagi. Selama ini dilarang tapi kan tetap ada yang memproduksi dan mengonsumsi.

Yang tidak dapat membeli, akhirnya mengonsumsi miras impor. Itu kan malah menguntungkan negara lain,” terang perbekel yang sedang naik daun berkat keberhasilannya mengelola potensi wisata yang ada di desanya ini.

Hal senada juga diungkapkan anggota DPRD Klungkung Sang Nyoman Putrayasa. Putrayasa menyambut baik rencana melegalkan arak itu lantaran dilihatnya ketika arak Bali dilarang saja masih ada yang membuat dan mengonsumsinya.

Bahkan, ketika masyarakat tidak mendapatkan arak dengan mudah, mereka bisa mendapatkan minuman keras yang lain. Seperti miras-miras impor dengan harga mahal.

“Dengan melegalkan arak Bali ini, saya berharap arak-arak yang nanti diproduksi dengan kadar alkohol sesuai standar. Tidak hanya bisa diperjualbelikan di Bali namun bisa jadi produk ekspor,” jelas politisi PDIP ini.

Hanya saja pihaknya melihat masih banyak masyarakat Bali yang tidak bijak dalam mengonsumsi miras. Untuk itu pihaknya berharap rencana melegalkan arak ini disertai adanya aturan-aturan yang jelas.

Keterangan senada juga disampaikan pengamat budaya Sugi Lanus. Pria yang intens mengamati minuman beralkohol ini menilai bahwa aturan rinci harus jelas.

Seperti areal untuk minum, kadar alkohol, dan pengawasan. “Jangan sampai nanti anak-anak muda malah minum sembarangan di trotoar,” tandasnya.

Gubernur Wayan Koster menggulirkan wacana melegalkan minuman beralkohol tradisional arak Bali. Kabar baik bagi perajin dan penikmat. Tapi, jalan untuk melegalkan minuman ini masih berliku.

 

UMUMNYA respons menyambut positif. Di kalangan DPRD Badung misalnya, kalangan dewan pun semringah.

Ini karena DPRD Badung juga telah merancang rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penataan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol (mikol) untuk melegalkan mikol tradisional Bali yakni tuak.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Badung I Nyoman Dirga Yusa mengatakan, DPRD Badung sebelumnya pernah mengusulkan perlindungan minuman beralkohol (mikol) atau minuman keras (miras) tradisional Bali, yakni tuak maupun arak.

Karena selama ini mikol tradisional Bali belum mendapat ruang. Belum leluasa seperti mikol impor. Macam Red Label, Black Label, Jack Daniels (Jack D), Chevas Regal, yang lebih mudah memesannya di hotel-hotel.

Padahal, miras tradisional Bali ini telah jadi ciri khas Bali. Wisatawan ke Bali, khususnya Badung, banyak yang mencari miras asli Bali.

“Mikol ini tetap akan kita atur. Kalau bisa mikol tradisional, seperti tuak agar diangkat gengsinya. Pada akhirnya hasil produksi tuak dari masyarakat kita bisa bersaing dengan mikol berlabel seperti bir,” tandas Dirga, Jumat lalu (30/11).

Sayang, pembahasan mikol tersebut masih ditunda. Karena menunggu terbitnya undang-undang minuman beralkohol dari pemerintah pusat yang tak kunjung kelar.

Padahal panitia khusus (pansus) telah bekerja dari tahun 2016. Ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-Dag/Per/1/2015 tentang Perubahan Kedua Atas Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 agar dibuatkan perda.

Hanya saja dalam pembahasan, terjadi penundaan lantaran masih menunggu terbitnya permendag mikol yang baru.

“Pembahasan sempat tertunda tetapi pansus belum selesai untuk ranperda peredaran mikol. Karena menunggu aturan di pusat. Kalau aturan sudah ada dari pusat, langsung kami bisa lanjutkan,” terang politisi PDIP Badung ini.

Mengenai rencana pelegalan arak, dia pun sangat mendukung dan setuju. Karena ini sebagai bentuk apresiasi terhadap ekonomi lokal di Bali.

Namun, dalam regulasi kontrolnya harus jelas. Mulai dari proses pembuatan memenuhi standardisasi baik dari sanitasi, kadar alkohol, dan lainnya.

Selain itu bisa melibatkan instansi seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun instansi terkait.

“Setelah semua terpenuhi persyaratan nya, baru dikeluarkan izin edar arak atau tuak Bali dan kemudian harus juga dibuatkan branding-nya, ” ungkap anggota pansus mikol ini.

Lebih lanjut, saat ini penjual arak masih kucing-kucingan terhadap aparat terkait.  Nah, ketika sudah dilegalkan penjual arak tentu wajib memiliki izin edar sehingga tidak ada kekhawatiran terhadap penjual ataupun pengecer.

Karena di kemasan tersebut sudah jelas ada tercantum bahan yang digunakan, kadar alkohol dan batasan umur yang bisa mengonsumsi.

Selain itu, di Bali juga pola ritual tidak lepas terhadap arak, brem, dan juga tuak. Hal ini berkaitan terhadap ritual di Bali. “Setelah dilegalkan, wajib juga dilakukan pengawasan.  Sehingga kualitasnya tetap terjamin,” ungkapnya.

Pelegalan ini memang ada sisi plus minus.  “Sama dengan handphone misalnya. Dalam batas alat itu menguasai tentu merugikan.

Alkohol juga seperti itu. Karena bersifat adiktif tentu ada plus minus, ini kembali ke faktor manusianya, ” pungkasnya.

Di Klungkung juga mendapatkan tanggapan positif dari tokoh masyarakat Klungkung. Juga anggota DPRD Klungkung.

Pasalnya, dengan dilarangnya penjualan arak Bali selama ini, masyarakat Klungkung pada khususnya tampak mengonsumsi minuman keras impor yang tentunya malah menguntungkan bagi negara pengimpor.

Perbekel Paksebali, Putu Ariadi mengaku menyambut baik rencana gubernur itu. Sebab, pihaknya melihat dengan larangan penjualan dan konsumsi arak selama ini, warga Bali pada umumnya banyak yang mengonsumsi miras produksi luar negeri.

Dengan adanya rencana melegalkan arak ini, pihaknya melihat bahwa produsen arak akan terbantu. “Ini akan membantu masyarakat Bali yang selama ini memproduksi arak. Terutama warga di Karangasem,” ujarnya.

“Jadi, aturannya harus jelas. Dengan legalitas, masyarakat bisa mengonsumsi miras produksi lokal tanpa kucing-kucingan lagi. Selama ini dilarang tapi kan tetap ada yang memproduksi dan mengonsumsi.

Yang tidak dapat membeli, akhirnya mengonsumsi miras impor. Itu kan malah menguntungkan negara lain,” terang perbekel yang sedang naik daun berkat keberhasilannya mengelola potensi wisata yang ada di desanya ini.

Hal senada juga diungkapkan anggota DPRD Klungkung Sang Nyoman Putrayasa. Putrayasa menyambut baik rencana melegalkan arak itu lantaran dilihatnya ketika arak Bali dilarang saja masih ada yang membuat dan mengonsumsinya.

Bahkan, ketika masyarakat tidak mendapatkan arak dengan mudah, mereka bisa mendapatkan minuman keras yang lain. Seperti miras-miras impor dengan harga mahal.

“Dengan melegalkan arak Bali ini, saya berharap arak-arak yang nanti diproduksi dengan kadar alkohol sesuai standar. Tidak hanya bisa diperjualbelikan di Bali namun bisa jadi produk ekspor,” jelas politisi PDIP ini.

Hanya saja pihaknya melihat masih banyak masyarakat Bali yang tidak bijak dalam mengonsumsi miras. Untuk itu pihaknya berharap rencana melegalkan arak ini disertai adanya aturan-aturan yang jelas.

Keterangan senada juga disampaikan pengamat budaya Sugi Lanus. Pria yang intens mengamati minuman beralkohol ini menilai bahwa aturan rinci harus jelas.

Seperti areal untuk minum, kadar alkohol, dan pengawasan. “Jangan sampai nanti anak-anak muda malah minum sembarangan di trotoar,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/