26.4 C
Jakarta
25 April 2024, 9:22 AM WIB

Waktu Hamil Rutin Kontrol, Kulit Mengelupas Hanya Diolesi Salep

Bayi pasangan Wayan Sutama-Ni Nengah Suparmi, Made Rendra Pratama, menanggung penyakit yang membuatnya tak bisa tenang.

Seluruh bagian kulit di tubuhnya terkelupas seperti bersisik. Kelopak mata bayi asal Banjar Bahel, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem itu juga sulit ditutup karena lengket.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUARA tangisan bayi keluar dari dalam kamar kos tanpa plafon di gang kecil di Banjar Tameng, Desa Sukawati, Jumat (14/9) kemarin.

Suara itu berasal dari suara bayi enam tahun. Saat koran ini mendatangi tempat kos dengan tembok warna pink itu, sang ibu langsung keluar kamar menggendong Rendra, bayi enam bulan.

Tangis bayi dengan kulit terkelupas di sekujur tubuhnya itu sempat terhenti saat dibawa duduk di teras kos. “Sejak dilahirkan, sampai enam bulan, begini saja kondisi anak kami,” ujar sang ibu, Ni Nengah Suparmi, memulai perbincangan dengan koran ini kemarin.

Dikatakan Suparmi, selain berserah diri kepada Tuhan, dia pun dengan telaten merawat putra keduanya itu. “Kuncinya harus sabar, telaten merawat,” ujar Suparmi, mencoba tegar akan situasi yang dia hadapi itu.

Diakui, bayi kelahiran 16 Maret 2017 itu memang kerap menangis. Tapi, setelah digendong atau diperhatikan, tangis kemudian berhenti lagi.

“Kalau waktu bayi sering nangis, sekarang dia ini sudah bisa garuk-garuk, mungkin dirasa gatal,” terangnya.

Sambil melihat lekukan kulit yang mengelupas, Suparmi menjelaskan jika bagian yang terkelupas hampir di seluruh tubuhnya. D

i badannya, seperti bersisik. Lalu di bagian kepalanya, terkelupas. Bagian telinganya menempel dengan kepala tidak seperti telinga orang normal.

Yang membuat miris, kulit yang terkelupas membuat kelopak matanya tidak bisa tertutup. “Kelopak mata seperti lengket, jadi mengedipkan mata saja susah ini. Kalau tidur mata masih terbuka. Yang tertutup hanya kulit mata di dalam saja,” terangnya.

Kondisi itu membuat mata di bagian bawah tampak merah. Diterangkan Suparmi, putranya itu kini sering menggaruk-garukkan badannya.

“Dia sudah bisa garuk-garuk sekarang, mungkin dirasa gatel,” ujarnya sedih. Rendra juga akan berteriak menangis apabila cuaca maupun memperoleh hawa panas.

“Kami tidak pernah jemur dia. Kalau kena panas, dia nangis, gatal. Kalau di dalam kamar panas, juga menangis,” jelasnya.

Oleh sebab itu, sang ibu yang telaten merawat Rendra rutin memandikan si buah hati tiga kali sehari. “Saya terus jaga supaya kulitnya terus lembab, kasihan dia panas sedikit menangis,” ungkapnya.

Mengenai perawatan bayinya, dulu saat baru dilahirkan, hampir setiap hari ke dokter. “Lalu lama-lama seminggu sekali, dua minggu sekali. Kalau sekarang sudah tiga bulan sekali kami ke dokter. Hampir tidak pernah sekarang cek,” ungkapnya.

Selama ditangani dokter, si bayi mungil itu hanya diberikan salep saja. “Terus diolesi salep,” jelasnya. Perawatan sehari-hari rupanya mau membuahkan hasil. Bagian kedua pipinya mulai mulus seperti bayi normal. “Mudah-mudahan bagian lainnya bisa normal juga,” pintanya penuh harap.

Untuk perawatan bayi, beruntung, orang tua si bayi yang mengandalkan uang dari hasil membuat kerajinan perak itu dibantu oleh yayasan sosial.

“Ada yayasan yang membantu. Biaya ditanggung, saya berterima kasih,” tandasnya. Walaupun kerap rewel, tapi untuk urusan makan dan minum, tidak ada masalah.

Rendra setiap hari diberikan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan seperti bubur yang telah dihaluskan. “Makan minum syukur mau,” jelasnya.

Disinggung mengenai firasat maupun gejala sebelum melahirkan, Suparmi mengaku tidak ada masalah sama sekali.

“Dulu waktu hamil, rutin kontrol. USG dicek tidak ada masalah. Ternyata saat lahir jadi begini,” ujarnya.

Ibu 27 tahun itu mengaku, saat memeriksakan putranya ke dokter, diperkirakan ada kelainan genetik.

“Kemungkinan ada generasi sebelumnya yang juga mengidap begini, begitu kata dokternya,” tukasnya.

Sementara itu, sang ayah, Wayan Sutama, 35, mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait kondisi putranya itu.

“Ya tetap kami rawat sebisa mungkin. Semoga bisa sembuh normal. Saya terus berdoa,” harapnya.

Mengandalkan pasuh kerajinan perak, dia pun berjuang membesarkan putra kedua dan putri pertamanya, Putu Tania Aprilia, 4. “Tapi sekarang orderan lagi sepi, tapi saya tetap berusaha,” ujarnya optimistis.

Bayi pasangan Wayan Sutama-Ni Nengah Suparmi, Made Rendra Pratama, menanggung penyakit yang membuatnya tak bisa tenang.

Seluruh bagian kulit di tubuhnya terkelupas seperti bersisik. Kelopak mata bayi asal Banjar Bahel, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem itu juga sulit ditutup karena lengket.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUARA tangisan bayi keluar dari dalam kamar kos tanpa plafon di gang kecil di Banjar Tameng, Desa Sukawati, Jumat (14/9) kemarin.

Suara itu berasal dari suara bayi enam tahun. Saat koran ini mendatangi tempat kos dengan tembok warna pink itu, sang ibu langsung keluar kamar menggendong Rendra, bayi enam bulan.

Tangis bayi dengan kulit terkelupas di sekujur tubuhnya itu sempat terhenti saat dibawa duduk di teras kos. “Sejak dilahirkan, sampai enam bulan, begini saja kondisi anak kami,” ujar sang ibu, Ni Nengah Suparmi, memulai perbincangan dengan koran ini kemarin.

Dikatakan Suparmi, selain berserah diri kepada Tuhan, dia pun dengan telaten merawat putra keduanya itu. “Kuncinya harus sabar, telaten merawat,” ujar Suparmi, mencoba tegar akan situasi yang dia hadapi itu.

Diakui, bayi kelahiran 16 Maret 2017 itu memang kerap menangis. Tapi, setelah digendong atau diperhatikan, tangis kemudian berhenti lagi.

“Kalau waktu bayi sering nangis, sekarang dia ini sudah bisa garuk-garuk, mungkin dirasa gatal,” terangnya.

Sambil melihat lekukan kulit yang mengelupas, Suparmi menjelaskan jika bagian yang terkelupas hampir di seluruh tubuhnya. D

i badannya, seperti bersisik. Lalu di bagian kepalanya, terkelupas. Bagian telinganya menempel dengan kepala tidak seperti telinga orang normal.

Yang membuat miris, kulit yang terkelupas membuat kelopak matanya tidak bisa tertutup. “Kelopak mata seperti lengket, jadi mengedipkan mata saja susah ini. Kalau tidur mata masih terbuka. Yang tertutup hanya kulit mata di dalam saja,” terangnya.

Kondisi itu membuat mata di bagian bawah tampak merah. Diterangkan Suparmi, putranya itu kini sering menggaruk-garukkan badannya.

“Dia sudah bisa garuk-garuk sekarang, mungkin dirasa gatel,” ujarnya sedih. Rendra juga akan berteriak menangis apabila cuaca maupun memperoleh hawa panas.

“Kami tidak pernah jemur dia. Kalau kena panas, dia nangis, gatal. Kalau di dalam kamar panas, juga menangis,” jelasnya.

Oleh sebab itu, sang ibu yang telaten merawat Rendra rutin memandikan si buah hati tiga kali sehari. “Saya terus jaga supaya kulitnya terus lembab, kasihan dia panas sedikit menangis,” ungkapnya.

Mengenai perawatan bayinya, dulu saat baru dilahirkan, hampir setiap hari ke dokter. “Lalu lama-lama seminggu sekali, dua minggu sekali. Kalau sekarang sudah tiga bulan sekali kami ke dokter. Hampir tidak pernah sekarang cek,” ungkapnya.

Selama ditangani dokter, si bayi mungil itu hanya diberikan salep saja. “Terus diolesi salep,” jelasnya. Perawatan sehari-hari rupanya mau membuahkan hasil. Bagian kedua pipinya mulai mulus seperti bayi normal. “Mudah-mudahan bagian lainnya bisa normal juga,” pintanya penuh harap.

Untuk perawatan bayi, beruntung, orang tua si bayi yang mengandalkan uang dari hasil membuat kerajinan perak itu dibantu oleh yayasan sosial.

“Ada yayasan yang membantu. Biaya ditanggung, saya berterima kasih,” tandasnya. Walaupun kerap rewel, tapi untuk urusan makan dan minum, tidak ada masalah.

Rendra setiap hari diberikan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan seperti bubur yang telah dihaluskan. “Makan minum syukur mau,” jelasnya.

Disinggung mengenai firasat maupun gejala sebelum melahirkan, Suparmi mengaku tidak ada masalah sama sekali.

“Dulu waktu hamil, rutin kontrol. USG dicek tidak ada masalah. Ternyata saat lahir jadi begini,” ujarnya.

Ibu 27 tahun itu mengaku, saat memeriksakan putranya ke dokter, diperkirakan ada kelainan genetik.

“Kemungkinan ada generasi sebelumnya yang juga mengidap begini, begitu kata dokternya,” tukasnya.

Sementara itu, sang ayah, Wayan Sutama, 35, mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait kondisi putranya itu.

“Ya tetap kami rawat sebisa mungkin. Semoga bisa sembuh normal. Saya terus berdoa,” harapnya.

Mengandalkan pasuh kerajinan perak, dia pun berjuang membesarkan putra kedua dan putri pertamanya, Putu Tania Aprilia, 4. “Tapi sekarang orderan lagi sepi, tapi saya tetap berusaha,” ujarnya optimistis.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/