SEMARAPURA – Kertha Gosa dan Goa Jepang, Kecamatan Banjarangkan merupakan dua situs yang menjadi prioritas Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Klungkung untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Sayangnya, keinginan yang muncul dan dirancang sejak tahun 2017 lalu itu hingga saat ini belum bisa terealisasi karena sejumlah hal.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung I Nyoman Mudarta, kemarin mengungkapkan,
hingga saat ini baru sebanyak 13 lukisan klasik Bali koleksi Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa yang sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya.
Namun, menurutnya, sebenarnya Kertha Gosa dan Goa Jepang, Kecamatan Banjarangkan merupakan dua situs yang menjadi prioritas pihaknya untuk ditetapkan sebagai situs Cagar Budaya sejak tahun 2017.
Sayangnya karena berbagai persoalan yang timbul di lapangan maka, target tersebut belum bisa terealisasi. “Sampai saat ini, dua situs ini yang menjadi prioritas kami,” katanya.
Diungkapkannya, masalah yang menghambat proses penetapan situs Goa Jepang sebagai Cagar Budaya karena harus menunggu kajian geologi situs tersebut.
Sebab kajian budaya tidak bisa dilakukan jika kajian geologinya belum keluar. “Kalau kajian giologinya dinyatakan aman, baru kami bisa lanjutkan,” terangnya.
Sementara untuk Kortha Gosa, hingga saat ini status kepemilikannya belum jelas. Apakah milik Pemkab Klungkung atau Puri Agung Klungkung.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berencana memediasi masalah ini. Saat ini, BPKP baru melakukan pertemuan dengan Pemkab Klungkung.
Dan nantinya akan dilakukan pertemuan dengan pihak Puri Agung Klungkung. Setelah itu BPKP, Pemkab Klungkung dan Puri Agung Klungkung akan bertemu untuk memutuskan terkait status kepemilikan Kerhta Gosa.
“Sebab pihak BPN tidak bisa memproses sepanjang masih ada yang menggugatnya. Pemkab dulu sempat mengajukan,
dan digugat oleh pihak Puri. Meski statusnya masih mengambang, kami tetap menjaga situs ini sebagai bentuk pelestarian,” ungkapnya.
Sambari menunggu penyelesaian permasalahan dua situs tersebut, pihaknya mengaku akan mengurus usulan maestro lukis alm Nyoman Gunarsa di tahun 2018 ini.
Dari total 347 item yang diusulkan, baru 13 lukisan klasik Bali koleksi Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa yang sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya.
Dan, tahun ini rencananya ada 51 lukisan lagi yang akan ditetapkan. Selain koleksi Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa, pihaknya juga akan mengurus penetapan status Cagar Budaya dari Pura Taman Sari di Desa Sengguan.
“Untuk penetapan satu situs sebagai cagar budaya membutuhkan anggaran sebesar Rp 50 juta. Jadi tahun ini anggaran yang kami siapkan sekitar Rp 100 juta. Itu bisa mencukupi bahkan bisa kurang jika harus uji lab,” ujar Mudarta.
Lebih lanjut diungkapkannya, Kabupaten Klungkung yang dulunya sebagai pusat pemerintahan raja-raja Bali, menjadikannya memiliki cukup banyak situs-situs bersejarah.
Namun hingga saat ini baru sebanyak 51 situs saja yang tercatat. Selain akan turun langsung ke lapangan mencari keberadaan situs yang ada,
pihaknya juga akan gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat sehingga diharapkan masyarakat aktif melaporkan situs-situs bersejarah yang ada di wilayahnya.
“Jangan sampai, kita kehilangan situs-situs bersejarah kita dengan adanya pemugaran. Sebab sebelum-sebelumnya terjadi seperti itu akibat ketidaktahuan.
Dengan adanya penetapan sebagai Cagar Budaya ini, nantinya kelestarian situs itu juga menjadi tanggungjawab pemerintah,” tandasnya.