27.1 C
Jakarta
1 Mei 2024, 7:30 AM WIB

Penderita HIV/AIDS Bisa Pasang Tato, Ini Kata Maestro Tato Bali…

DENPASAR – Tato merupakan budaya yang sudah hidup cukup lama di Indonesia, begitu juga di Bali.

Perkembangan industri tato di Bali muncul sekitar tahun 1980an dan kini menjadi industri tato paling maju di Indonesia.

Menariknya, para artis tato pun menerima segala costumer, termasuk mereka yang terkena HIV/Aids

Hal tersebut disampaikan oleh artis tato Bali, Putu Marmar saat ditemui di ajang eksibisi Bali Tatto Expo 2018 di Kubu Kopi, Jalan Hayam Huruk, Denpasar.

Pria kelahiran Denpasar 35 tahun silam ini pun mengaku pernah mengambil costumer yang terkena HIV.

“Nggak masalah. Selama standar kerja kita bagus kenapa nggak. Syukur kalau mereka (penderita HIV/Aids) memberi tahu.

Kami tentu juga harus aman dalam bekerja. Yang penting, kami bekerja, jangan sampai lelah dan lengah saja. Karena dapat berakibat fatal juga,” terangnya.

Seperti meremehkan pekerjaan dan tangan artis tato tertusuk jarum tato  costumer yang terkena penyakit berbahaya tersebut.

“Kalau diingatkan, otomatis itu akan menjadi prioritas sekali. Makanya, supaya fokus, saya biasanya tato satu orang saja setiap harinya,” ujar pemilik Hellmonk Tatto di Denpasar ini.

Menurut maestro pembuatan ogoh-ogoh di Bali, bila tato tersebut bahaya dalam dunia kesehatan, hal tersebut dikatakan tergantung dari orang yang mengerjakan.

Meskipun tato diakui juga memiliki risiko dalam penyebaran penyakit. Dalam bekerja pun, para artis tato menggunakan masker, pelindung tangan dan kaca mata khusus.

Ia menganalogikan seperti orang yang pergi ke dokter. Bila standar di tempat dokter tidak bagus, itu pun dikatakan juga berisiko menyebarkan penyakit.

“Kalau tidak dilakukan dengan benar, jelas berbahaya,” akunya. Pengerjaan tidak benar, dijelaskan Marmar terkait alat yang tidak bersih dan tidak steril sehingga tidak memenuhi syarat standar operasional.

Alat tato tersebut pun harus dicuci banyak cara, seperti proses awal cuci dengan sabun dan selanjutnya direndam di carian klorin dengan jangka waktu 30 menit sampai 1 jam dan selanjutnya masuk ke alat steril khusus.

Hal tersebut pun sudah menjadi ritual para artis tato sebelum melanjutkan pengerjaan tato terhadap costumer.

“Hal tersebut tentu juga mengacu cara kerja orang yang bekerja di rumah sakit. Banyak alat yang kami gunakan itu juga standar dari rumah sakit. Seperti alat steril,” terangnya.

Begitu juga dengan jarum tato yang digunakan. Katanya, dulu para artis tato menggunakan jarum jahit, kemudian berkembang ke jarum akupunktur

dan kini berkembang lagi menjadi jarum khusus tato yang lebih tipis dan kecil sehingga sakit orang saat di tato juga menjadi berkurang.

Nah, disinggung terkait limbah tato jarum dari jarum tersebut, Marmar mengungkapkan jarum yang sudah di pakai tersebut dibawa ke rumah sakit terdekat dari rumahnya untuk dititip dan dibakar.

“Jangan sampai sembarangan dibuangnya. Sampai sekarang pun, hal-hal seperti itu sudah dipikirin,” terangnya.

Bahkan, orang yang menjual alat-alat tato tersebut sudah menyiapkan kontainer untuk jarum bekas tersebut.

Tujuannya, sebelum jarum tersebut dibawa untuk dimusnahkan, perlu di simpan di tempat khusus.

Sehingga tetap aman bila ditaruh di studio tato tersebut. Kontainer tersebut di design khusus, bila jarum sudah masuk maka tak bisa diambil lagi.

Untuk melihat secara langsung, masyarakat yang penasaran dapat mendatangi acara Bali Tatto Expo 2018 yang akan digelar selama tiga hari, mulai dari 18 – 20 Mei 2018 mendatang di gedung Bali Creative Industry Center (BCIC), Tohpati, Denpasar.

Rencananya, acara dimulai pukul 10.00 hingga pukul 22.00 dengan menghadirkan sekitar 132 booth yang terdiri booth tatto studio dan both tatto studio d dalam ruangan.

Menariknya, para partisipan tak hanya datang dari Bali saja. Tahun ini juga akan kedatangan para seniman tato dari luar Bali

seperti Bali, Jakarta, Batam, Manado hingga Australia, Malaysia, Singapura, Austria, Filipina, Indoa, Mesir dan Slovenia.

Selama tiga hari mereka bukan sekadar menggelar eksibisi tato saja, namun juga dapat mengikuti Tatto Contest dengan menampilkan tato yang mereka buat selama acara Bali Tatto Expo 2018.

“Konsepnya bisa dikatakan mirip dengan tahun sebelumnya, hanya saja diperkaya dengan makin beragam dan melibatkan komunitas juga,” ujar Bagus Ferry, Penyelenggara Bali Tatto Expo 2018. 

DENPASAR – Tato merupakan budaya yang sudah hidup cukup lama di Indonesia, begitu juga di Bali.

Perkembangan industri tato di Bali muncul sekitar tahun 1980an dan kini menjadi industri tato paling maju di Indonesia.

Menariknya, para artis tato pun menerima segala costumer, termasuk mereka yang terkena HIV/Aids

Hal tersebut disampaikan oleh artis tato Bali, Putu Marmar saat ditemui di ajang eksibisi Bali Tatto Expo 2018 di Kubu Kopi, Jalan Hayam Huruk, Denpasar.

Pria kelahiran Denpasar 35 tahun silam ini pun mengaku pernah mengambil costumer yang terkena HIV.

“Nggak masalah. Selama standar kerja kita bagus kenapa nggak. Syukur kalau mereka (penderita HIV/Aids) memberi tahu.

Kami tentu juga harus aman dalam bekerja. Yang penting, kami bekerja, jangan sampai lelah dan lengah saja. Karena dapat berakibat fatal juga,” terangnya.

Seperti meremehkan pekerjaan dan tangan artis tato tertusuk jarum tato  costumer yang terkena penyakit berbahaya tersebut.

“Kalau diingatkan, otomatis itu akan menjadi prioritas sekali. Makanya, supaya fokus, saya biasanya tato satu orang saja setiap harinya,” ujar pemilik Hellmonk Tatto di Denpasar ini.

Menurut maestro pembuatan ogoh-ogoh di Bali, bila tato tersebut bahaya dalam dunia kesehatan, hal tersebut dikatakan tergantung dari orang yang mengerjakan.

Meskipun tato diakui juga memiliki risiko dalam penyebaran penyakit. Dalam bekerja pun, para artis tato menggunakan masker, pelindung tangan dan kaca mata khusus.

Ia menganalogikan seperti orang yang pergi ke dokter. Bila standar di tempat dokter tidak bagus, itu pun dikatakan juga berisiko menyebarkan penyakit.

“Kalau tidak dilakukan dengan benar, jelas berbahaya,” akunya. Pengerjaan tidak benar, dijelaskan Marmar terkait alat yang tidak bersih dan tidak steril sehingga tidak memenuhi syarat standar operasional.

Alat tato tersebut pun harus dicuci banyak cara, seperti proses awal cuci dengan sabun dan selanjutnya direndam di carian klorin dengan jangka waktu 30 menit sampai 1 jam dan selanjutnya masuk ke alat steril khusus.

Hal tersebut pun sudah menjadi ritual para artis tato sebelum melanjutkan pengerjaan tato terhadap costumer.

“Hal tersebut tentu juga mengacu cara kerja orang yang bekerja di rumah sakit. Banyak alat yang kami gunakan itu juga standar dari rumah sakit. Seperti alat steril,” terangnya.

Begitu juga dengan jarum tato yang digunakan. Katanya, dulu para artis tato menggunakan jarum jahit, kemudian berkembang ke jarum akupunktur

dan kini berkembang lagi menjadi jarum khusus tato yang lebih tipis dan kecil sehingga sakit orang saat di tato juga menjadi berkurang.

Nah, disinggung terkait limbah tato jarum dari jarum tersebut, Marmar mengungkapkan jarum yang sudah di pakai tersebut dibawa ke rumah sakit terdekat dari rumahnya untuk dititip dan dibakar.

“Jangan sampai sembarangan dibuangnya. Sampai sekarang pun, hal-hal seperti itu sudah dipikirin,” terangnya.

Bahkan, orang yang menjual alat-alat tato tersebut sudah menyiapkan kontainer untuk jarum bekas tersebut.

Tujuannya, sebelum jarum tersebut dibawa untuk dimusnahkan, perlu di simpan di tempat khusus.

Sehingga tetap aman bila ditaruh di studio tato tersebut. Kontainer tersebut di design khusus, bila jarum sudah masuk maka tak bisa diambil lagi.

Untuk melihat secara langsung, masyarakat yang penasaran dapat mendatangi acara Bali Tatto Expo 2018 yang akan digelar selama tiga hari, mulai dari 18 – 20 Mei 2018 mendatang di gedung Bali Creative Industry Center (BCIC), Tohpati, Denpasar.

Rencananya, acara dimulai pukul 10.00 hingga pukul 22.00 dengan menghadirkan sekitar 132 booth yang terdiri booth tatto studio dan both tatto studio d dalam ruangan.

Menariknya, para partisipan tak hanya datang dari Bali saja. Tahun ini juga akan kedatangan para seniman tato dari luar Bali

seperti Bali, Jakarta, Batam, Manado hingga Australia, Malaysia, Singapura, Austria, Filipina, Indoa, Mesir dan Slovenia.

Selama tiga hari mereka bukan sekadar menggelar eksibisi tato saja, namun juga dapat mengikuti Tatto Contest dengan menampilkan tato yang mereka buat selama acara Bali Tatto Expo 2018.

“Konsepnya bisa dikatakan mirip dengan tahun sebelumnya, hanya saja diperkaya dengan makin beragam dan melibatkan komunitas juga,” ujar Bagus Ferry, Penyelenggara Bali Tatto Expo 2018. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/