SINGARAJA – PHRI Buleleng menyambut baik kebijakan dan arahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang berencana membuka pariwisata Bali 9 Juli mendatang.
Namun, ada beberapa yang harus menjadi catatan penting pemerintah daerah jika pariwisata Bali dan Buleleng khusus beroperasi kembali.
“Kami para pelaku pariwisata sejatinya sudah siap ketika pariwisata mulai beroperasi. Namun, yang sulit adalah mengembalikan kepercayaan wisatawan untuk datang ke Bali terutama
terkait keamanan, keselamatan dan kesehatan mereka ketika berwisata di Bali. Ini yang harus menjadi perhatian khusus pemerintah dan GTPP Covid-19,” kata Ketua PHRI Buleleng Dewa Putu Suardipa.
Suardipa menyebut, membuka pariwisata betul-betul harus disiapkan sebuah SOP dan peraturan yang benar-benar sinergi dari pemerintah daerah sampai ke tingkat desa.
Mulai soal destinasi wisata, tempat makan, transportasi hingga biro perjalanan pariwisata. Panduan seperti itu juga harus disiapkan secara matang oleh pemerintah daerah agar pariwisata Bali berjalan normal seperti biasanya.
“Kami khawatir kendati ada sejumlah wisatawan yang datang ke Buleleng, kendati mereka tinggal di hotel, kemudian berkunjung ke destinasi wisata lainnya,
takut begitu menuju wisata lainnya terjadi penolakan atau penyekatan dari pemerintah desa. Sehingga perlu ada aturan yang mengatur hal demikian,” tuturnya.
Diakui Suardipa, sampai saat ini beberapa hotel, restaurant dan penginapan di Buleleng sudah memulai membuka usaha pariwisata mereka.
Dan juga ada beberapa akomodasi pariwisata yang belum berani membuka dengan alasan masih tingginya penularan Covid-19.
Selain itu beberapa wisatawan memang sudah ada yang ingin datang ke Bali, namun mempertanyakan keselamatan mereka.
Lantaran melihat kondisi masih tinggi angka covid-19 di Indonesia, sehingga belum ada yang booking penginapan.
“Kami berharap new normal tidak sebatas gaung saja. Tapi benar dijalankan sesuai protap kesehatan,” ujarnya.
Suardipa juga berharap, biaya rapid test dan test PCR bagi tamu asing agar tidak terlalu membebani ketika mereka masuk ke Bali.
“Kami berharap pemerintah juga memikirkan kedua biaya alat diagnosis tersebut,” pungkasnya.