29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:18 AM WIB

Bikin Kebun Pangan Desa, Pekerjakan Karyawan Perusahaan yang di PHK

Berbagai cara dilakukan agar bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. Di Desa Tembok, Tejakula seorang perbekel desa memanfaatkan

lahan warga yang tidak produktif untuk ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura. Untuk tenaga kerja, perbekel mengandeng para korban yang jadi korban PHK.

 

 

JULIADI, Tejakula

JAWA Pos Radar Bali memerlukan waktu sekitar satu setengah jam dari pusat Kota Singaraja untuk melihat secara langsung kebun pangan desa yang dibuat Perkebel Desa Tembok, Tejakula, Dewa Komang Yudi Astara.

Kebun itu berlokasi dibelakang kantor Desa Tembok persis di bekas lokasi pos penyekatan pelintas masuk wilayah Buleleng. 

Kendati Jawa Pos Radar Bali menempuh jarak puluhan kilometer, terbayar tuntas setelah melihat para karyawan perusahaan dan pekerja hotel yang di PHK akibat dampak pandemi Covid-19 bekerja di kebun tersebut.

Di kebun pangan desa seluas 40 are ditanami berbagai jenis sayuran. Mulai dari sayuran kangkung, terong, tomat, kacang panjang, sawi, cabe dan berbagai jenis sayuran.

Kesibukkan warga desa terlihat saat mereka menyiram tanaman, memetik sayuran dan pengolahan lahan pertanian.

“Saat ini sudah ada 35 warga yang bekerja di kebun pangan desa. Dan yang kami pekerjakan pada kebun pangan ini warga desa yang dulunya merantau ke Denpasar, namun di PHK,” ucap Perbekel Desa Tembok Dewa Komang Yudi Astara.

Menurut Dewa Yudi Astara, ditengah pandemi Covid-19 ada berbagai program desa yang sejatinya bisa dijalankan agar bisa masyarakat berdaya.

Salah satu program padat karya yang digagas adalah membuat kebun pangan desa. Tujuannya tentu saja agar warga desa tetap produktif di masa pandemi. 

Dewa Yudi mengatakan, ide awal membuat kebun pangan desa bukan tanpa sebab. Yakni karena melihat banyak lahan perkebunan warga yang tidak produktif.

Kemudian banyaknya masyarakat desa yang merantau ke Denpasar yang mencapai 95 persen. Namun karena pandemi Covid-19 mereka tidak bekerja lantaran di PHK oleh perusahaan.

Selain kebun pangan di desa agar dapat mencukupi kebutuhan pangan tanpa harus warga membeli kebutuhan setiap hari keluar dari desa. 

“Kebun pangan desa mulai berjalan sejak Maret lalu yang kini sudah mampu memperkerjakan puluhan warga desa,” ucap tutur pria berusia 34 tahun ini. 

Yang menarik dari kebun pangan adalah dari sisi pekerja, terutama dari sisi gaji. Warga desa yang bekerja diberikan gaji, tapi bukan dalam bentuk uang.

Melainkan bahan sembako seperti beras, minyak, telur, hasil sayuran dari kebun pangan dan voucher listrik. Jika diuangkan nilainya setara Rp 550 ribu setiap bulannya.  

“Ini sebenarnya yang membuat mereka mau bekerja di kebun pangan,” ungkapnya. Diakui Dewa Yudi Astara, yang paling berat diawal adalah menyadarkan warga untuk bekerja di sektor pertanian.

Karena dulu bekerja di perusahaan beralih ke pertanian tidak mudah. Pasti awalnya gengsi. Selain itu, gaji mereka. 

Namun perlahan-lahan mereka sadar bahwa mencari pekerjaan di tengah pandemic cukup sulit. Sehingga mereka mau bekerja apa saja.

“Kami pekerjakan warga yang sekitar tiga jam lebih setiap hari. Tidak bekerja seperti di perusahaan. Pagi dan sore hari saja,” tuturnya.

Untuk pembiayaan kebun pangan ini diambil dari anggaran padat karya desa dengan nilai Rp 375 juta. Tapi, sejak dibuat Maret lalu anggaran yang terserap baru Rp 85 juta dengan luas lahan secara keseluruhan kebun pangan desa 1,8 hektare.

“Kami juga akan membuka kebun pangan desa. Namun khusus untuk kebutuhan buah-buahan. Yakni akan ditanam bibit buah melon dan buah semangka,” pungkasnya.

Sementara itu, Nyoman Jenek Arta, 49, yang dulu bekerja sebagai sopir taksi di Bandara Ngurah Rai Denpasar mengatakan dirinya sangat terbantu dengan adanya kebun pangan desa yang dibuat oleh Perbekel Tembok. 

“Sudah empat bulan saya tidak bekerja. Namun dengan kebun pangan desa saya dapat bekerja kembali sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga,” ungkapnya.

Disinggung apakah akan kembali bekerja ke Denpasar jika kembali normal, diakui Arta, kemungkinan tidak.

Dia mengaku kini di desa sudah menyediakan apa saja yang dibutuhkan, apalagi rasa senang dapat berkumpul dengan keluarga setiap harinya. 

“Untuk sisi gaji sangat cukup. Kami selain uang juga diberikan bahan sembako dan sayuran hasil dari kebun sayur yang kami tanam,” pungkasnya.(*)

 

Berbagai cara dilakukan agar bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. Di Desa Tembok, Tejakula seorang perbekel desa memanfaatkan

lahan warga yang tidak produktif untuk ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura. Untuk tenaga kerja, perbekel mengandeng para korban yang jadi korban PHK.

 

 

JULIADI, Tejakula

JAWA Pos Radar Bali memerlukan waktu sekitar satu setengah jam dari pusat Kota Singaraja untuk melihat secara langsung kebun pangan desa yang dibuat Perkebel Desa Tembok, Tejakula, Dewa Komang Yudi Astara.

Kebun itu berlokasi dibelakang kantor Desa Tembok persis di bekas lokasi pos penyekatan pelintas masuk wilayah Buleleng. 

Kendati Jawa Pos Radar Bali menempuh jarak puluhan kilometer, terbayar tuntas setelah melihat para karyawan perusahaan dan pekerja hotel yang di PHK akibat dampak pandemi Covid-19 bekerja di kebun tersebut.

Di kebun pangan desa seluas 40 are ditanami berbagai jenis sayuran. Mulai dari sayuran kangkung, terong, tomat, kacang panjang, sawi, cabe dan berbagai jenis sayuran.

Kesibukkan warga desa terlihat saat mereka menyiram tanaman, memetik sayuran dan pengolahan lahan pertanian.

“Saat ini sudah ada 35 warga yang bekerja di kebun pangan desa. Dan yang kami pekerjakan pada kebun pangan ini warga desa yang dulunya merantau ke Denpasar, namun di PHK,” ucap Perbekel Desa Tembok Dewa Komang Yudi Astara.

Menurut Dewa Yudi Astara, ditengah pandemi Covid-19 ada berbagai program desa yang sejatinya bisa dijalankan agar bisa masyarakat berdaya.

Salah satu program padat karya yang digagas adalah membuat kebun pangan desa. Tujuannya tentu saja agar warga desa tetap produktif di masa pandemi. 

Dewa Yudi mengatakan, ide awal membuat kebun pangan desa bukan tanpa sebab. Yakni karena melihat banyak lahan perkebunan warga yang tidak produktif.

Kemudian banyaknya masyarakat desa yang merantau ke Denpasar yang mencapai 95 persen. Namun karena pandemi Covid-19 mereka tidak bekerja lantaran di PHK oleh perusahaan.

Selain kebun pangan di desa agar dapat mencukupi kebutuhan pangan tanpa harus warga membeli kebutuhan setiap hari keluar dari desa. 

“Kebun pangan desa mulai berjalan sejak Maret lalu yang kini sudah mampu memperkerjakan puluhan warga desa,” ucap tutur pria berusia 34 tahun ini. 

Yang menarik dari kebun pangan adalah dari sisi pekerja, terutama dari sisi gaji. Warga desa yang bekerja diberikan gaji, tapi bukan dalam bentuk uang.

Melainkan bahan sembako seperti beras, minyak, telur, hasil sayuran dari kebun pangan dan voucher listrik. Jika diuangkan nilainya setara Rp 550 ribu setiap bulannya.  

“Ini sebenarnya yang membuat mereka mau bekerja di kebun pangan,” ungkapnya. Diakui Dewa Yudi Astara, yang paling berat diawal adalah menyadarkan warga untuk bekerja di sektor pertanian.

Karena dulu bekerja di perusahaan beralih ke pertanian tidak mudah. Pasti awalnya gengsi. Selain itu, gaji mereka. 

Namun perlahan-lahan mereka sadar bahwa mencari pekerjaan di tengah pandemic cukup sulit. Sehingga mereka mau bekerja apa saja.

“Kami pekerjakan warga yang sekitar tiga jam lebih setiap hari. Tidak bekerja seperti di perusahaan. Pagi dan sore hari saja,” tuturnya.

Untuk pembiayaan kebun pangan ini diambil dari anggaran padat karya desa dengan nilai Rp 375 juta. Tapi, sejak dibuat Maret lalu anggaran yang terserap baru Rp 85 juta dengan luas lahan secara keseluruhan kebun pangan desa 1,8 hektare.

“Kami juga akan membuka kebun pangan desa. Namun khusus untuk kebutuhan buah-buahan. Yakni akan ditanam bibit buah melon dan buah semangka,” pungkasnya.

Sementara itu, Nyoman Jenek Arta, 49, yang dulu bekerja sebagai sopir taksi di Bandara Ngurah Rai Denpasar mengatakan dirinya sangat terbantu dengan adanya kebun pangan desa yang dibuat oleh Perbekel Tembok. 

“Sudah empat bulan saya tidak bekerja. Namun dengan kebun pangan desa saya dapat bekerja kembali sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga,” ungkapnya.

Disinggung apakah akan kembali bekerja ke Denpasar jika kembali normal, diakui Arta, kemungkinan tidak.

Dia mengaku kini di desa sudah menyediakan apa saja yang dibutuhkan, apalagi rasa senang dapat berkumpul dengan keluarga setiap harinya. 

“Untuk sisi gaji sangat cukup. Kami selain uang juga diberikan bahan sembako dan sayuran hasil dari kebun sayur yang kami tanam,” pungkasnya.(*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/