DENPASAR – Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali mendesak Kantor Imigrasi melakukan penindakan tegas terhadap guide liar dari kalangan Warga Negara Asing (WNA) di Bali.
Ini buntut dari kejadian penganiayaan yang dilakukan guide bodong mandarin yang merupakan WNA kepada guide lokal yang memiliki lisensi resmi, Kamis (5/4) lalu.
Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta mengataka,n saat ini pihaknya tengah melakukan pembentukan satgas untuk mendeteksi keberadaan guide liar ini.
Melalui Imigrasi dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali agar ada langkah kongkret semacam perjanjian hitam di atas putih sehingga law enforcement di lapangan bisa berjalan.
“Saat ini masih parsial sifatnya. Hanya ada di Imigrasi. Kadang Imigrasi juga nggak paham, mana guide China-nya yang WNA dan mana tamunya karena wajahnya sama,” ujar Nuarta.
Sehingga dalam proses penindakan harus ada pendampingan dari masing-masing instansi terkait sehingga efektivitas bisa berjalan.
“Jadi, saat penindakan melibatkan asosiasi. Misalnya ketika Sat Pol PP menindak guide liar, melibatkan kami HPI. Kalau menindak travel agen bodong melibatkan Asita,” bebernya.
Saat ini jumlah anggota HPI mencapai 8 ribu orang dari 11 divisi bahasa dan paling banyak guide mandarin dan Rusia.
Dari sisi kuantitas, HPI mendeteksi terdapat 300 lebih guide di Bali yang terdeteksi tanpa mengantongi lisensi.
Artinya dari 300 lebih guide yang tidak memiliki lisensi ini tengah melakukan magang di beberapa travel agen. “Kami sarankan nanti untuk mencari lisensi,” jelas Nuarta.
Nuarta mengaku, kerap kali mengadukan keberadaan guide WNA di Bali. Hanya saja tindakan pihak Imigrasi dinilai terlalu tidak tegas dalam penindakan.
“Kewenangan untuk menyelesaikan kewenangan oleh Imigrasi ini tidak selesai. Kalau secara tegas dilakukan pasti akan ada efek jera,” terang Nuarta.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Bali I Ketut Ardana mengungkapkan, harus ada itikad baik secara bersama-sama dalam menjaga pariwisata Bali.
Namun saat ini, masih saja ada praktik saling menutupi ketika terjadi pelanggaran. Misalnya keberadaan travel agen bodong, yang kerap kali ditutupi karena ada praktik kesepakatan tutup mulut.
“Untuk memberantas praktik ilegal ini harus kompak. Kalau kompak saya yakin bisnis yang terbangun jadi sehat,” kata Ardana.
Dia menambahkan, ada belasan travel agen yang bukan anggota Asita berada di Bali. Dan pihak Asita Bali telah melaporkan kepada Satpol PP selaku penegak hukum.
Hanya saja saat didatangi, perusahaanya sudah berganti. “Kami ingin dilibatkan, karena dari hasil laporan kami, kami tidak pernah mendapat informasi lanjutan,” jelasnya.
Saat ini, anggota Asita di Bali mencapai 418 anggota, Dari jumlah itu, paling banyak menangani wisatawan Tiongkok dengan jumlah 60 perusahaan.
Seharusnya, kata dia, ketika ingin membangun bisnis yang sehat, harus melalui prosedur. Karena ini menyangkut citra pariwisata.
“Memang masalah Mandarin ini cukup lama, dan kerap kali berulah. Seperti penipuan dan kenakalan yang terjadi selama ini,” pungkasnya.