33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:55 PM WIB

Golkar Bali Ingatkan Dua Raperda Koster Jangan Sampai Bikin Konflik

DENPASAR –  Fraksi Golkar DPRD Bali  menyoroti dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang akan diterbitkan Gubernur Bali Wayan Koster.

Pertama, Ranperda Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) di Bali supaya tidak tumpang tindih dengan LPD dan usaha desa yang sudah ada.

Kedua, Ranperda Perubahan Ketiga Atas Perda No. 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah  menggabungkan OPD yang berkaitan tugasnya, bukan berseberangan

Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali  Wayan Rawan Atmaja didampingi  staf ahli  Fraksi Golkar DPRD Bali I Made Dauh Wijana,

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi, dan anggota DPRD Bali dapil Jembrana dari Fraksi Golkar, Made Suardana. 

Fraksi Partai Golkar mencermati, Raperda Tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat di Bali ini untuk perekonomian desa adat yang mandiri secara ekonomi,

tapi jangan sampai ada konflik atau meniadakan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang sudah ada sejak dulu.

Dijelaskan, Raperda BUPDA cukup padat dan komprehensif, maka Golkar meminta  Pasal 10 ayat 1 agar mencantumkan LPD sebagai pengecualian.

“Sehingga ayat ini berbunyi; Badan Usaha milik Desa Adat atau unit-unit usaha milik Desa Adat yang telah ada harus mendapat persetujuan

Paruman Desa adat untuk menjadi BUPDA kecuali Lembaga Perkreditan Desa (LPD),” ucap politisi asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kuta Selatan,  Badung. 

LPD adalah lembaga keuangan yang harus dikelola secara independen sebagaimana di tingkat nasional lembaga keuangan perbankan diawasi oleh lembaga khusus untuk pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan.

Disamping itu, dasar pertimbangannya adalah dalam kaitan ini, Fraksi Golkar meminta mempertahankan keberadaan LPD.

Tidak saja dilihat dari sejarah pembentukannya, tapi juga keberadaan LPD sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pedesaan.

Diisamping juga LPD telah dikecualikan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Rawan mengatakan,  selama ini  LPD sudah  memberikan peran terhadap usaha-usaha desa adat  yang sudah ada sebelum perda.

Dengan resminya ranperda tersebut jadi perda, harus ada  harmonisasi dan  sinergitas sehingga sisi manfaat pemberdayaan ekonomi pedesaan jangan sampai menimbulkan konflik.

Tidak hanya itu, yang menjadi sorotan Fraksi Golkar adalah  rencana perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi Bali.

Partai Beringin menilai Raperda Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah   menggabungkan OPD yang berkaitan tugasnya bukan berseberangan. 

“Jangan sampai mengaburkan dan menghilangkan data yang dibutuhkan setiap saat,” terang Rawan Atmaja. 

Dalam hal penggabungan urusan pemerintahan dalam satu dinas daerah provinsi maka akan mengacu pada payung hukum yang ada.

Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Sejalan dengan  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 pada pasal 18 ayat  (3) telah jelas diatur  penggabungan urusan pemerintahan dalam satu dinas daerah provinsi

didasarkan pada perumpunan urusan pemerintahan dengan kriteria kedekatan karakteristik urusan pemerintahan dan keterkaitan antar penyelenggara urusan pemerintahan.

“Pertanyaan kami, apakah draf Ranperda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah ini sudah mengacu pada prinsip prinsip yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2016,” ucapnya. 

Ia mencontohkan seperti rencana penggabungan OPD Satpol PP  dan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa Dan Politik (Kesbangpol).

Menurutnya,  dari kesbangpol ke Satpol PP bukan sebaliknya.  Selain itu  bidang Kearsipan yang semula diselenggarakan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali

apakah dapat dianggap serumpun sehingga bisa digabung dan diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali atau yang selanjutnya menjadi Dinas Kebudayaan dan Arsip Daerah Provinsi Bali.

“Jangan dari Satpol PP karena itu urusannya lebih luas. Itu  model-model yang ingin kami sampaikan. Seperti arsip, kalau digabungkan jangan sampai menghilangkan data yang sudah ada,” cetusnya. 

DENPASAR –  Fraksi Golkar DPRD Bali  menyoroti dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang akan diterbitkan Gubernur Bali Wayan Koster.

Pertama, Ranperda Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) di Bali supaya tidak tumpang tindih dengan LPD dan usaha desa yang sudah ada.

Kedua, Ranperda Perubahan Ketiga Atas Perda No. 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah  menggabungkan OPD yang berkaitan tugasnya, bukan berseberangan

Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali  Wayan Rawan Atmaja didampingi  staf ahli  Fraksi Golkar DPRD Bali I Made Dauh Wijana,

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi, dan anggota DPRD Bali dapil Jembrana dari Fraksi Golkar, Made Suardana. 

Fraksi Partai Golkar mencermati, Raperda Tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat di Bali ini untuk perekonomian desa adat yang mandiri secara ekonomi,

tapi jangan sampai ada konflik atau meniadakan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang sudah ada sejak dulu.

Dijelaskan, Raperda BUPDA cukup padat dan komprehensif, maka Golkar meminta  Pasal 10 ayat 1 agar mencantumkan LPD sebagai pengecualian.

“Sehingga ayat ini berbunyi; Badan Usaha milik Desa Adat atau unit-unit usaha milik Desa Adat yang telah ada harus mendapat persetujuan

Paruman Desa adat untuk menjadi BUPDA kecuali Lembaga Perkreditan Desa (LPD),” ucap politisi asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kuta Selatan,  Badung. 

LPD adalah lembaga keuangan yang harus dikelola secara independen sebagaimana di tingkat nasional lembaga keuangan perbankan diawasi oleh lembaga khusus untuk pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan.

Disamping itu, dasar pertimbangannya adalah dalam kaitan ini, Fraksi Golkar meminta mempertahankan keberadaan LPD.

Tidak saja dilihat dari sejarah pembentukannya, tapi juga keberadaan LPD sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pedesaan.

Diisamping juga LPD telah dikecualikan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Rawan mengatakan,  selama ini  LPD sudah  memberikan peran terhadap usaha-usaha desa adat  yang sudah ada sebelum perda.

Dengan resminya ranperda tersebut jadi perda, harus ada  harmonisasi dan  sinergitas sehingga sisi manfaat pemberdayaan ekonomi pedesaan jangan sampai menimbulkan konflik.

Tidak hanya itu, yang menjadi sorotan Fraksi Golkar adalah  rencana perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi Bali.

Partai Beringin menilai Raperda Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah   menggabungkan OPD yang berkaitan tugasnya bukan berseberangan. 

“Jangan sampai mengaburkan dan menghilangkan data yang dibutuhkan setiap saat,” terang Rawan Atmaja. 

Dalam hal penggabungan urusan pemerintahan dalam satu dinas daerah provinsi maka akan mengacu pada payung hukum yang ada.

Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Sejalan dengan  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 pada pasal 18 ayat  (3) telah jelas diatur  penggabungan urusan pemerintahan dalam satu dinas daerah provinsi

didasarkan pada perumpunan urusan pemerintahan dengan kriteria kedekatan karakteristik urusan pemerintahan dan keterkaitan antar penyelenggara urusan pemerintahan.

“Pertanyaan kami, apakah draf Ranperda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah ini sudah mengacu pada prinsip prinsip yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2016,” ucapnya. 

Ia mencontohkan seperti rencana penggabungan OPD Satpol PP  dan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa Dan Politik (Kesbangpol).

Menurutnya,  dari kesbangpol ke Satpol PP bukan sebaliknya.  Selain itu  bidang Kearsipan yang semula diselenggarakan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali

apakah dapat dianggap serumpun sehingga bisa digabung dan diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali atau yang selanjutnya menjadi Dinas Kebudayaan dan Arsip Daerah Provinsi Bali.

“Jangan dari Satpol PP karena itu urusannya lebih luas. Itu  model-model yang ingin kami sampaikan. Seperti arsip, kalau digabungkan jangan sampai menghilangkan data yang sudah ada,” cetusnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/