DENPASAR – Aksi jotos yang dilakukan Sekretaris Komisi I PDI Perjuangan Dewa Nyoman Rai terhadap Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali menjelang rapat paripurna menuai sorotan dari kalangan akademisi.
Salah satunya datang dari pengamat yang juga dosen Fakultas ilmu social dan Ilmu Politik Universitas Udayana Dr Ni Made Ras Amanda Gelgel S.Sos.,M.Si
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Amanda mengatakan bahwa kasus kekerasan yang dilakukan antara anggota dan ketua Fraksi PDIP itu merupakan fenomena menarik pascaperhelatan pemilu serentak 2019
“Politik kan sudah berkembang juga. Cara berkomunikasi politik pun berkembang. Media yang digunakan juga mengikuti perkembangan teknologi. Termasuk media-media baru seperti aplikasi WA (whatsapp),” ujarnya saat dimintai pendapat pada Rabu (15/5).
Nah, setiap ada teknologi baru, semestinya para penggunanya harus adaptif. Diakui memang, beda generasi beda pula cara adaptasinya.
“Nah mereka ini (anggota dewan) masuk ke generasi baby boomers ya. Yang memang agak lama adaptasinya,” ungkapnya.
Atau literasi digitalnya masih agak rendah sehingga apa yang ada di WAG (whatsapp group) percakapan dan lainnya itu masih suka gagap, emosional, dan sering kali salah tafsir.
“Nah baku hantam yang isunya berawal dari saling komen di WAG kan jadi bukti belum cukup bijaknya politikus menyikapi perkembangan pembicaraan di medsos,” terangnya.
Baginya, politik terutama politisi kita memang dihadapkan pada tantangan yang makin besar. “Nggak hanya masyarakat langsung tapi jugaa netizen dan diskusi-diskusi via media-media baru termasuk WAG,” ungkapnya.
Di sini dituntut lebih bijak bermedia sosial karena jejak digital itu kekal tercatat.
“Atau dalam bicara atau mengetik di medsos ya disharing dulu baru di-share. Kalau perlu gunakan emoticon biar paham nuansa jawabannya itu serius atau bercanda,” terangnya.
“Intinya, politikus harus lebih bijak tidak hanya di dunia nyata tapi dunia maya,” tutupnya.