31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:17 AM WIB

Kini Hidup Mandiri, Andalkan Produk Jamu, Kerajinan Tangan, dan Tenun

Hingga sekarang sebutan kolok (bisu dan tuli) bagi warga Desa Bengkala, Kubutambahan, Buleleng masih melekat. Seiring berjalannya waktu desa tersebut mengalami banyak perubahan.

Mereka kini bisa hidup mandiri; bukan hanya sebatas sebagai petani, tapi juga mampu memproduksi produk olahan kerajinan tangan dan tenun. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Singaraja

NAMA Desa Bengkala yang masuk wilayah Kecamatan Kubutambahan mungkin sudah tak asing lagi bagi masyarakat Bali.

Pasalnya, sejak dulu hingga sekarang desa itu masih dihuni 43 warga penyandang tunarungu yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Sabtu (26/10) kemarin Jawa Pos Radar Bali diundang untuk mengikuti puncak acara peringatan hari tuli sedunia (world deaf day) yang dipusatkan di lapangan umum Desa Bengkala.

Menuju Desa Bengkala harus menempuh waktu sekitar 30 menit lebih dari pusat Kota Singaraja. Tepat pukul 10.00 pagi acara tersebut berlangsung.

Di lokasi acara world deaf day yang mengusung tema “Kita Semua Setara” berbagai stand-stand dibuka dengan memamerkan hasil karya dari kaum penyandang tunarungu warga Desa Bengkala.

Mulai dari produk olahan minuman dan makanan. Kemudian kerajinan tangan hingga tenun kain endek karya penderita gangguan panca indera.

Peringatan world deaf day tersebut digelar selama satu hari penuh yang mendapat dukungan penuh Pemerintah Desa Bengkala dan Pertamina Group.

Karena Desa Bengkala sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) yang merupakan kawasan binaan CSR Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai, Denpasar.

Salah satu tokoh desa yang juga selaku Ketua BPD Desa Bengkala Ketut Darta mengungkapkan, ada perbandingan kualitas hidup yang terjadi pada masyarakat desa Bengkala khusus pada warga Bengkala sebagai penyandang tunarungu.

Kualitas hidup penyandang tunarungu (kolok) jauh lebih meningkat atau mengalami perubahan dibandingkan 10 tahun terakhir dulunya.

Itu terjadi sejak ada program dari Forum Layanan Iptek Bagi Masyarakat (FLIPMAS) Ngayah Bali yang dilakukan oleh Pertamina.

Penderita kolok yang dulunya mengadalkan pekerjaan sebagai buruh dan tani di desa dan hanya terdiam di rumah tidak bekerja, kini hal itu sudah tak ada lagi.   

“Mereka (kolok) sudah mampu mandiri dan terampil bekerja. Itu dibuktikan dengan hasil kerajinan tangan buat mereka seperti ingke yang terbuat dari lidi kayu.

Kemudian dupa harum, hasil tenun endek dengan motif kuda laut dan produk olahan jamu dengan merk Sakuntala yang terbuat dari bahan kunyit,” tutur pria yang juga sebagai penyarikan Desa Adat Bengkala.

Menariknya, kerajinan tangan dan produk olahan hasil warga kolok, justru ditiru dan ikuti oleh masyarakat normal pada umumnya di desa.

Dalam hal seni meracik jamu awalnya masyarakat kolok yang membuat usaha tersebut pertama kali di desa. Barulah diikuti oleh masyarakat normal.

“Bahkan kini sudah memiliki dua lokasi usaha unit pembuatan jamu. Yakni jamu Sakuntala yang terbuat dari bahan kunyit dan jamu yang berbahan gula aren dan madu,” ungkapnya.

Selain itu untuk hasil karya kain tenun yang mulai membuka tenun kain endek pertama kali masyarakat kolok.

Kini warga kolok yang mengajari masyarakat normal menenun. Khas tenun endek disini dengan motif kuda laut.

Dari sisi kemajuan teknologi masyarakat kolok sudah mampu bermain internet menggunakan fasilitas digital bahkan mengalahkan yang normal. Kemudian juga warga kolok juga sudah mampu menari.

“Perubahan lainnya berbagai pekerjaan mereka kini geluti. Mulai dari petugas teknik air, kolok menjadi tenaga andalan kami di desa.

Dan, juga untuk pekerjaan tukang gali kubur warga kolok yang tidak bisa digantikan oleh orang lainnya,” terangnya.

Dijelaskan Darta di Desa Bengkala mengalami penurunan jumlah penderita kolok. Jika melihat data yang di desa tahun 1975 penderita kolok mencapai 100 KK dengan jumlah 1.341.

Kini sudah menjadi 43 warga dengan 23 penderita tunarungu perempuan dan 20 laki-laki. “Penyebab penurunan tersebut karena faktor kesadaran yang ingin memperbaiki kualitas hidup.

Disamping itu juga adannya perkawinan silang antara warga yang normal dengan warga kolok. Artinya pemangkasan keturunan (genetika),” ujarnya.

Darta menambahkan di desa saat ini sudah ada dua KEM dibangun oleh pihak pertamina. Yakni KEM kajanan dan KEM kelodan sebagai sarana penunjang kegiatan penderita tuli dan bisu untuk peningkatan SDM mereka.

“KEM inilah lokasi kegiatan mereka sehari-hari. Seperti kegiatan menenun, membuat dupa kerajinan tangan dan kegiatan lainnya,” tandasnya.

Sementara itu Sekertaris Pertamina Training and Consulting (PTC) Sonny Heriawan yang didampingi Operation Head DPPU Ngurah Rai I Komang Astawa

mengatakan pertamina memberikan bantuan CSR dengan membangun Kawasan Ekonomi Masyarakat yang menyasar kaum difabel.

Sebelumnya telah melakukan maping pemetaaan sosial. Salah satu yakni Desa Bengkala. Karena hampir 2 persen penduduk warga kolok.

Selain pihak pertamina memberikan bantuan KEM dengan pelatihan-pelatihan keterampilan juga saat ini memberikan bantuan bali melajah.

Balai ini nanti digunakan oleh warga kolok untuk belajar berkomunikasi bahasa isyarat, membaca dan menulis.

“Pada intinya kami menyasar kaum penyandang tunarungu untuk meningkat kualitas hidup dan peningkatan ekonomi mereka.

Dari yang dulunya kekurangan dan ketergantungan. Kini dapat menghasilkan usaha sendiri dan mampu bekerja nantinya,” pungkasnya. (*)

 

Hingga sekarang sebutan kolok (bisu dan tuli) bagi warga Desa Bengkala, Kubutambahan, Buleleng masih melekat. Seiring berjalannya waktu desa tersebut mengalami banyak perubahan.

Mereka kini bisa hidup mandiri; bukan hanya sebatas sebagai petani, tapi juga mampu memproduksi produk olahan kerajinan tangan dan tenun. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Singaraja

NAMA Desa Bengkala yang masuk wilayah Kecamatan Kubutambahan mungkin sudah tak asing lagi bagi masyarakat Bali.

Pasalnya, sejak dulu hingga sekarang desa itu masih dihuni 43 warga penyandang tunarungu yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Sabtu (26/10) kemarin Jawa Pos Radar Bali diundang untuk mengikuti puncak acara peringatan hari tuli sedunia (world deaf day) yang dipusatkan di lapangan umum Desa Bengkala.

Menuju Desa Bengkala harus menempuh waktu sekitar 30 menit lebih dari pusat Kota Singaraja. Tepat pukul 10.00 pagi acara tersebut berlangsung.

Di lokasi acara world deaf day yang mengusung tema “Kita Semua Setara” berbagai stand-stand dibuka dengan memamerkan hasil karya dari kaum penyandang tunarungu warga Desa Bengkala.

Mulai dari produk olahan minuman dan makanan. Kemudian kerajinan tangan hingga tenun kain endek karya penderita gangguan panca indera.

Peringatan world deaf day tersebut digelar selama satu hari penuh yang mendapat dukungan penuh Pemerintah Desa Bengkala dan Pertamina Group.

Karena Desa Bengkala sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) yang merupakan kawasan binaan CSR Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai, Denpasar.

Salah satu tokoh desa yang juga selaku Ketua BPD Desa Bengkala Ketut Darta mengungkapkan, ada perbandingan kualitas hidup yang terjadi pada masyarakat desa Bengkala khusus pada warga Bengkala sebagai penyandang tunarungu.

Kualitas hidup penyandang tunarungu (kolok) jauh lebih meningkat atau mengalami perubahan dibandingkan 10 tahun terakhir dulunya.

Itu terjadi sejak ada program dari Forum Layanan Iptek Bagi Masyarakat (FLIPMAS) Ngayah Bali yang dilakukan oleh Pertamina.

Penderita kolok yang dulunya mengadalkan pekerjaan sebagai buruh dan tani di desa dan hanya terdiam di rumah tidak bekerja, kini hal itu sudah tak ada lagi.   

“Mereka (kolok) sudah mampu mandiri dan terampil bekerja. Itu dibuktikan dengan hasil kerajinan tangan buat mereka seperti ingke yang terbuat dari lidi kayu.

Kemudian dupa harum, hasil tenun endek dengan motif kuda laut dan produk olahan jamu dengan merk Sakuntala yang terbuat dari bahan kunyit,” tutur pria yang juga sebagai penyarikan Desa Adat Bengkala.

Menariknya, kerajinan tangan dan produk olahan hasil warga kolok, justru ditiru dan ikuti oleh masyarakat normal pada umumnya di desa.

Dalam hal seni meracik jamu awalnya masyarakat kolok yang membuat usaha tersebut pertama kali di desa. Barulah diikuti oleh masyarakat normal.

“Bahkan kini sudah memiliki dua lokasi usaha unit pembuatan jamu. Yakni jamu Sakuntala yang terbuat dari bahan kunyit dan jamu yang berbahan gula aren dan madu,” ungkapnya.

Selain itu untuk hasil karya kain tenun yang mulai membuka tenun kain endek pertama kali masyarakat kolok.

Kini warga kolok yang mengajari masyarakat normal menenun. Khas tenun endek disini dengan motif kuda laut.

Dari sisi kemajuan teknologi masyarakat kolok sudah mampu bermain internet menggunakan fasilitas digital bahkan mengalahkan yang normal. Kemudian juga warga kolok juga sudah mampu menari.

“Perubahan lainnya berbagai pekerjaan mereka kini geluti. Mulai dari petugas teknik air, kolok menjadi tenaga andalan kami di desa.

Dan, juga untuk pekerjaan tukang gali kubur warga kolok yang tidak bisa digantikan oleh orang lainnya,” terangnya.

Dijelaskan Darta di Desa Bengkala mengalami penurunan jumlah penderita kolok. Jika melihat data yang di desa tahun 1975 penderita kolok mencapai 100 KK dengan jumlah 1.341.

Kini sudah menjadi 43 warga dengan 23 penderita tunarungu perempuan dan 20 laki-laki. “Penyebab penurunan tersebut karena faktor kesadaran yang ingin memperbaiki kualitas hidup.

Disamping itu juga adannya perkawinan silang antara warga yang normal dengan warga kolok. Artinya pemangkasan keturunan (genetika),” ujarnya.

Darta menambahkan di desa saat ini sudah ada dua KEM dibangun oleh pihak pertamina. Yakni KEM kajanan dan KEM kelodan sebagai sarana penunjang kegiatan penderita tuli dan bisu untuk peningkatan SDM mereka.

“KEM inilah lokasi kegiatan mereka sehari-hari. Seperti kegiatan menenun, membuat dupa kerajinan tangan dan kegiatan lainnya,” tandasnya.

Sementara itu Sekertaris Pertamina Training and Consulting (PTC) Sonny Heriawan yang didampingi Operation Head DPPU Ngurah Rai I Komang Astawa

mengatakan pertamina memberikan bantuan CSR dengan membangun Kawasan Ekonomi Masyarakat yang menyasar kaum difabel.

Sebelumnya telah melakukan maping pemetaaan sosial. Salah satu yakni Desa Bengkala. Karena hampir 2 persen penduduk warga kolok.

Selain pihak pertamina memberikan bantuan KEM dengan pelatihan-pelatihan keterampilan juga saat ini memberikan bantuan bali melajah.

Balai ini nanti digunakan oleh warga kolok untuk belajar berkomunikasi bahasa isyarat, membaca dan menulis.

“Pada intinya kami menyasar kaum penyandang tunarungu untuk meningkat kualitas hidup dan peningkatan ekonomi mereka.

Dari yang dulunya kekurangan dan ketergantungan. Kini dapat menghasilkan usaha sendiri dan mampu bekerja nantinya,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/