27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:52 AM WIB

Trauma Ditahan Di Lapas Kerobokan, Berharap Blokir Rekeningnya Dibuka

Sekitar empat bulan menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, I Wayan Rubah akhirnya sampai pada tahap putusan.

Meski dinyatakan bersalah dan diganjar empat bulan penjara, Rubah langsung bebas. Rubah pun tak henti memanjatkan syukur.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

SEPERTI biasa, saat menghadiri persidangan Rubah selalu dipapah ponakannya yang bernama I Wayan Yasa, 50. Ini karena Rubah yang sudah tak mampu jalan sendiri.

Pendengarannya juga sudah tidak normal. Yasa berperan sebagai penyambung ketika Rubah ditanya majelis hakim, dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali.

“Pak Wayan, sehat hari ini?” tanya ketua majelis hakim Angeliky Handajani Day, memulai persidangan. Rubah hanya bengong saja. Hakim yang akrab disapa Kiki itu kembali mengulang pertanyaannya.

“Pak Wayan sehat? Kalau Pak Wayan tidak sehat, putusannya tidak saya bacakan ini,” kata Kiki. Rubah tetap bengong tak merespons.

Sampai akhirnya Yasa yang duduk di sebelahnya berbicara keras mengulangi pertanyaan hakim. Setelah itu barulah Rubah manggut-manggut. “Sehat, Yang Mulia,” ujar Yasa.

Hakim mengganjar Rubah dengan pidana penjara selama empat bulan dikurangi selama berada dalam tahanan sementara.

Rubah dinyatakan terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan lebih, lebih, dan lebih subsider (dakwaan subsider keempat).

Yakni, perbuatan pidana korupsi sebagaimana Pasal 13 Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dakwaan pertama, kedua, dan ketiga dinyatakan tak terbukti.

Putusan hakim menjatuhkan penjara empat bulan itu lebih ringan dua bulan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut enam bulan penjara.

Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta. Bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti tiga bulan penjara.

Hakim sendiri menjatuhkan hukuman di bawah tuntutan JPU karena alasan kemanusiaan. “Selain sudah tua, terdakwa juga sakit-sakitan,” beber hakim Kiki. 

Dengan putusan tersebut, usai menjalani sidang, Rubah langsung bebas. Karena masa penahanannya, baik di Lapas Kerobokan selama dua bulan serta tahanan kota selama enam bulan sudah melebihi putusan yang ditetapkan hakim.

 “Pak Wayan, Anda dihukum empat bulan dikurangi tahanan yang sudah bapak jalani. Bapak bebas. Tapi, Pak Wayan harus bayar denda Rp 50 juta. Kalau tidak bayar, masuk penjara tiga bulan,” terang hakim Kiki.

JPU yang diwakili Wayan Suardi menerima putusan tersebut. Begitu juga dengan pihak terdakwa yang diwakili pengacaranya, Ida Bagus Ngurah Darmika, menyatakan sikap yang sama.

Usai sidang, dengan dituntun ponakannya Rubah langsung menyampaikan terima kasih. Rubah menyalami majelis hakim, jaksa, dan pengacaranya.

Setelah sidang, Rubah tampak gemetar. Saat ditanya Jawa Pos Radar Bali tentang perasannya, Rubah diam saja. “Kenken (bagaimana) perasaan Pak setelah bebas?” kata Darmika mempertegas pertanyaan Jawa Pos Radar Bali.

Setelah itu barulah Rubah menjawab. “Saya senang,” ucapnya dengan bibir gemetar. Namun, Rubah mengaku masih dihantui ketakutan.

Maklum, dia pernah menghuni Lapas Kelas IIA Kerobokan selama dua bulan. Selama di dalam sel itulah Rubah sempat jatuh di kamar mandi dan lehernya sakit.

Trauma itu yang masih membekas di benaknya. “Takut saya masuk ke sana lagi (Lapas Kelas IIA Kerobokan). Ini (leher) saya sampai sekarang sakit,” imbuhnya sambil memegangi leher.

Rubah berharap setelah bebas dari kasus ini bisa menerima gaji pensiunannya sebagai pegawai Angkasa Pura.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, rekeningnya diblokir sehingga gajinya tidak bisa diterima. “Rekening saya diblokir Polda sejak April,” ungkap bapak enam anak itu. 

Sejak 1952 Rubah bekerja di Angkasa Pura bertugas sebagai pemadam kebakaran. Selama 38 tahun Rubah bekerja di Angkasa Pura.

Saat itu Bandara Ngurah Rai, Tuban, belum semegah seperti sekarang.  “Ijazah saya SR (Sekolah Rakyat). Pensiunan saya Rp 3 juta.

Sebenarnya umur saya 89, tapi waktu itu ditarik (dimudakan) lima tahun saat bekerja di Angkasa Pura,” imbuh kakek yang sudah memiliki sepuluh buyut itu.

Rubah sangat berharap rekeningnya bisa kembali dibuka, sehingga bisa untuk membiayai hidupnya.

Sementara itu, Darmika menyebutkan setelah sidang ini pihaknya akan berkoordinasi dengan keluarga kliennya agar paling lambat seminggu setelah sidang kemarin membayar denda Rp 50 juta yang ditetapkan hakim.

“Kami usahakan denda Rp 50 juta itu bisa dibayar. Saya akan ajag rembug keluarga, biar Bapak (Rubah) tidak masuk (penjara) lagi,” terang Darmika.

Sebagaimana dibeberkan dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa Wayan Rubah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura menggunakan jasa pengurusan tanah kepada seorang calo almarhum I Gede Putu Wibawajaya (meninggal pada 6 September 2017).

Pengurusan tanah melalui jasa Wibawajaya itu dilakukan dengan menggunakan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014.

Dengan surat kuasa itu, terdakwa meminta untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah pada obyek tanah itu yang sesungguhnya sebagian dari Tahura.

Selanjutnya, berbekal Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah Buku Penetapan Huruf C Nomor 216, alamat di Banjar Pararudan Desa Jimbaran,

tanggal 1 Maret 1976 dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Nomor 51.03.050.004.004-013.0 dengan luas 847 meter persegi atas nama terdakwa.

Selanjutnya terdakwa menunjukkan tanah Tahura tersebut seolah miliknya.

Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 4.860.000.000. Nilai kerugian itu sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali.

Namun, tanah yang menjadi objek perkara itu sudah diambil negara, sehingga kerugian negara tidak ada.

 

 

Sekitar empat bulan menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, I Wayan Rubah akhirnya sampai pada tahap putusan.

Meski dinyatakan bersalah dan diganjar empat bulan penjara, Rubah langsung bebas. Rubah pun tak henti memanjatkan syukur.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

SEPERTI biasa, saat menghadiri persidangan Rubah selalu dipapah ponakannya yang bernama I Wayan Yasa, 50. Ini karena Rubah yang sudah tak mampu jalan sendiri.

Pendengarannya juga sudah tidak normal. Yasa berperan sebagai penyambung ketika Rubah ditanya majelis hakim, dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali.

“Pak Wayan, sehat hari ini?” tanya ketua majelis hakim Angeliky Handajani Day, memulai persidangan. Rubah hanya bengong saja. Hakim yang akrab disapa Kiki itu kembali mengulang pertanyaannya.

“Pak Wayan sehat? Kalau Pak Wayan tidak sehat, putusannya tidak saya bacakan ini,” kata Kiki. Rubah tetap bengong tak merespons.

Sampai akhirnya Yasa yang duduk di sebelahnya berbicara keras mengulangi pertanyaan hakim. Setelah itu barulah Rubah manggut-manggut. “Sehat, Yang Mulia,” ujar Yasa.

Hakim mengganjar Rubah dengan pidana penjara selama empat bulan dikurangi selama berada dalam tahanan sementara.

Rubah dinyatakan terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan lebih, lebih, dan lebih subsider (dakwaan subsider keempat).

Yakni, perbuatan pidana korupsi sebagaimana Pasal 13 Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dakwaan pertama, kedua, dan ketiga dinyatakan tak terbukti.

Putusan hakim menjatuhkan penjara empat bulan itu lebih ringan dua bulan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut enam bulan penjara.

Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta. Bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti tiga bulan penjara.

Hakim sendiri menjatuhkan hukuman di bawah tuntutan JPU karena alasan kemanusiaan. “Selain sudah tua, terdakwa juga sakit-sakitan,” beber hakim Kiki. 

Dengan putusan tersebut, usai menjalani sidang, Rubah langsung bebas. Karena masa penahanannya, baik di Lapas Kerobokan selama dua bulan serta tahanan kota selama enam bulan sudah melebihi putusan yang ditetapkan hakim.

 “Pak Wayan, Anda dihukum empat bulan dikurangi tahanan yang sudah bapak jalani. Bapak bebas. Tapi, Pak Wayan harus bayar denda Rp 50 juta. Kalau tidak bayar, masuk penjara tiga bulan,” terang hakim Kiki.

JPU yang diwakili Wayan Suardi menerima putusan tersebut. Begitu juga dengan pihak terdakwa yang diwakili pengacaranya, Ida Bagus Ngurah Darmika, menyatakan sikap yang sama.

Usai sidang, dengan dituntun ponakannya Rubah langsung menyampaikan terima kasih. Rubah menyalami majelis hakim, jaksa, dan pengacaranya.

Setelah sidang, Rubah tampak gemetar. Saat ditanya Jawa Pos Radar Bali tentang perasannya, Rubah diam saja. “Kenken (bagaimana) perasaan Pak setelah bebas?” kata Darmika mempertegas pertanyaan Jawa Pos Radar Bali.

Setelah itu barulah Rubah menjawab. “Saya senang,” ucapnya dengan bibir gemetar. Namun, Rubah mengaku masih dihantui ketakutan.

Maklum, dia pernah menghuni Lapas Kelas IIA Kerobokan selama dua bulan. Selama di dalam sel itulah Rubah sempat jatuh di kamar mandi dan lehernya sakit.

Trauma itu yang masih membekas di benaknya. “Takut saya masuk ke sana lagi (Lapas Kelas IIA Kerobokan). Ini (leher) saya sampai sekarang sakit,” imbuhnya sambil memegangi leher.

Rubah berharap setelah bebas dari kasus ini bisa menerima gaji pensiunannya sebagai pegawai Angkasa Pura.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, rekeningnya diblokir sehingga gajinya tidak bisa diterima. “Rekening saya diblokir Polda sejak April,” ungkap bapak enam anak itu. 

Sejak 1952 Rubah bekerja di Angkasa Pura bertugas sebagai pemadam kebakaran. Selama 38 tahun Rubah bekerja di Angkasa Pura.

Saat itu Bandara Ngurah Rai, Tuban, belum semegah seperti sekarang.  “Ijazah saya SR (Sekolah Rakyat). Pensiunan saya Rp 3 juta.

Sebenarnya umur saya 89, tapi waktu itu ditarik (dimudakan) lima tahun saat bekerja di Angkasa Pura,” imbuh kakek yang sudah memiliki sepuluh buyut itu.

Rubah sangat berharap rekeningnya bisa kembali dibuka, sehingga bisa untuk membiayai hidupnya.

Sementara itu, Darmika menyebutkan setelah sidang ini pihaknya akan berkoordinasi dengan keluarga kliennya agar paling lambat seminggu setelah sidang kemarin membayar denda Rp 50 juta yang ditetapkan hakim.

“Kami usahakan denda Rp 50 juta itu bisa dibayar. Saya akan ajag rembug keluarga, biar Bapak (Rubah) tidak masuk (penjara) lagi,” terang Darmika.

Sebagaimana dibeberkan dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa Wayan Rubah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura menggunakan jasa pengurusan tanah kepada seorang calo almarhum I Gede Putu Wibawajaya (meninggal pada 6 September 2017).

Pengurusan tanah melalui jasa Wibawajaya itu dilakukan dengan menggunakan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014.

Dengan surat kuasa itu, terdakwa meminta untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah pada obyek tanah itu yang sesungguhnya sebagian dari Tahura.

Selanjutnya, berbekal Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah Buku Penetapan Huruf C Nomor 216, alamat di Banjar Pararudan Desa Jimbaran,

tanggal 1 Maret 1976 dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Nomor 51.03.050.004.004-013.0 dengan luas 847 meter persegi atas nama terdakwa.

Selanjutnya terdakwa menunjukkan tanah Tahura tersebut seolah miliknya.

Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 4.860.000.000. Nilai kerugian itu sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali.

Namun, tanah yang menjadi objek perkara itu sudah diambil negara, sehingga kerugian negara tidak ada.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/