31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:01 AM WIB

Belum Punya Tanah, Istri & Anak Tidur Satu Ranjang, Ayah Rela Dilantai

Harapan Nyoman Kariada, 48, untuk memiliki rumah layak huni masih belum bisa terwujud. Meski pihak desa sudah sempat mengusulkan untuk mendapat bedah rumah,

namun karena keluarga miskin itu tidak memiliki tanah sendiri maka bedah rumah belum bisa diterima. Seperti apa?

 

ANOM SUARDANA, Negara

SAMPAI saat ini Nyoman Kariada belum juga mendapat bantuan bedah rumah. Karena itu, Kariada dan keluarganya yang tinggal

di Banjar Kaleran, Yehembang, Mendoyo, harus tetap tinggal di rumah yang lebih tepat di sebut gubuk gubuk reyot milik orang lain.

Gubuk itu sudah ditempatinya sejak empat tahun lalu. Di gubuk reyot berukuran sekitar 3 X 4 meter beratap genteng dengan dinding gedek yang sudah bolong-bolong itu mereka tinggal berenam.

Selain Kariada dan istrinya Ni Wayan Sritami, 41, tiga orang anaknya tinggal bersama. Karena hanya memiliki satu tempat tidur dengan kasur pemberian warga, Kariada terpaksa tidur di lantai beralas spanduk bekas.

Sementara istri dan ketiga anaknya tidur berdesakan di kasur itu. Untuk mandi mereka terpaksa menumpang di tetangganya.

“Mau bagimana yang kami punya hanya gubuk ini. Terpaksa saya yang mengalah tidur di lantai. Syukur saya masih tetap sehat,” ujar Kariada.

Menurut penuturan Kariada yang sehari-hari sebagai buruh serabutan serta pande besi membuat berbagai perabotan rumah tangga itu, dia memiliki empat orang anak.

Anak pertamanya Pande Putu Ayu Puspa Widyantari sudah bekerja sebagai theraphist di Denpasar. Sementara tiga anaknya lagi masih bersekolah.

Sebelum tinggal di gubuk reot itu, Kariada bersama keluarganya hidup berpindah-pindah (nomaden) di lahan milik orang lain.

Dengan penghasilan yang pas-pasan, Kariada belum bisa untuk membeli tanah maupun membangun rumah yang lebih layak.

“Penghasilan saya juga tidak menentu. Saya sebenarnya membuat pisau namun pasaran sepi. Apalagi sebagai pande harus punya prapen (tempat untuk membuat pisau dan lainnya) dan harus punya tanah sendiri,” jelasnya.

Meski hidup di belit kemiskinan, namun Kariada tetap berusaha untuk bisa memberi makan keluarga dan membiayai anak-anak sampai tamat SMK/SMA.

“Saya ingin anak-anak bisa kuliah, itu tujuan saya. Anak saya yang paling besar pernah saya minta kuliah di Akademi Pariwisata Jembrana, namun dia tidak mau dan ingin bekerja.

Adiknya yang kedua juga tidak mau kuliah. Saya ingin semua anak saya berpendidikan tidak seperti saya yang hanya tamat SD,” ungkapnya.

Nyoman Kariada berharap bisa memiliki  lahan meski hanya satu atau dua are sehingga bisa mendapatkan bedah rumah dan membuat prapen.

“Selama ini kami sering di survei petugas namun hingga kini belum dapat bedah rumah karena memang belum punya lahan sendiri. Semoga saja kami bisa hidup lebih layak,” harapnya.

Anak-anak Kariada yang hidup dalam keterbatasan ekonomi juga tekun belajar. Bahkan anak ketiganya, Pande Komang Ayu Putri Widyaningsih yang duduk di bangku kelas 2 SD bisa berprestasi dan sering meraih rangking di kelasnya.

Kariada sangat berharap bisa memiliki rumah yang layak untuk keluarganya danprapen untuk membuat kerajinan.

“Kami memang sudah mendapat bantuan keluarga harapan. Untuk berobat  kami sudah punya KIS. Hanya anak yang belum punya KIS.

Kami ingin punya lahan meski hanya satu atau dua are sehingga bisa mendapat bedah rumah dan membuat prapen.

Selama ini kami sering di survey namun belum dapat bedah rumah karena belum punya lahan sendiri,” ungkapnya.

Sritami istri Kariada yang kini sakit-sakitan tetap berusaha membantu suaminya agar bisa membeli beras dan keperluan sehari-hari dengan membuat jejahitan untuk dijual.

Hasilnya meski hanya Rp. 10 ribu sehari dan tidak menentu namun pekerjaan itu tetap dilakoni. “Saya pernah pendarahan dan sekarang sering tiba-tiba tensi naik dan tiba-tiba turun,” ucapnya.

Sementara Perbekel Yehembang, Made Semadi ketika dikonfirmasi mengatakan keluarga Nyoman Kariada yang amsuk KK miskin sudah pernah disusulkan mendapat bantuan bedah rumah sekitar dua tahun lalu.

“Tetapi belum bisa mendapat bantuan bedah rumah karena belum memiliki lahan sendiri seperti salah satu persayaratannya,” ungkapnya. (*)

 

Harapan Nyoman Kariada, 48, untuk memiliki rumah layak huni masih belum bisa terwujud. Meski pihak desa sudah sempat mengusulkan untuk mendapat bedah rumah,

namun karena keluarga miskin itu tidak memiliki tanah sendiri maka bedah rumah belum bisa diterima. Seperti apa?

 

ANOM SUARDANA, Negara

SAMPAI saat ini Nyoman Kariada belum juga mendapat bantuan bedah rumah. Karena itu, Kariada dan keluarganya yang tinggal

di Banjar Kaleran, Yehembang, Mendoyo, harus tetap tinggal di rumah yang lebih tepat di sebut gubuk gubuk reyot milik orang lain.

Gubuk itu sudah ditempatinya sejak empat tahun lalu. Di gubuk reyot berukuran sekitar 3 X 4 meter beratap genteng dengan dinding gedek yang sudah bolong-bolong itu mereka tinggal berenam.

Selain Kariada dan istrinya Ni Wayan Sritami, 41, tiga orang anaknya tinggal bersama. Karena hanya memiliki satu tempat tidur dengan kasur pemberian warga, Kariada terpaksa tidur di lantai beralas spanduk bekas.

Sementara istri dan ketiga anaknya tidur berdesakan di kasur itu. Untuk mandi mereka terpaksa menumpang di tetangganya.

“Mau bagimana yang kami punya hanya gubuk ini. Terpaksa saya yang mengalah tidur di lantai. Syukur saya masih tetap sehat,” ujar Kariada.

Menurut penuturan Kariada yang sehari-hari sebagai buruh serabutan serta pande besi membuat berbagai perabotan rumah tangga itu, dia memiliki empat orang anak.

Anak pertamanya Pande Putu Ayu Puspa Widyantari sudah bekerja sebagai theraphist di Denpasar. Sementara tiga anaknya lagi masih bersekolah.

Sebelum tinggal di gubuk reot itu, Kariada bersama keluarganya hidup berpindah-pindah (nomaden) di lahan milik orang lain.

Dengan penghasilan yang pas-pasan, Kariada belum bisa untuk membeli tanah maupun membangun rumah yang lebih layak.

“Penghasilan saya juga tidak menentu. Saya sebenarnya membuat pisau namun pasaran sepi. Apalagi sebagai pande harus punya prapen (tempat untuk membuat pisau dan lainnya) dan harus punya tanah sendiri,” jelasnya.

Meski hidup di belit kemiskinan, namun Kariada tetap berusaha untuk bisa memberi makan keluarga dan membiayai anak-anak sampai tamat SMK/SMA.

“Saya ingin anak-anak bisa kuliah, itu tujuan saya. Anak saya yang paling besar pernah saya minta kuliah di Akademi Pariwisata Jembrana, namun dia tidak mau dan ingin bekerja.

Adiknya yang kedua juga tidak mau kuliah. Saya ingin semua anak saya berpendidikan tidak seperti saya yang hanya tamat SD,” ungkapnya.

Nyoman Kariada berharap bisa memiliki  lahan meski hanya satu atau dua are sehingga bisa mendapatkan bedah rumah dan membuat prapen.

“Selama ini kami sering di survei petugas namun hingga kini belum dapat bedah rumah karena memang belum punya lahan sendiri. Semoga saja kami bisa hidup lebih layak,” harapnya.

Anak-anak Kariada yang hidup dalam keterbatasan ekonomi juga tekun belajar. Bahkan anak ketiganya, Pande Komang Ayu Putri Widyaningsih yang duduk di bangku kelas 2 SD bisa berprestasi dan sering meraih rangking di kelasnya.

Kariada sangat berharap bisa memiliki rumah yang layak untuk keluarganya danprapen untuk membuat kerajinan.

“Kami memang sudah mendapat bantuan keluarga harapan. Untuk berobat  kami sudah punya KIS. Hanya anak yang belum punya KIS.

Kami ingin punya lahan meski hanya satu atau dua are sehingga bisa mendapat bedah rumah dan membuat prapen.

Selama ini kami sering di survey namun belum dapat bedah rumah karena belum punya lahan sendiri,” ungkapnya.

Sritami istri Kariada yang kini sakit-sakitan tetap berusaha membantu suaminya agar bisa membeli beras dan keperluan sehari-hari dengan membuat jejahitan untuk dijual.

Hasilnya meski hanya Rp. 10 ribu sehari dan tidak menentu namun pekerjaan itu tetap dilakoni. “Saya pernah pendarahan dan sekarang sering tiba-tiba tensi naik dan tiba-tiba turun,” ucapnya.

Sementara Perbekel Yehembang, Made Semadi ketika dikonfirmasi mengatakan keluarga Nyoman Kariada yang amsuk KK miskin sudah pernah disusulkan mendapat bantuan bedah rumah sekitar dua tahun lalu.

“Tetapi belum bisa mendapat bantuan bedah rumah karena belum memiliki lahan sendiri seperti salah satu persayaratannya,” ungkapnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/