28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:00 AM WIB

Pemabuk, Pejudi, Pezina Dilarang Maju Pilkada, Respons KPU Mengejutkan

DENPASAR – Tahapan pilkada telah mulai. Namun, yang ramai menjadi perbincangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah rencana

melarang narapidana kasus pemabuk, judi, zina, dan kasus kesusilaan lainnya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di pilkada serentak 2020.

Sebagai catatan, ada 270 daerah di seluruh Indonesia yang akan menggelar pilkada pada 2020 mendatang. 

Aturan tersebut tercantum dalam rancangan revisi Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang pencalonan kepala daerah.

PKPU tersebut dibahas dalam uji publik bersama Kemendagri, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat.

Berdasar kabar yang beredar, larangan itu turunan dari undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. 

Hal itu disampaikan oleh Komisioner KPU Evi Noviada Ginting Manik. Pasal 7 huruf i undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 menyebutkan,

warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota adalah yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, berzina, dan perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.

Larangan  itu sejatinya sudah diatur dalam PKPU sebelum revisi, yaitu PKPU Nomor 3 Tahun 2017. Hanya saya dalam PKPU tidak disebutkan secara rinci perbuatan asusila yang dimaksud.

Karena supaya tidak multitafsir dan banyak disalahartikan, sehingga dipertegas melalui PKPU revisi. Mengenai zina dan judi dimasukkan dalam poin J ayat 1 hingga 5.

Dalam PKPU sebelumnya, poin J hanya mengatur syarat calon kepala daerah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

KPU memperjelas perbuatan tercela dalam lima kategori. Di antaranya, judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, zina dan perbuatan kesusilaan lainnya.

Kemudian, Pasal 42 ayat (1) huruf h, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tidak pernah dipidana atas kasus-kasus tersebut dengan SKCK dari polisi.

Dikonfirmasi kepada Ketua KPUD Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan mengaku bahwa pihaknya belum tahu mengenai aturan tersebut.

Katanya revisi PKPU itu masih sebatas  masukan. Dan, revisi PKPU itu domain KPU RI.  “Saya belum tahun itu.  Masih masukan, urusan PKPU adalah KPU RI,” ucapnya.

Menurutnya, dalam rapat koordinasi pembahasannya hanya konsen syarat mantan napi korupsi. Jadi, diakuinya larangan untuk penjudi, pezina, dan pemabuk maju dalam pilkada  masih pada tahap rencana.

“Ya masih rencana,” ujarnya. Anggota KPU Bali, Gede John Darmawan juga menyatakan hal yang sama. 

KPU Bali sendiri belum mengetahui tentang aturan itu. “Kami malah belum tahu, mungkin disampaikan pada saat uji publik PKPU oleh KPU RI,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani  mengaku tida bisa berkomentar terkait aturan KPU. Dijelaskan, Bawaslu tidak boleh mengomentari apa yang direvisi KPU.   

“Kalau KPU yang merevisi terkait klausul itu lebih baik langsung tanyakan dengan KPU. Bawaslu tidak boleh mengomentari apa yang menjadi revisi yang telah dilakukan KPU.

Kami yakin KPU memiliki alasan lain alasan yang menurut KPU baik. Sehingga kami tidak akan mengomentari itu,” pungkasnya. 

DENPASAR – Tahapan pilkada telah mulai. Namun, yang ramai menjadi perbincangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah rencana

melarang narapidana kasus pemabuk, judi, zina, dan kasus kesusilaan lainnya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di pilkada serentak 2020.

Sebagai catatan, ada 270 daerah di seluruh Indonesia yang akan menggelar pilkada pada 2020 mendatang. 

Aturan tersebut tercantum dalam rancangan revisi Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang pencalonan kepala daerah.

PKPU tersebut dibahas dalam uji publik bersama Kemendagri, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat.

Berdasar kabar yang beredar, larangan itu turunan dari undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. 

Hal itu disampaikan oleh Komisioner KPU Evi Noviada Ginting Manik. Pasal 7 huruf i undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 menyebutkan,

warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota adalah yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, berzina, dan perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.

Larangan  itu sejatinya sudah diatur dalam PKPU sebelum revisi, yaitu PKPU Nomor 3 Tahun 2017. Hanya saya dalam PKPU tidak disebutkan secara rinci perbuatan asusila yang dimaksud.

Karena supaya tidak multitafsir dan banyak disalahartikan, sehingga dipertegas melalui PKPU revisi. Mengenai zina dan judi dimasukkan dalam poin J ayat 1 hingga 5.

Dalam PKPU sebelumnya, poin J hanya mengatur syarat calon kepala daerah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

KPU memperjelas perbuatan tercela dalam lima kategori. Di antaranya, judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, zina dan perbuatan kesusilaan lainnya.

Kemudian, Pasal 42 ayat (1) huruf h, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tidak pernah dipidana atas kasus-kasus tersebut dengan SKCK dari polisi.

Dikonfirmasi kepada Ketua KPUD Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan mengaku bahwa pihaknya belum tahu mengenai aturan tersebut.

Katanya revisi PKPU itu masih sebatas  masukan. Dan, revisi PKPU itu domain KPU RI.  “Saya belum tahun itu.  Masih masukan, urusan PKPU adalah KPU RI,” ucapnya.

Menurutnya, dalam rapat koordinasi pembahasannya hanya konsen syarat mantan napi korupsi. Jadi, diakuinya larangan untuk penjudi, pezina, dan pemabuk maju dalam pilkada  masih pada tahap rencana.

“Ya masih rencana,” ujarnya. Anggota KPU Bali, Gede John Darmawan juga menyatakan hal yang sama. 

KPU Bali sendiri belum mengetahui tentang aturan itu. “Kami malah belum tahu, mungkin disampaikan pada saat uji publik PKPU oleh KPU RI,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani  mengaku tida bisa berkomentar terkait aturan KPU. Dijelaskan, Bawaslu tidak boleh mengomentari apa yang direvisi KPU.   

“Kalau KPU yang merevisi terkait klausul itu lebih baik langsung tanyakan dengan KPU. Bawaslu tidak boleh mengomentari apa yang menjadi revisi yang telah dilakukan KPU.

Kami yakin KPU memiliki alasan lain alasan yang menurut KPU baik. Sehingga kami tidak akan mengomentari itu,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/