26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:25 AM WIB

Intoleran Terjadi di Bali, Parta: Stop Sebut Dauh Tukad & Dangin Tukad

GIANYAR – Anggota DPR RI Nyoman Parta menggelar sosialisasi 4 pilar di wantilan Desa Blahbatuh, Senin (25/11) kemarin.

Sosialisasi menyasar siswa SMAN 1 Blahbatuh. Selain rasa nasionalisme mulai luntur, masyarakat harus sadar mengenai ungkapan SARA yang keliru.

“Intoleran terjadi di Bali. Kita bisa lihat di medos, ts (status, red) yang dibuat banyak orang. Tentang bahasa Dauh Tukad, Dangin Tukad.

Trus jangan injak tanah Bali, itu kan tidak boleh,” ujar Parta, usai memberikan materi 4 pilar dihadapan para siswa SMAN 1 Blahbatuh.

Anggota DPR asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati itu menilai Bali dan Indonesia merupakan tempat tumbuh seluruh bangsa.

“Karena didirikan bukan oleh satu golongan. Didirikan oleh seluruh daerah, agama, suku. Memiliki kontribusi memerdekan republik ini,” jelas Parta.

Dia pun memberikan bukti nyata daerah di tanah air ikut memerdekan replubik. “Nyaris di seluruh kabupaten ada, provinsi ada taman makam pahlawan.

Apa artinya itu? Artinya setiap daerah punya kontribusi mendirikan republik ini. Jadi bukan kelompok tertentu. Jadi harus tumbuh bersama. Agar Indonesia jadi negeri yang ramah untuk semuanya,” pintanya.

Mengenai nasionalisme yang mulai luntur ini berdasar beberapa survei. Tidak hanya lembaga survey, namun dari Badan Intelegen Negara (BIN) juga telah melakukan survei.

Sehingga, dewan senayan menyasar kalangan milenial. Para siswa dan mahasiwa. “Dari survei yang dilakukan banyak lembaga.

Ternyata di kalangan siswa, banyak yang tidak paham dengan Pancasila. Survei BIN, di kalangan siswa, juga banyak terpapar ideologi radikal,” terangnya.

Parta merinci, pengertian radikal tak melulu menjurus ke agama tertentu. “Radikal itu misalnya intoleran.

Tidak toleran kepada orang lain. Dia rasial, tidak suka dengan orang suku berbeda. Rasial karena agama beda,” terangnya.

Maka, dewan senayan membawa materi 4 pilar di sekolah. Yakni, Pancasila,UUD RI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

“Pembawaan materi, karena mereka kalangan milenial, tidak boleh seperti dulu, cara seminar. Ternyata suasana harus beda,” pungkasnya. 

GIANYAR – Anggota DPR RI Nyoman Parta menggelar sosialisasi 4 pilar di wantilan Desa Blahbatuh, Senin (25/11) kemarin.

Sosialisasi menyasar siswa SMAN 1 Blahbatuh. Selain rasa nasionalisme mulai luntur, masyarakat harus sadar mengenai ungkapan SARA yang keliru.

“Intoleran terjadi di Bali. Kita bisa lihat di medos, ts (status, red) yang dibuat banyak orang. Tentang bahasa Dauh Tukad, Dangin Tukad.

Trus jangan injak tanah Bali, itu kan tidak boleh,” ujar Parta, usai memberikan materi 4 pilar dihadapan para siswa SMAN 1 Blahbatuh.

Anggota DPR asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati itu menilai Bali dan Indonesia merupakan tempat tumbuh seluruh bangsa.

“Karena didirikan bukan oleh satu golongan. Didirikan oleh seluruh daerah, agama, suku. Memiliki kontribusi memerdekan republik ini,” jelas Parta.

Dia pun memberikan bukti nyata daerah di tanah air ikut memerdekan replubik. “Nyaris di seluruh kabupaten ada, provinsi ada taman makam pahlawan.

Apa artinya itu? Artinya setiap daerah punya kontribusi mendirikan republik ini. Jadi bukan kelompok tertentu. Jadi harus tumbuh bersama. Agar Indonesia jadi negeri yang ramah untuk semuanya,” pintanya.

Mengenai nasionalisme yang mulai luntur ini berdasar beberapa survei. Tidak hanya lembaga survey, namun dari Badan Intelegen Negara (BIN) juga telah melakukan survei.

Sehingga, dewan senayan menyasar kalangan milenial. Para siswa dan mahasiwa. “Dari survei yang dilakukan banyak lembaga.

Ternyata di kalangan siswa, banyak yang tidak paham dengan Pancasila. Survei BIN, di kalangan siswa, juga banyak terpapar ideologi radikal,” terangnya.

Parta merinci, pengertian radikal tak melulu menjurus ke agama tertentu. “Radikal itu misalnya intoleran.

Tidak toleran kepada orang lain. Dia rasial, tidak suka dengan orang suku berbeda. Rasial karena agama beda,” terangnya.

Maka, dewan senayan membawa materi 4 pilar di sekolah. Yakni, Pancasila,UUD RI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

“Pembawaan materi, karena mereka kalangan milenial, tidak boleh seperti dulu, cara seminar. Ternyata suasana harus beda,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/