34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 14:52 PM WIB

I Made Suryananda Pramana: Masyarakat Lokal Tak Boleh Jadi “Penonton”

MANGUPURA – Bali, khususnya Kabupaten Badung mengandalkan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama.

Pendapatan asli daerah (PAD) Badung selama dua tahun berturut-turut, yakni Rp 4,17 triliun (2017) dan Rp 5,4 triliun (2018) tak lepas dari “suntikan” sektor pariwisata.

Meski demikian, bukan berarti Badung bebas masalah. Tercatat, Badung mengoleksi pengangguran sekitar 1.123 orang atau 0,32 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2017.

Tak dapat dipungkiri, manisnya “kue pariwisata” di Badung juga dominan dinikmati oleh para pengusaha luar Bali.

Fakta ini menjadi perenungan serius I Made Suryananda Pramana, 25, saat mengawali karier politiknya di Pemilu 2019.    

Caleg millennial yang mengemban tugas sebagai Ketua DPC Taruna Merah Putih Kabupaten Badung (2018-2023) itu menilai pertumbuhan sektor pariwisata, khususnya di Kabupaten Badung tidak selalu membawa dampak positif bagi masyarakat lokal.

Dalam beberapa kasus, muncul konflik sebagai dampak dari kompetisi antara pengusaha pendatang dengan masyarakat lokal.

Sumber daya manusia (SDM) lokal yang kurang memadai membuat mereka tergusur dan akhirnya jadi penonton di rumahnya sendiri.

“Bila masyarakat lokal tidak “disadarkan” untuk meningkatkan kualitas diri dan semangat berwirausaha serta permodalan mereka dijamin,

kita terancam hanya akan jadi penonton di rumah sendiri. Sumber modal dan keahlian untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata sangat penting.

Ini harus digarap dengan serius,” ucap Caleg DPRD Badung nomor urut 4 Partai PDI Perjuangan Dapil Kuta Utara itu, Rabu (10/4).

Agar pengembangan pariwisata tidak menempatkan masyarakat lokal dalam posisi marginal alias terpinggirkan, Suryananda menilai peningkatan dan pengembangan keterampilan harus dilakukan.

Dengan cara ini masyarakat lokal berpeluang menempati posisi strategis dalam perusahaan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan (berwirausaha) sehingga mampu meraup keuntungan lebih dari sektor pariwisata di Badung.

“Sungguh sangat disayangkan bila pundi-pundi uang yang dihasilkan sektor pariwisata tidak mengalir ke kantong-kantong masyarakat lokal hanya karena kalah bersaing

dengan pengusaha pendatang. Generasi muda Badung tentu tak boleh jadi penonton di rumah sendiri,” tegas alumnus Universitas Pelita Harapan Jakarta tahun 2016 itu.

Lewat Suryananda Foundation, dirinya berkomitmen mengajak generasi muda Kabupaten Badung untuk menjadi entrepreneur-entrepreneur andal.

Lebih lanjut, politisi muda Banteng Badung asal Jalan Batubolong 38, Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kuta Utara itu menyebut pembangunan infrastruktur menjadi faktor kunci dan prioritas dalam upaya pengembangan pariwisata Badung.

Suryananda khawatir kemacetan yang kian parah akibat tidak terkendalinya pertumbuhan kendaraan bermotor lambat laun akan “membunuh” pariwisata Bali.

Oleh karena itu, dirinya berpikir infrastruktur transportasi terintegrasi mutlak dibutuhkan Badung.

Dibuat senyaman dan seaman mungkin plus dengan harga terjangkau atau digratiskan sehingga masyarakat beralih menggunakan moda transportasi umum massal.

Di sisi lain, pajak kendaraan pribadi dinaikkan signifikan. “Saya pikir ini sangat penting diwujudkan. Saya tidak yakin para wisatawan mancanegara masih merasa nyaman atau betah tinggal di Bali.

Bila para wisatawan beralih ke negara atau provinsi lain tentu Bali akan mengalami kerugian yang tidak sedikit,” tegas putra I Made Sudiana, mantan Wakil Bupati Badung (2015). (rba)

MANGUPURA – Bali, khususnya Kabupaten Badung mengandalkan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama.

Pendapatan asli daerah (PAD) Badung selama dua tahun berturut-turut, yakni Rp 4,17 triliun (2017) dan Rp 5,4 triliun (2018) tak lepas dari “suntikan” sektor pariwisata.

Meski demikian, bukan berarti Badung bebas masalah. Tercatat, Badung mengoleksi pengangguran sekitar 1.123 orang atau 0,32 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2017.

Tak dapat dipungkiri, manisnya “kue pariwisata” di Badung juga dominan dinikmati oleh para pengusaha luar Bali.

Fakta ini menjadi perenungan serius I Made Suryananda Pramana, 25, saat mengawali karier politiknya di Pemilu 2019.    

Caleg millennial yang mengemban tugas sebagai Ketua DPC Taruna Merah Putih Kabupaten Badung (2018-2023) itu menilai pertumbuhan sektor pariwisata, khususnya di Kabupaten Badung tidak selalu membawa dampak positif bagi masyarakat lokal.

Dalam beberapa kasus, muncul konflik sebagai dampak dari kompetisi antara pengusaha pendatang dengan masyarakat lokal.

Sumber daya manusia (SDM) lokal yang kurang memadai membuat mereka tergusur dan akhirnya jadi penonton di rumahnya sendiri.

“Bila masyarakat lokal tidak “disadarkan” untuk meningkatkan kualitas diri dan semangat berwirausaha serta permodalan mereka dijamin,

kita terancam hanya akan jadi penonton di rumah sendiri. Sumber modal dan keahlian untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata sangat penting.

Ini harus digarap dengan serius,” ucap Caleg DPRD Badung nomor urut 4 Partai PDI Perjuangan Dapil Kuta Utara itu, Rabu (10/4).

Agar pengembangan pariwisata tidak menempatkan masyarakat lokal dalam posisi marginal alias terpinggirkan, Suryananda menilai peningkatan dan pengembangan keterampilan harus dilakukan.

Dengan cara ini masyarakat lokal berpeluang menempati posisi strategis dalam perusahaan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan (berwirausaha) sehingga mampu meraup keuntungan lebih dari sektor pariwisata di Badung.

“Sungguh sangat disayangkan bila pundi-pundi uang yang dihasilkan sektor pariwisata tidak mengalir ke kantong-kantong masyarakat lokal hanya karena kalah bersaing

dengan pengusaha pendatang. Generasi muda Badung tentu tak boleh jadi penonton di rumah sendiri,” tegas alumnus Universitas Pelita Harapan Jakarta tahun 2016 itu.

Lewat Suryananda Foundation, dirinya berkomitmen mengajak generasi muda Kabupaten Badung untuk menjadi entrepreneur-entrepreneur andal.

Lebih lanjut, politisi muda Banteng Badung asal Jalan Batubolong 38, Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kuta Utara itu menyebut pembangunan infrastruktur menjadi faktor kunci dan prioritas dalam upaya pengembangan pariwisata Badung.

Suryananda khawatir kemacetan yang kian parah akibat tidak terkendalinya pertumbuhan kendaraan bermotor lambat laun akan “membunuh” pariwisata Bali.

Oleh karena itu, dirinya berpikir infrastruktur transportasi terintegrasi mutlak dibutuhkan Badung.

Dibuat senyaman dan seaman mungkin plus dengan harga terjangkau atau digratiskan sehingga masyarakat beralih menggunakan moda transportasi umum massal.

Di sisi lain, pajak kendaraan pribadi dinaikkan signifikan. “Saya pikir ini sangat penting diwujudkan. Saya tidak yakin para wisatawan mancanegara masih merasa nyaman atau betah tinggal di Bali.

Bila para wisatawan beralih ke negara atau provinsi lain tentu Bali akan mengalami kerugian yang tidak sedikit,” tegas putra I Made Sudiana, mantan Wakil Bupati Badung (2015). (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/