26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:17 AM WIB

Rindu Era Winasa, Tamba: Bupati Badung Bisa Tidur, Jembrana No Way!

NEGARA – Kabupaten Jembrana tak lagi spesial sebagaimana halnya di era kepemimpinan Prof. Dr. drg. I Gede Winasa.

Kunjungan wisata birokrasi dari berbagai penjuru tanah air dan mancanegara tak lagi menyasar Bumi Makepung Jembrana.

Beasiswa bagi para mahasiswa ber-IPK di atas 2,7 distop. Full day school dengan asupan kacang ijo dan susu kambing bagi siswa juga berhenti.

Mirisnya, perusahaan daerah (Perusda) di Jembrana ikut gulung tikar. Yang paling menyakitkan adalah dihapusnya kebijakan bebas pajak bumi dan bangunan (PBB) serta asuransi bagi para petani.

Hal ini sangat disayangkan oleh politisi Demokrat I Nengah Tamba. Mantan Ketua Komisi III DPRD Bali itu mengatakan sudah saatnya posisi strategis Jembrana sebagai daerah percontohan dikembalikan.

Dengan kata lain, meskipun eksekutif yang berkuasa saat ini berbeda pandangan politik dengan Winasa, hal-hal positif yang telah dibuktikannya kepada dunia harus diadopsi dan dilanjutkan demi kemajuan Jembrana dan kesejahteraan masyarakat.

“Jembrana pernah menjadi tempat para penggawa eksekutif dan legislative dari mancanegara dan penjuru negeri di Indonesia belajar ilmu praktis ketatanegaraan.

Hal yang sudah pernah ada di Jembrana ini wajib dikembalikan. Sesuatu yang bagus-bagus itu wajib kita adopsi kembali.

Tentunya dengan tata kelola yang lebih bagus serta tinjauan hukum yang lebih akurat,” ucap Nengah Tamba.

Tamba tak menampik kemunduran dalam segala sektor sudah dan sedang terjadi di Bumi Makepung pasca ditinggal Winasa.

Selama 10 tahun terakhir, Tamba menyebut capaian eksekutif Jembrana tidak terukur. “Apa yang dilakukan saat ini tidak terukur sasarannya mau apa?

Mau ke mana? Target yang ingin dicapai tidak jelas. Maksud saya, dengan pengeluaran APBD yang sekian rupiah itu, target yang didapat seharusnya jelas.

Tentu ada indikator-indikator untuk target yang dicanangkan pemerintah Jembrana. Saya melihat hasilnya tidak jelas dan tidak terukur,” tandasnya.

Tamba menyebut eksekutif Jembrana banyak membangun rest area yang tidak jelas dampak langsungnya ke masyarakat.

Intinya, Tamba menyayangkan program keren era Winasa yang terbukti bermanfaat tidak dipertahankan, justru malah dihapus.

“Ada yang bisa dibanggakan dari kerja Bupati dan Wakil Bupati Jembrana, yakni berupa pembangunan rest area, tapi sekali lagi manfaat langsung bagi

masyarakat tidak ada,” cetusnya sembari menyebut program IPK 2,7 dapat kuliah gratis, susu kambing bagi siswa tidak ada lagi karena APBD Jembrana merosot.

“Duit Jembrana habis untuk membayar gaji pegawai. Jembrana cuma punya PAD Rp 120 M. APBD keseluruhan Rp 1,4 Triliun.

Hal ini menyebabkan Jembrana menjadi kabupaten peminta-minta. Tidak memposisikan diri untuk mandiri,” kritiknya.

Tamba mengatakan, daya dukung yang dimiliki Jembrana seharusnya bisa menjadikan kabupaten tersebut hebat; tidak menjadi “kabupaten pengimis” seperti saat ini.

Namun dengan satu syarat, figur yang memimpin Jembrana haruslah visioner. Terangnya, agar masyarakat Jembrana merasakan kondisi sejahtera lahir dan batin, kesungguhan pemimpin dalam bekerja sangat dibutuhkan.

Sayangnya, upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat pengguran dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan di Jembrana tidak terlihat. “Tidak ada terobosan yang signifikan,” tegasnya.

 

Merespons situasi “mengkhawatirkan” tersebut, Tamba menyebut Jembrana mesti digarap secara berkesinambungan dalam segala aspek.

Jembrana harus bisa berdiri sendiri mengingat geliat pariwisata di Bali Selatan tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Bumi Makepung.

“Mari kita becermin dari era sebelumnya, era Winasa. Dulu bisa kenapa sekarang tidak? Contoh kecil saja. Pada pergantian tahun baru waktu ini.

Kurang lebih 55 ribu kendaraan masuk ke Bali lewat Jembrana. Ini sebenarnya potensi pendapatan daerah kalau pihak eksekutif jeli dan sungguh-sungguh bekerja.

Sayangnya, fakta menunjukkan potensi itu berlalu bagai angin, hanya lewat-lewat saja. Itu menunjukkan bahwa pemimpin Jembrana saat ini tidak visioner,” tandasnya.

Menariknya, Tamba menyebut siapapun yang memimpin Jembrana, roda pemerintahan akan tetap berjalan. Namun, bila ingin Jembrana kembali jaya, tidak semua orang bisa berbuat banyak.

“Harus ada hal spektakuler yang diperjuangkan agar Jembrana punya ciri khas. SDM dan SDA di Jembrana bila dikelola dengan baik dan serius akan menghasilan hal positif.

Menjadi Bupati di Jembarana tentunya sangat berbeda dengan  menjadi Bupati Badung. Jadi Bupati Badung masih bisa santai karena uang datang dengan sendirinya.

Bupati tidur, duit melimpah masih datang. Kalau Bupati Jembrana jelas tak bisa tidur, sebab harus visioner dan kreatif sekaligus selalu melakukan membuat terobosan,” bebernya.

Demi Jembrana, Tamba berharap masyarakat lebih cerdas dan harus hati-hati memilih bupati. “Kalau tidak visioner, memiliki pemahaman dan gagasan yang mumpuni, dia akan jadi barang tidur.

Kalau dikasih kepemimpinan yang suka tidur ya Jembrana akan tambah tidur. Jembrana butuh pemimpin yang betul-betul visioner, berwawasan luas, dan berani mengeksekusi keputusan dengan cepat,” sambungnya.

Disinggung soal tipisnya peluang calon bupati non PDIP menang mengingat eksekutif yang berkuasa saat ini adalah Gubernur Wayan Koster yang notabene Ketua DPD PDIP Bali, Tamba menegaskan jika ingin perubahan masyarakat harus berani bersikap.

“Kalau sebuah parpol dominan ya apa bedanya era reformasi saat ini dengan Orde Baru. Siapa yang akan disuruh protes oleh rakyat mengenai kenaikan harga gas LPG 3 kg yang gila-gilaan itu?

Siapa yang akan protes tentang pembungkaman KPK? Kalau parpol yang berkuasa dominan ya masyarakat hanya bisa pasrah,” tegasnya. 

Kepada Radarbali.id Tamba mengaku masih percaya dan meyakini rakyat Jembrana ingin perubahan ke arah yang lebih baik.

“Karena suara rakyat adalah suara Tuhan, maka tak ada yang mustahil kalau kita mau berjuang dengan sungguh-sungguh,” tutupnya.

NEGARA – Kabupaten Jembrana tak lagi spesial sebagaimana halnya di era kepemimpinan Prof. Dr. drg. I Gede Winasa.

Kunjungan wisata birokrasi dari berbagai penjuru tanah air dan mancanegara tak lagi menyasar Bumi Makepung Jembrana.

Beasiswa bagi para mahasiswa ber-IPK di atas 2,7 distop. Full day school dengan asupan kacang ijo dan susu kambing bagi siswa juga berhenti.

Mirisnya, perusahaan daerah (Perusda) di Jembrana ikut gulung tikar. Yang paling menyakitkan adalah dihapusnya kebijakan bebas pajak bumi dan bangunan (PBB) serta asuransi bagi para petani.

Hal ini sangat disayangkan oleh politisi Demokrat I Nengah Tamba. Mantan Ketua Komisi III DPRD Bali itu mengatakan sudah saatnya posisi strategis Jembrana sebagai daerah percontohan dikembalikan.

Dengan kata lain, meskipun eksekutif yang berkuasa saat ini berbeda pandangan politik dengan Winasa, hal-hal positif yang telah dibuktikannya kepada dunia harus diadopsi dan dilanjutkan demi kemajuan Jembrana dan kesejahteraan masyarakat.

“Jembrana pernah menjadi tempat para penggawa eksekutif dan legislative dari mancanegara dan penjuru negeri di Indonesia belajar ilmu praktis ketatanegaraan.

Hal yang sudah pernah ada di Jembrana ini wajib dikembalikan. Sesuatu yang bagus-bagus itu wajib kita adopsi kembali.

Tentunya dengan tata kelola yang lebih bagus serta tinjauan hukum yang lebih akurat,” ucap Nengah Tamba.

Tamba tak menampik kemunduran dalam segala sektor sudah dan sedang terjadi di Bumi Makepung pasca ditinggal Winasa.

Selama 10 tahun terakhir, Tamba menyebut capaian eksekutif Jembrana tidak terukur. “Apa yang dilakukan saat ini tidak terukur sasarannya mau apa?

Mau ke mana? Target yang ingin dicapai tidak jelas. Maksud saya, dengan pengeluaran APBD yang sekian rupiah itu, target yang didapat seharusnya jelas.

Tentu ada indikator-indikator untuk target yang dicanangkan pemerintah Jembrana. Saya melihat hasilnya tidak jelas dan tidak terukur,” tandasnya.

Tamba menyebut eksekutif Jembrana banyak membangun rest area yang tidak jelas dampak langsungnya ke masyarakat.

Intinya, Tamba menyayangkan program keren era Winasa yang terbukti bermanfaat tidak dipertahankan, justru malah dihapus.

“Ada yang bisa dibanggakan dari kerja Bupati dan Wakil Bupati Jembrana, yakni berupa pembangunan rest area, tapi sekali lagi manfaat langsung bagi

masyarakat tidak ada,” cetusnya sembari menyebut program IPK 2,7 dapat kuliah gratis, susu kambing bagi siswa tidak ada lagi karena APBD Jembrana merosot.

“Duit Jembrana habis untuk membayar gaji pegawai. Jembrana cuma punya PAD Rp 120 M. APBD keseluruhan Rp 1,4 Triliun.

Hal ini menyebabkan Jembrana menjadi kabupaten peminta-minta. Tidak memposisikan diri untuk mandiri,” kritiknya.

Tamba mengatakan, daya dukung yang dimiliki Jembrana seharusnya bisa menjadikan kabupaten tersebut hebat; tidak menjadi “kabupaten pengimis” seperti saat ini.

Namun dengan satu syarat, figur yang memimpin Jembrana haruslah visioner. Terangnya, agar masyarakat Jembrana merasakan kondisi sejahtera lahir dan batin, kesungguhan pemimpin dalam bekerja sangat dibutuhkan.

Sayangnya, upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat pengguran dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan di Jembrana tidak terlihat. “Tidak ada terobosan yang signifikan,” tegasnya.

 

Merespons situasi “mengkhawatirkan” tersebut, Tamba menyebut Jembrana mesti digarap secara berkesinambungan dalam segala aspek.

Jembrana harus bisa berdiri sendiri mengingat geliat pariwisata di Bali Selatan tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Bumi Makepung.

“Mari kita becermin dari era sebelumnya, era Winasa. Dulu bisa kenapa sekarang tidak? Contoh kecil saja. Pada pergantian tahun baru waktu ini.

Kurang lebih 55 ribu kendaraan masuk ke Bali lewat Jembrana. Ini sebenarnya potensi pendapatan daerah kalau pihak eksekutif jeli dan sungguh-sungguh bekerja.

Sayangnya, fakta menunjukkan potensi itu berlalu bagai angin, hanya lewat-lewat saja. Itu menunjukkan bahwa pemimpin Jembrana saat ini tidak visioner,” tandasnya.

Menariknya, Tamba menyebut siapapun yang memimpin Jembrana, roda pemerintahan akan tetap berjalan. Namun, bila ingin Jembrana kembali jaya, tidak semua orang bisa berbuat banyak.

“Harus ada hal spektakuler yang diperjuangkan agar Jembrana punya ciri khas. SDM dan SDA di Jembrana bila dikelola dengan baik dan serius akan menghasilan hal positif.

Menjadi Bupati di Jembarana tentunya sangat berbeda dengan  menjadi Bupati Badung. Jadi Bupati Badung masih bisa santai karena uang datang dengan sendirinya.

Bupati tidur, duit melimpah masih datang. Kalau Bupati Jembrana jelas tak bisa tidur, sebab harus visioner dan kreatif sekaligus selalu melakukan membuat terobosan,” bebernya.

Demi Jembrana, Tamba berharap masyarakat lebih cerdas dan harus hati-hati memilih bupati. “Kalau tidak visioner, memiliki pemahaman dan gagasan yang mumpuni, dia akan jadi barang tidur.

Kalau dikasih kepemimpinan yang suka tidur ya Jembrana akan tambah tidur. Jembrana butuh pemimpin yang betul-betul visioner, berwawasan luas, dan berani mengeksekusi keputusan dengan cepat,” sambungnya.

Disinggung soal tipisnya peluang calon bupati non PDIP menang mengingat eksekutif yang berkuasa saat ini adalah Gubernur Wayan Koster yang notabene Ketua DPD PDIP Bali, Tamba menegaskan jika ingin perubahan masyarakat harus berani bersikap.

“Kalau sebuah parpol dominan ya apa bedanya era reformasi saat ini dengan Orde Baru. Siapa yang akan disuruh protes oleh rakyat mengenai kenaikan harga gas LPG 3 kg yang gila-gilaan itu?

Siapa yang akan protes tentang pembungkaman KPK? Kalau parpol yang berkuasa dominan ya masyarakat hanya bisa pasrah,” tegasnya. 

Kepada Radarbali.id Tamba mengaku masih percaya dan meyakini rakyat Jembrana ingin perubahan ke arah yang lebih baik.

“Karena suara rakyat adalah suara Tuhan, maka tak ada yang mustahil kalau kita mau berjuang dengan sungguh-sungguh,” tutupnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/