32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 17:51 PM WIB

Nama Bali Rusak Karena Paket Murah, Partha: Mereka Predator, Tangkap!

DENPASAR – Kabar  paket wisata ke Bali diobral di Tiongkok hingga Rp 200 ribu kian terkuak. Harga ini adalah harga terbaru yang diungkap DPP ASITA.

Sebelumnya, DPP ASITA merilis harga paket wisata ke Bali adalah Rp 600 ribu (499 RMB), untuk tiket pulang pergi, hotel dan makan di Bali selama lima hari. 

Fakta ini memantik sejumlah tokoh Bali bereaksi. Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta menyebut   bahwa para mafia Tiongkok yang ingin mencari untung dengan “menipu” sesama Tiongkok dan merugikan Bali adalah predator.

Partha menegaskan bahwa praktik jual beli kepala (JBK) sudah terjadi lama di Bali. Dengan pola jaringan wisatawan dari luar negeri bekerja sama dengan travel agent di Bali, termasuk guide.

Kemudian nanti dipaksa belanja untuk dapat fee. “Ini terjadi lama, JKB dengan konsep jaringan travel agent.

Namun, jarang juga ada melapor karena saling melindungi dan sama – sama diuntungkan pemainnya, padahal ini merugikan Bali,” jelas Parta.

Politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini mengatakan saat ini yang ramai ada pola yang termasuk baru. Pihak pemilik toko yang rata – rata masih asli Tiongkok yang mensponsori untuk datang di Bali, dengan pola subsidi.

Sehingga bisa menjual Bali dengan sangat murah, bahkan yang terakhir sampai Rp 200 ribu ke Bali, dapat tiket, sudah mendapatkan hotel, makan selama lima hari di Bali.

“Dijual bahkan diobral dengan Rp 200 ribu,” sebut Parta. Dengan menyubsidi seperti ini, para wisatawan ini kemudian seperti dipaksa untuk belanja di toko – toko berjaringan yang sudah ada di Bali.

Dengan beragam indikasi, ada pegawai toko yang masih berstatus WNA, hanya dengan visa wisata dan lainnya.

“Kondisi ini sangat merugikan Bali, walaupun kesannya yang menipu dan ditipu sama – sama Tiongkok,” ungkapnya.

Menurut Parta,  Bali sangat rugi besar. Yang Karena pertama  adalah nama Bali menjadi jelek di Tiongkok, karena terkesan di Bali objek wisatanya hanya toko – toko saja, yang menjual barang – barang seperti kasus latex dan lainnya.

Tidak ada hasil yang bisa dinikmati UMKM Bali. “Ternyata Bali hanya wisata toko aja, karena mereka empat hari masuk toko saja. Sehari baru tour ke Uluwatu,” ujarnya.

Bahkan jika nanti wisatawan merasa ditipu dengan pola ini, juga imbasnya malah nama Bali sangat jelek di Tiongkok.

Bagi Parta, praktek oleh para pemain – pemain Tiongkok ini sudah ibarat predator. “Mereka ibarat predator, rela memakan teman dan saudara sendiri dan rela merusak nama Bali demi keuntungannya sendiri,” tegasnya.

Pihaknya mendesak, predator macam seperti ini wajib segera ditertibkan. Bahkan diseret ke ranah hukum, agar ada efek jera.

“Jika dibiarkan akan semakin kacau pariwisata Bali. Mesti diseret ke ranah hukum agar ada efek jera. Tutup model bisnis seperti ini,” imbuhnya.

Dia mengingatkan, masyarakat  Bali sudah susah payah merawat dan menjaga Bali. Namun muncul predator dari Tiongkok merusak dengan gampang Bali.

“Bayangkan seperti apa masyarakat Bali membangun Bali. Menjaga secara sekala dan niskala. Menjaga Budaya, adat dan agamanya.

Hingga terkenal, kemudian datang predator dari Tiongkok malah dengan gampang merusak nama Bali,” tandasnya. 

DENPASAR – Kabar  paket wisata ke Bali diobral di Tiongkok hingga Rp 200 ribu kian terkuak. Harga ini adalah harga terbaru yang diungkap DPP ASITA.

Sebelumnya, DPP ASITA merilis harga paket wisata ke Bali adalah Rp 600 ribu (499 RMB), untuk tiket pulang pergi, hotel dan makan di Bali selama lima hari. 

Fakta ini memantik sejumlah tokoh Bali bereaksi. Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta menyebut   bahwa para mafia Tiongkok yang ingin mencari untung dengan “menipu” sesama Tiongkok dan merugikan Bali adalah predator.

Partha menegaskan bahwa praktik jual beli kepala (JBK) sudah terjadi lama di Bali. Dengan pola jaringan wisatawan dari luar negeri bekerja sama dengan travel agent di Bali, termasuk guide.

Kemudian nanti dipaksa belanja untuk dapat fee. “Ini terjadi lama, JKB dengan konsep jaringan travel agent.

Namun, jarang juga ada melapor karena saling melindungi dan sama – sama diuntungkan pemainnya, padahal ini merugikan Bali,” jelas Parta.

Politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini mengatakan saat ini yang ramai ada pola yang termasuk baru. Pihak pemilik toko yang rata – rata masih asli Tiongkok yang mensponsori untuk datang di Bali, dengan pola subsidi.

Sehingga bisa menjual Bali dengan sangat murah, bahkan yang terakhir sampai Rp 200 ribu ke Bali, dapat tiket, sudah mendapatkan hotel, makan selama lima hari di Bali.

“Dijual bahkan diobral dengan Rp 200 ribu,” sebut Parta. Dengan menyubsidi seperti ini, para wisatawan ini kemudian seperti dipaksa untuk belanja di toko – toko berjaringan yang sudah ada di Bali.

Dengan beragam indikasi, ada pegawai toko yang masih berstatus WNA, hanya dengan visa wisata dan lainnya.

“Kondisi ini sangat merugikan Bali, walaupun kesannya yang menipu dan ditipu sama – sama Tiongkok,” ungkapnya.

Menurut Parta,  Bali sangat rugi besar. Yang Karena pertama  adalah nama Bali menjadi jelek di Tiongkok, karena terkesan di Bali objek wisatanya hanya toko – toko saja, yang menjual barang – barang seperti kasus latex dan lainnya.

Tidak ada hasil yang bisa dinikmati UMKM Bali. “Ternyata Bali hanya wisata toko aja, karena mereka empat hari masuk toko saja. Sehari baru tour ke Uluwatu,” ujarnya.

Bahkan jika nanti wisatawan merasa ditipu dengan pola ini, juga imbasnya malah nama Bali sangat jelek di Tiongkok.

Bagi Parta, praktek oleh para pemain – pemain Tiongkok ini sudah ibarat predator. “Mereka ibarat predator, rela memakan teman dan saudara sendiri dan rela merusak nama Bali demi keuntungannya sendiri,” tegasnya.

Pihaknya mendesak, predator macam seperti ini wajib segera ditertibkan. Bahkan diseret ke ranah hukum, agar ada efek jera.

“Jika dibiarkan akan semakin kacau pariwisata Bali. Mesti diseret ke ranah hukum agar ada efek jera. Tutup model bisnis seperti ini,” imbuhnya.

Dia mengingatkan, masyarakat  Bali sudah susah payah merawat dan menjaga Bali. Namun muncul predator dari Tiongkok merusak dengan gampang Bali.

“Bayangkan seperti apa masyarakat Bali membangun Bali. Menjaga secara sekala dan niskala. Menjaga Budaya, adat dan agamanya.

Hingga terkenal, kemudian datang predator dari Tiongkok malah dengan gampang merusak nama Bali,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/