34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 14:50 PM WIB

Nekat Seberangi Sungai, Ogah Bangun Jembatan Jaga Kesakralan Beji

Menarik ketika melihat perjuangan warga Desa Nyitdah dan Desa Pejaten. Nekat menyeberangi sungai untuk memperoleh air bersih. Namun tak sedikit pun niat untuk membuat jembatan.   

 

 

JULIADI, Tabanan

LALU lalang masyarakat yang berada di Desa Nyitdah dan Pejatan, tampak, terlihat ketika mengambil air di Beji Sengara di Banjar Tegal, Nyitdah, kemarin.

Mereka nekat menerobos aliran sungai (tukad) Yeh Dati mengendarai sepeda motor. Meski terlihat aliran sungai cukup deras.

Dari mereka ada yang membawa galon dan dirigen. Air yang diambil dari Beji Sengara tak lain digunakan untuk kebutuhan minum setiap hari.

“Mengambil air di beji sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan. Meski kondisi air sungai begitu deras, saat musim hujan sekarang ini,” kata Kelian Banjar Adat Tegal Gede Made Anom Putra.

Sudah biasa masyarakat mengambil air dan tak ada rasa takut menyeberangi sungai dengan mengendarai sepeda motor mengambil air.

Bahkan, ada yang berjalan kaki. Dulunya kondisi jalan ke beji tidak semulus seperti ini. Masih jalan tanah, tapi sekarang sudah dibeton.

“Sudah puluhan tahun saya disini masyarakat mengambil air di beji dengan menyeberangi Tukad Yeh Dati dan tak pernah ada kejadian. Seperti jatuh saat berkendara di sungai atau hayut,” ujar pria berusia 50 tahun.

Melihat kondisi masyarakat yang menyeberangi sungai untuk memperoleh air minum bersih, tak ada niat dari warga desa membangun jembatan untuk mempermudah jalan.

Justru warga desa tak mengijinkan di bangun jembatan. Sempat desa berencana membangun jembatan bahkan dari pemerintah kabupaten.

Tetapi, masyarakat melarang. “Kalau kata tetua kami di banjar mengapa tak ingin membangun jembatan. Karena itu jalan secara niskala (lalulalang mahkluk yang tak kelihatan). Sehingga dilarang untuk membuat jembatan,” jelasnya.

“Selain itu dengan tidak membangun jembatan salah satu untuk menjaga kesakralan Beji Sengara,” jelasnya.

Anom menambahkan di Banjar Tegal sejatinya ada dua yakni Beji Sengara dan Beji Kayangan Batan Pulet.

Kalau masyarakat menggunakan air untuk keperluan air minum dan kebutuhan sehari-hari masyarakat harus mengambil di Beji Sengara.

Sedangkan keperluan upacara masyarakat mengambil air beji di Kayangan Batan Pulet. Air yang ada di beji sengara tidak hanya diambil oleh warga Desa Pejaten dan Nyitdah, tetapi warga desa Kediri.

Yang rutin menggunakan air di Beji Sengara untuk keperluan air yakni Banjar Tegal Desa Nyitdah dan Banjar Baleran, Desa Pejaten.

Dengan jarak lokasi beji dengan rumah warga sekitar 300 meter. “Meski jarak begitu jauh ke beji masyarakat tak pernah mengeluh,” pungkasnya. (*)

 

 

Menarik ketika melihat perjuangan warga Desa Nyitdah dan Desa Pejaten. Nekat menyeberangi sungai untuk memperoleh air bersih. Namun tak sedikit pun niat untuk membuat jembatan.   

 

 

JULIADI, Tabanan

LALU lalang masyarakat yang berada di Desa Nyitdah dan Pejatan, tampak, terlihat ketika mengambil air di Beji Sengara di Banjar Tegal, Nyitdah, kemarin.

Mereka nekat menerobos aliran sungai (tukad) Yeh Dati mengendarai sepeda motor. Meski terlihat aliran sungai cukup deras.

Dari mereka ada yang membawa galon dan dirigen. Air yang diambil dari Beji Sengara tak lain digunakan untuk kebutuhan minum setiap hari.

“Mengambil air di beji sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan. Meski kondisi air sungai begitu deras, saat musim hujan sekarang ini,” kata Kelian Banjar Adat Tegal Gede Made Anom Putra.

Sudah biasa masyarakat mengambil air dan tak ada rasa takut menyeberangi sungai dengan mengendarai sepeda motor mengambil air.

Bahkan, ada yang berjalan kaki. Dulunya kondisi jalan ke beji tidak semulus seperti ini. Masih jalan tanah, tapi sekarang sudah dibeton.

“Sudah puluhan tahun saya disini masyarakat mengambil air di beji dengan menyeberangi Tukad Yeh Dati dan tak pernah ada kejadian. Seperti jatuh saat berkendara di sungai atau hayut,” ujar pria berusia 50 tahun.

Melihat kondisi masyarakat yang menyeberangi sungai untuk memperoleh air minum bersih, tak ada niat dari warga desa membangun jembatan untuk mempermudah jalan.

Justru warga desa tak mengijinkan di bangun jembatan. Sempat desa berencana membangun jembatan bahkan dari pemerintah kabupaten.

Tetapi, masyarakat melarang. “Kalau kata tetua kami di banjar mengapa tak ingin membangun jembatan. Karena itu jalan secara niskala (lalulalang mahkluk yang tak kelihatan). Sehingga dilarang untuk membuat jembatan,” jelasnya.

“Selain itu dengan tidak membangun jembatan salah satu untuk menjaga kesakralan Beji Sengara,” jelasnya.

Anom menambahkan di Banjar Tegal sejatinya ada dua yakni Beji Sengara dan Beji Kayangan Batan Pulet.

Kalau masyarakat menggunakan air untuk keperluan air minum dan kebutuhan sehari-hari masyarakat harus mengambil di Beji Sengara.

Sedangkan keperluan upacara masyarakat mengambil air beji di Kayangan Batan Pulet. Air yang ada di beji sengara tidak hanya diambil oleh warga Desa Pejaten dan Nyitdah, tetapi warga desa Kediri.

Yang rutin menggunakan air di Beji Sengara untuk keperluan air yakni Banjar Tegal Desa Nyitdah dan Banjar Baleran, Desa Pejaten.

Dengan jarak lokasi beji dengan rumah warga sekitar 300 meter. “Meski jarak begitu jauh ke beji masyarakat tak pernah mengeluh,” pungkasnya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/