BANJAR – Keinginan krama adat di wewidangan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan untuk memiliki arena megangsing yang representative, akhirnya terwujud.
Pemerintah akhirnya memfasilitasi pembangunan arena tersebut. Bahkan kini arena itu sudah berdiri megah dan siap digunakan para pecinta gangsing di wilayah Catur Desa.
Selama ini krama adat di wilayah Desa Gesing, Gobleg, Munduk, serta Umejero memang tak memiliki arena megangsing yang representatif.
Biasanya mereka bermain gangsing berpindah-pindah. Lahan kosong di sekitar Danau Tamblingan kerap digunakan sebagai area dadakan.
Hal ini terang saja kontraproduktif. Mengingat megangsing merupakan permainan rakyat bagi krama di Catur Desa.
Bahkan, permainan rakyat itu sempat diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) nasional. Namun pengusulan itu terpaksa ditangguhkan, karena ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi.
Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Made Sudama Diana mengatakan, pembangunan arena megangsingan itu berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Menurutnya, Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, selalu mengusulkan pembangunan arena yang representative. Tahun ini usulan itu dipenuhi lewat proposal yang diajukan Desa Adat Munduk.
Menurutnya, dana yang dikucurkan pemerintah pusat mencapai Rp 1,02 miliar. Setelah dilakukan tender, proyek dikerjakan dengan nilai kontrak Rp 871,35 juta.
“Desa Munduk merupakan salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Berdirinya arena megangsingan ini akan menjadi
salah satu wahana pelestarian permainan rakyat di wilayah ini. Sehingga nantinya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan,” kata Sudama.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan wilayah Desa Munduk selama ini dikenal dengan pariwisata berbasis masyarakat.
Masyarakat adat setempat juga selalu memegang teguh adat istiadat yang dipegang. Termasuk di antaranya permainan megangsing yang selalu dibawakan tiap kali musim panen kopi tiba.
Bupati Agus mengatakan, setelah pembangunan arena tersebut, masyarakat adat setempat harus mulai memikirkan pelestarian lingkungan.
Dalam hal ini melestarikan tanaman-tanaman yang digunakan untuk membuat gangsing. Seperti jeruk bali, jeruk limau, kemuning, maupun majegau.
Ia tak ingin nantinya kayu untuk membuat gangsing menjadi langka, sehingga permainan gangsing mulai surut.
“Jadi arahnya jelas sebagai pelestarian lingkungan. Tanam pohon yang bisa digunakan sebagai bahan gangsing.
Misalnya dari satu pohon yang dipanen untuk dijadikan bahan membuat gangsing, tanam 100 pohon lain untuk mengganti. Jadi biar tetap lestari,” kata Bupati Agus