DENPASAR – Kesan bahwa penindakan mafia pariwisata bersifat diskriminatif, yakni hanya kepada usaha dar Tiongkok, ditepis kalangan DPRD Bali.
Kalangan DPRD Bali menegaskan bahwa rekomendasi yang ditujukan kepada Gubernur Bali terkait penuntupan dan penertiban
mafia pariwisata tidak hanya berlaku untuk toko-toko jaringan mafia pariwisata dari Tiongkok, melainkan untuk Negara lain pula.
Hal itu ditegaskan anggota Komisi II DPRD Bali, AA Ngurah Adhi Ardana kemerin. Menurut Gung Adi, rekomendasi itu untuk penegakan hukum secara keseluruhan.
“Merekomendasikan penegakan hukum secara keseluruhan dan bukan saja ke satu jaringan negara yang melanggar saja,” ungkap A.A. Ngurah Adhi Ardhana.
Politikus PDIP ini menyatakan semua hal yang direkomendasikan DPRD dan diputuskan oleh pemerintah daerah pada intinya adalah penegakan hukum.
Hal itu berdasar pada pertemuan 31 Oktober 2018 lalu yang sudah disepakati oleh seluruh stakeholder pariwisata pada saat rapat kerja
yang digelar DPRD Bali melibatkan Wakil Gubernur Bali, komponen pariwisata, unsur kepolisian, dan imigrasi.
Yang ia sesalkan, saat ini justru beredar isu, utamanya di media sosial, yang menyebut gubernur ngamuk bahkan “tendensius” kepada suatu negara yakni Tiongkok.
“Wacana itu tidak benar. Gubernur hanya menegakkan rekomendasi serta keputusan yang telah diambil bersama dengan seluruh stakeholder kepariwisataan.
Kami di Komisi II pun sudah beraspirasi ke Kementerian Pariwisata pada tanggal 8 November,” jelas politikus asal Kota Denpasar ini.