28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:49 AM WIB

Sempat Diusir Asykar, Merasakan Nikmatnya Tiga Kali Cium Hajar Aswad

SABTU siang (11/1) saat Salat Dhuhur di Masjid Nabawi, kami sudah berpakaian ihram. Ba’do (usai) Dhuhur, sekalian menjamak Salat Ashar (jamak taqdim dan qasar). Yakni, Salat Ashar di waktu Dhuhur, dua rakaat.

Lantas berangkat menuju Makkah Al Mukarramah, menempuh jalan darat dengan bus, sejauh sekitar 500 kilometer.

Sepanjang jalan tol yang membelah gurun, di kanan kirinya tak hanya tumbuh bangunan, tapi juga tumbuhan hijau, hingga pohon yang di bawahnya dipakai menambatkan unta kecil yang tengah asyik makan.

Beberapa bukit dikeruk, di sela bebatuannya tampak mulai tumbuh rumput. “Mari Kita membaca do’a umroh!” kata Ustadz Malhan Sochib, memandu kami.

Usai baca do’a umroh, kami mengumandangkan bacaan Talbiyah. Bersama-sama, mengikuti bacaan Ustadz Malhan bergantian dengan Ustadz Azzami.

Di tengah perjalanan dengan waktu tempuh sekitar lima jam, kami mampir Masjid Bir Ali (di Dzul Hulaifa, sekitar 15 kilometer dari Madinah), mengambil Miqat untuk umroh I.

Sebelum Minggu dini hari (12/1), kami memasuki Kota Makkah Al Mukarramah. “Sebentar lagi Kita sampai Kota Makkah, mari berdo’a dahulu,” ajak Ustadz Malhan.

Sekitar 15 menit kemudian check in di Swissotel Al Maqam. Usai menaruh barang bawaan di kamar masing-masing, kami berkumpul di lobi hotel.

Lantas menunaikan ibadah umroh I. Mengikuti panduan Ustadz Malhan dan Azzami. Di bawah sinar bulan purnama, berbalut baju ihram, penulis bersama-sama

Thawaf (mengelilingi Ka’bah tujuh kali berlawanan arah jarum jam melintasimathaf), Sa’i (berlari kecil tujuh kali antara Bukit Shafa ke Marwah), hingga Tahallul.

Sekitar pukul 01.45, rangkaian umroh I selesai. Disambung istirahat, dan Minggu (12/1), jadwalnya, ibadah bebas (memperbanyak ibadah di Masjidil Haram).

Karena jadwal ibadah bebas, tak terikat rombongan, penulis bersama teman-teman satu kamar, memutuskan mendekati areal sekitar Ka’bah. 

Untuk diketahui, posisi Ka’bah bila dilihat dari pintu Ka’bah, tidak persis menghadap timur (Indonesia). Tapi, condong sedikit ke arah timur laut (arah utara Ka’bah sejajar dengan arah utara jarum kompas).

Hajar Aswad ada di sudut tenggara (Rukun Hajar Aswad) Ka’bah. Di sebelah kirinya, Multajam, pintu Ka’bah. Rukun Iraqi di sudut timur laut.

Bagian utara, bangunan melingkar (Hijir Ismail), di atasnya ada talang mas. Rukun Syami di barat laut, di sudut baradaya, Rukun Yamani.

Selain Thawaf keliling Ka’bah, jamaah umroh dan haji, umumnya berebut mencapai bagian-bagian istimewa Ka’bah.

Yakni, Hajar Aswad (meniru Rasulullah, mencium batu surga, Hajar Aswad),Multajam, dinding antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. 

Multajam merupakan tempat mustajab. Selain itu, juga areal di Hijir Ismail (pahala ibadah di sini, sama dengan pahala ibadah di dalam Ka’bah).

Masih di areal Hijir Ismail, adalah lokasi persis di bawah pancuran atau talang mas. Ada yang yakin, jika berdo’a di bawah talang mas, akan dimudahkan rezekinya.

Syukur Alhamdulillah, penulis diizinkan Allah SWT bisa sampai ke bagian-bagian istimewa Ka’bah tersebut. Mulai mencium Hajar Aswad tiga kali, Multajam sekali, dan dua kali berdoa di Hijir Ismail.

Hari kedua di Makkah Al Mukarramah, Minggu (12/1), sekitar pukul 10.30 Waktu Saudi Arabia (WAS), penulis bersama tiga teman sekamar;

Erwin Kustiman, Mohammad Imam Jalmo Panuntun, dan Rabbani Har Muhamnad, keluar lantai 11,  kamar 1113 Hotel Swissotel Al Maqam.

Keluar dari lift, kami melewati Abraj Hypermarket, sekitar 45 langkah di depan hypermarket ini, kami sampai halaman Masjidil Haram. 

Kami berempat berniat mencium Hajar Aswad. Diawali Thawaf. Pada putaran kedua, untuk kali pertama, penulis diiizinkan Allah SWT mencium Hajar Aswad. 

Plus, kesempatan berdo’a dan mencium Multajam. Untuk bisa mencapai Hajar Aswad, tak cukup berbekal fisik dan mental.

Tapi, disertai berdoa, istighfar (mohon ampun ke Allah SWT), juga membaca sholawat untuk Nabi Muhammad SAW.

Umumnya, pemburu Hajar Aswad, selepas Hijir Ismail, sudah menempelkan tubuhnya di dinding Ka’bah di sudut Rukun Syami, dengan bergelantungan di tali kiswah (kain penutup Ka’bah).

Lantas merambat ke sudut Rukun Yamani, barulah sampai ke sudut Rukun Hajar Aswad. Nempel di dinding adalah cara lumrah.

Namun, belum tentu bisa mulus sampai Hajar Aswad. Sebab, tak semua pemburu Hajar Aswad mau sabar antre. Andai tertib, tentu cukup antre satu arah.

Nyatanya, arah Kita yang searah jarum harus berhadapan dengan jamaah lain yang ngeyel datang dari arah berlawanan. Bahkan, dari samping kanan.

Dengan kondisi seperti ini, fisik Kita terkuras. Makanya, tubuh penulis juga sering tergencet ke tembok Ka’bah. Kaki juga terkilir. Bahkan, rasanya nyaris tak bisa napas.

Tak hanya karena tergencet tubuh jamaah lain, tapi juga karena benar-benar sulit bernapas. Sebab, lapisan oksigen (O2), sangat tipis.

Kondisi seperti ini, butuh tekad pantang menyerah. Yang penulis lakukan; istighfar, baca Sholawat Nabi, dan berdoa.

Alhamdulillah, akhirnya Allah SWT mengizinkan penulis hingga tiga kali mencium Hajar Aswad. Kesempatan kedua mencium Hajar Aswad, pada Senin (13/1), pukul 03.30 WAS.

Kemudian, yang ketiganya, pada Senin (14/1), pukul 04.00 WAS. Meski berkesempatan tiga kali mencium Hajar Aswad, penulis sempat hampir gagal di usaha pertama.

Bahkan, sempat diusir Asykar(petugas keamanan Arab Saudi). Kok bisa? Bermula saat di Rukun Yamani, penulis sempat mengira sudah sampai rukun Hajar Aswad.

Maka, tangan penulis meraba dinding Ka’bah di kanannya, tentu Multajam,dan di sebelahnya, pintu Ka’bah. Saat meraba itu, rupanya seorang Asykar curiga.

Maka ditariklah tubuh penulis agar menjauh dari Ka’bah. Lantas penulis berusaha masuk lagi, mendekati Ka’bah. Tapi rupanya, Asykar tadi masih mengawasi dan kembali menarik tubuh penulis.

Saat itulah penulis berdoa; “Yaa Allah, hamba sempat blank, sehingga mengira Rukun Yamani itu sudah Rukun Hajar Aswad.

Ampuni hamba-Mu ini. Hamba ke Baitullah adalah tamu Panjenengan. Sementara asykar hanyalah makhluk panjenengan. Izinkan, hamba-Mu ini, untuk mencium Hajar Aswad.”

Usai berdoa, baca Basmallah. Terus merangsek ke jamaah yang nempel kiswah. Dengan izin Allah, penulis kembali bisa bergelayut di tali kiswah. Berjarak sekitar 3,5 meter dari Hajar Aswad.

Dan Alhamdulillah, akhirnya, untuk kali pertama berkesempatan mencium Hajar Aswad, mencium dan berdo’a di Multajam. Lantas masuk ke Hijir Ismail.

Kami bertiga (penulis, Mohammad Imam Jalmo Panuntun, dan Rabbani Har Muhammad). Sempet berdoa dan mencium kiswah di Hijir Ismail. Aroma kiswah itu, serasa menempel di otak.

Sebab, menurut sumber penulis, dilaburi minyak Aroma Ka’bah. Minyak ini, yang asli, harganya per 2 gram mencapai Real 10 ribu (sekitar Rp 43 juta).

Karena situasi berdesakan, kami bertiga tak sempat salat. Namun, memilih menjadi pagar betis untuk menjaga dua perempuan Indonesia yang tengah salat di bawah talang mas.

“Orang yang Kita jaga ini, tentu orang istimewa. Sehingga saat salat ada yang jaga. Kalau Kita ikhlas menjaganya,Insya Allah, pahalanya juga besar,” kata Mohammad Imam Jalmo Panuntun.

Kesempatan salat di Hijir Ismail, barulah kami lakukan setelah mencium Hajar Aswad kedua. Sementara, usai mencium Hajar Aswad ketiga, penulis dapat kesempatan Sholat Subuh lurus Multajam.

Menempati shaf  keempat. Saat itu, usai mencium Hajar Aswad ketiga, penulis benar-benar kehausan. Kerongkongan kering.

Bernapas dengan oksigen menipis. Beruntung, sambil masuk shaf menunggu Salat Subuh, melihat perempuan berkulit gelap. Di tangannya menggenggam botol air mineral 600 mililiter.

Kepada perempuan tersebut, penulis minta air. Meminumnya, sekitar tiga teguk. Lantas salat sunat, berdoa sambil menunggu Subuh.

Tak lama kemudian, datanglah petugas yang keliling menawarkan air zam zam. Alhamdulillah. Penulis diberi segelas air zam zam atau sekitar 200 militer.

Selama di Kota Makkah Al Mukarramah, kami bersama rombongan umroh, melakukan city tour. Melintasi bawah Jabal Nur, Jabal Tsur (tempat Rasulullah Muhammad SAW bersembunyi sebelum hijrah ke Madinah).

Juga ke Jabal Rahmah (napak tilas pertemuan Nabi Adam AS dengan istrinya, Hawa, setelah terpisah sekitar 200 tahun sejak diturunkan Allah SWT dari surga). 

Ke Muzdalifah, Arafah, Mina. Kemudian menuju Masjid Ji’ronah, guna mengambilmiqat untuk umroh II.

Kemudian kembali ke hotel, lantas melanjutkan umroh II.

Umroh kedua ini, penulis niatkan untuk umroh badal (mengumrohkan keluarga yang sudah meninggal). Saat itu, penulis umroh badaluntuk almarhumah ibu penulis, Kasri’ah.

Karena umroh II ini waktunya masuk Salat Dhuhur, maka ketika terdengar suara adzan, saat Sa’i, kami berhenti. Kemudian ikut Salat Dhuhur berjamaah.

Usai salat, kembali melanjutkan berlari kecil dari bukit Shofa ke Marwah. Mengikuti lantunan doa yang di-lafadz-kan Ustadz Malhan Sochib dan Ustadz Azzami, keduanya dari NRA Tour & Travel.

Selesai rangkaian umroh, Ustadz Azzami giliran membacakan do’a. Sambil mengamini, juga berdoa masing-masing dalam hati.  

Lokasi berdoa mengarah Rukun Hajar Aswad. Saat itulah, kami kembali banjir air mata di tengah rangkain do’a-do’a tersebut. (djoko heru setiyawan/bersambung)

SABTU siang (11/1) saat Salat Dhuhur di Masjid Nabawi, kami sudah berpakaian ihram. Ba’do (usai) Dhuhur, sekalian menjamak Salat Ashar (jamak taqdim dan qasar). Yakni, Salat Ashar di waktu Dhuhur, dua rakaat.

Lantas berangkat menuju Makkah Al Mukarramah, menempuh jalan darat dengan bus, sejauh sekitar 500 kilometer.

Sepanjang jalan tol yang membelah gurun, di kanan kirinya tak hanya tumbuh bangunan, tapi juga tumbuhan hijau, hingga pohon yang di bawahnya dipakai menambatkan unta kecil yang tengah asyik makan.

Beberapa bukit dikeruk, di sela bebatuannya tampak mulai tumbuh rumput. “Mari Kita membaca do’a umroh!” kata Ustadz Malhan Sochib, memandu kami.

Usai baca do’a umroh, kami mengumandangkan bacaan Talbiyah. Bersama-sama, mengikuti bacaan Ustadz Malhan bergantian dengan Ustadz Azzami.

Di tengah perjalanan dengan waktu tempuh sekitar lima jam, kami mampir Masjid Bir Ali (di Dzul Hulaifa, sekitar 15 kilometer dari Madinah), mengambil Miqat untuk umroh I.

Sebelum Minggu dini hari (12/1), kami memasuki Kota Makkah Al Mukarramah. “Sebentar lagi Kita sampai Kota Makkah, mari berdo’a dahulu,” ajak Ustadz Malhan.

Sekitar 15 menit kemudian check in di Swissotel Al Maqam. Usai menaruh barang bawaan di kamar masing-masing, kami berkumpul di lobi hotel.

Lantas menunaikan ibadah umroh I. Mengikuti panduan Ustadz Malhan dan Azzami. Di bawah sinar bulan purnama, berbalut baju ihram, penulis bersama-sama

Thawaf (mengelilingi Ka’bah tujuh kali berlawanan arah jarum jam melintasimathaf), Sa’i (berlari kecil tujuh kali antara Bukit Shafa ke Marwah), hingga Tahallul.

Sekitar pukul 01.45, rangkaian umroh I selesai. Disambung istirahat, dan Minggu (12/1), jadwalnya, ibadah bebas (memperbanyak ibadah di Masjidil Haram).

Karena jadwal ibadah bebas, tak terikat rombongan, penulis bersama teman-teman satu kamar, memutuskan mendekati areal sekitar Ka’bah. 

Untuk diketahui, posisi Ka’bah bila dilihat dari pintu Ka’bah, tidak persis menghadap timur (Indonesia). Tapi, condong sedikit ke arah timur laut (arah utara Ka’bah sejajar dengan arah utara jarum kompas).

Hajar Aswad ada di sudut tenggara (Rukun Hajar Aswad) Ka’bah. Di sebelah kirinya, Multajam, pintu Ka’bah. Rukun Iraqi di sudut timur laut.

Bagian utara, bangunan melingkar (Hijir Ismail), di atasnya ada talang mas. Rukun Syami di barat laut, di sudut baradaya, Rukun Yamani.

Selain Thawaf keliling Ka’bah, jamaah umroh dan haji, umumnya berebut mencapai bagian-bagian istimewa Ka’bah.

Yakni, Hajar Aswad (meniru Rasulullah, mencium batu surga, Hajar Aswad),Multajam, dinding antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. 

Multajam merupakan tempat mustajab. Selain itu, juga areal di Hijir Ismail (pahala ibadah di sini, sama dengan pahala ibadah di dalam Ka’bah).

Masih di areal Hijir Ismail, adalah lokasi persis di bawah pancuran atau talang mas. Ada yang yakin, jika berdo’a di bawah talang mas, akan dimudahkan rezekinya.

Syukur Alhamdulillah, penulis diizinkan Allah SWT bisa sampai ke bagian-bagian istimewa Ka’bah tersebut. Mulai mencium Hajar Aswad tiga kali, Multajam sekali, dan dua kali berdoa di Hijir Ismail.

Hari kedua di Makkah Al Mukarramah, Minggu (12/1), sekitar pukul 10.30 Waktu Saudi Arabia (WAS), penulis bersama tiga teman sekamar;

Erwin Kustiman, Mohammad Imam Jalmo Panuntun, dan Rabbani Har Muhamnad, keluar lantai 11,  kamar 1113 Hotel Swissotel Al Maqam.

Keluar dari lift, kami melewati Abraj Hypermarket, sekitar 45 langkah di depan hypermarket ini, kami sampai halaman Masjidil Haram. 

Kami berempat berniat mencium Hajar Aswad. Diawali Thawaf. Pada putaran kedua, untuk kali pertama, penulis diiizinkan Allah SWT mencium Hajar Aswad. 

Plus, kesempatan berdo’a dan mencium Multajam. Untuk bisa mencapai Hajar Aswad, tak cukup berbekal fisik dan mental.

Tapi, disertai berdoa, istighfar (mohon ampun ke Allah SWT), juga membaca sholawat untuk Nabi Muhammad SAW.

Umumnya, pemburu Hajar Aswad, selepas Hijir Ismail, sudah menempelkan tubuhnya di dinding Ka’bah di sudut Rukun Syami, dengan bergelantungan di tali kiswah (kain penutup Ka’bah).

Lantas merambat ke sudut Rukun Yamani, barulah sampai ke sudut Rukun Hajar Aswad. Nempel di dinding adalah cara lumrah.

Namun, belum tentu bisa mulus sampai Hajar Aswad. Sebab, tak semua pemburu Hajar Aswad mau sabar antre. Andai tertib, tentu cukup antre satu arah.

Nyatanya, arah Kita yang searah jarum harus berhadapan dengan jamaah lain yang ngeyel datang dari arah berlawanan. Bahkan, dari samping kanan.

Dengan kondisi seperti ini, fisik Kita terkuras. Makanya, tubuh penulis juga sering tergencet ke tembok Ka’bah. Kaki juga terkilir. Bahkan, rasanya nyaris tak bisa napas.

Tak hanya karena tergencet tubuh jamaah lain, tapi juga karena benar-benar sulit bernapas. Sebab, lapisan oksigen (O2), sangat tipis.

Kondisi seperti ini, butuh tekad pantang menyerah. Yang penulis lakukan; istighfar, baca Sholawat Nabi, dan berdoa.

Alhamdulillah, akhirnya Allah SWT mengizinkan penulis hingga tiga kali mencium Hajar Aswad. Kesempatan kedua mencium Hajar Aswad, pada Senin (13/1), pukul 03.30 WAS.

Kemudian, yang ketiganya, pada Senin (14/1), pukul 04.00 WAS. Meski berkesempatan tiga kali mencium Hajar Aswad, penulis sempat hampir gagal di usaha pertama.

Bahkan, sempat diusir Asykar(petugas keamanan Arab Saudi). Kok bisa? Bermula saat di Rukun Yamani, penulis sempat mengira sudah sampai rukun Hajar Aswad.

Maka, tangan penulis meraba dinding Ka’bah di kanannya, tentu Multajam,dan di sebelahnya, pintu Ka’bah. Saat meraba itu, rupanya seorang Asykar curiga.

Maka ditariklah tubuh penulis agar menjauh dari Ka’bah. Lantas penulis berusaha masuk lagi, mendekati Ka’bah. Tapi rupanya, Asykar tadi masih mengawasi dan kembali menarik tubuh penulis.

Saat itulah penulis berdoa; “Yaa Allah, hamba sempat blank, sehingga mengira Rukun Yamani itu sudah Rukun Hajar Aswad.

Ampuni hamba-Mu ini. Hamba ke Baitullah adalah tamu Panjenengan. Sementara asykar hanyalah makhluk panjenengan. Izinkan, hamba-Mu ini, untuk mencium Hajar Aswad.”

Usai berdoa, baca Basmallah. Terus merangsek ke jamaah yang nempel kiswah. Dengan izin Allah, penulis kembali bisa bergelayut di tali kiswah. Berjarak sekitar 3,5 meter dari Hajar Aswad.

Dan Alhamdulillah, akhirnya, untuk kali pertama berkesempatan mencium Hajar Aswad, mencium dan berdo’a di Multajam. Lantas masuk ke Hijir Ismail.

Kami bertiga (penulis, Mohammad Imam Jalmo Panuntun, dan Rabbani Har Muhammad). Sempet berdoa dan mencium kiswah di Hijir Ismail. Aroma kiswah itu, serasa menempel di otak.

Sebab, menurut sumber penulis, dilaburi minyak Aroma Ka’bah. Minyak ini, yang asli, harganya per 2 gram mencapai Real 10 ribu (sekitar Rp 43 juta).

Karena situasi berdesakan, kami bertiga tak sempat salat. Namun, memilih menjadi pagar betis untuk menjaga dua perempuan Indonesia yang tengah salat di bawah talang mas.

“Orang yang Kita jaga ini, tentu orang istimewa. Sehingga saat salat ada yang jaga. Kalau Kita ikhlas menjaganya,Insya Allah, pahalanya juga besar,” kata Mohammad Imam Jalmo Panuntun.

Kesempatan salat di Hijir Ismail, barulah kami lakukan setelah mencium Hajar Aswad kedua. Sementara, usai mencium Hajar Aswad ketiga, penulis dapat kesempatan Sholat Subuh lurus Multajam.

Menempati shaf  keempat. Saat itu, usai mencium Hajar Aswad ketiga, penulis benar-benar kehausan. Kerongkongan kering.

Bernapas dengan oksigen menipis. Beruntung, sambil masuk shaf menunggu Salat Subuh, melihat perempuan berkulit gelap. Di tangannya menggenggam botol air mineral 600 mililiter.

Kepada perempuan tersebut, penulis minta air. Meminumnya, sekitar tiga teguk. Lantas salat sunat, berdoa sambil menunggu Subuh.

Tak lama kemudian, datanglah petugas yang keliling menawarkan air zam zam. Alhamdulillah. Penulis diberi segelas air zam zam atau sekitar 200 militer.

Selama di Kota Makkah Al Mukarramah, kami bersama rombongan umroh, melakukan city tour. Melintasi bawah Jabal Nur, Jabal Tsur (tempat Rasulullah Muhammad SAW bersembunyi sebelum hijrah ke Madinah).

Juga ke Jabal Rahmah (napak tilas pertemuan Nabi Adam AS dengan istrinya, Hawa, setelah terpisah sekitar 200 tahun sejak diturunkan Allah SWT dari surga). 

Ke Muzdalifah, Arafah, Mina. Kemudian menuju Masjid Ji’ronah, guna mengambilmiqat untuk umroh II.

Kemudian kembali ke hotel, lantas melanjutkan umroh II.

Umroh kedua ini, penulis niatkan untuk umroh badal (mengumrohkan keluarga yang sudah meninggal). Saat itu, penulis umroh badaluntuk almarhumah ibu penulis, Kasri’ah.

Karena umroh II ini waktunya masuk Salat Dhuhur, maka ketika terdengar suara adzan, saat Sa’i, kami berhenti. Kemudian ikut Salat Dhuhur berjamaah.

Usai salat, kembali melanjutkan berlari kecil dari bukit Shofa ke Marwah. Mengikuti lantunan doa yang di-lafadz-kan Ustadz Malhan Sochib dan Ustadz Azzami, keduanya dari NRA Tour & Travel.

Selesai rangkaian umroh, Ustadz Azzami giliran membacakan do’a. Sambil mengamini, juga berdoa masing-masing dalam hati.  

Lokasi berdoa mengarah Rukun Hajar Aswad. Saat itulah, kami kembali banjir air mata di tengah rangkain do’a-do’a tersebut. (djoko heru setiyawan/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/