28.2 C
Jakarta
21 November 2024, 19:53 PM WIB

Wisata Alam yang Eksotik dengan BiayaTiket Masuk Seiklasnya

Ada obyek wisata baru di Gianyar.

Wisata alam berupa air terjun ini letaknya di Banjar Sumampan, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati.

Uniknya, selain masih sangat alami, wisata alam bernama “Air Terjun Sumampan” ini dikelola oleh keluarga kakek I Wayan Cepag, 60. Seperti apa?

 

 

IB INDRA PRASETYA, Gianyar

 

 

KEPEDULIAN keluarga satu ini benar-benar menjadi inspirasi. Memiliki lahan seluas 1 hektar, keluarga ini rela menjadi penyangga objek wisata alam baru di Sukawati Gianyar.

 

Kini obyek air terjun baru itu juga sedang ditata. Keluarga ini murni menggunakan dana swadaya dan dari donasi para pengunjung.

 

Pengelola wisata air terjun Sumampan,  Nyoman Retana yang merupakan putra kakek Cepag mengaku menghias air terjun ini perlahan.

 

Mulai mengukir beberapa batu padas. Sekitar 10 topeng dibuat guna menyesuaikan bentuk batu padas. “Perlahan saya benahi,” ujarnya.

 

Terkait tingkat kunjungan, air terjun ini mulai ramai setiap hari.

 

Puncak ramainya, setiap Sabtu dan Minggu.

 

“Pertama kali, hanya turis asing yang kebetulan tinggal di vila dekat sini yang tertarik. Lalu dia unggah di media sosial dan jadi dikenal sampai saat ini,” ungkapnya.

 

Penataan kawasan pun dilakukan sesuai saran dan usul dari para turis dan pengunjung lokal. Bahkan tak sedikit, saran muncul dari para guide. “Sedikit demi sedikit kami berbenah,” ujarnya bapak 3 anak, 9 cucu dan 3 cicit ini.

 

Untuk biayanya, pengunjung cukup membayar seiklasnya. “Berapa saja bisa, tidak apa-apa,” tukasnya.

 

Sementara itu, kakek Cepag mengaku perlu waktu belasan tahun untuk mengubah lokasi yang dulunya berupa semak belukar menjadi seperti sekarang.

 

Posisi air terjunnya pun, pada awalnya tak jauh indah seperti saat ini. “Dulu aliran air turun secara pelan di atas batu padas yang agak cembung,” kenang Cepag.

 

Seiring berjalannya waktu, batu padas yang dialiri air itu pun mulai digali. Hingga permukaan dinding tegak lurus.

 

“Jadi sekarang ini seperti ini, aliran air menjadi terjun bebas,” jelasnya.

 

Tinggi air terjun itu mencapai 15 meter.

 

“Saat saya umur 17 tahun, tebing padas disini mulai digali.

Seiring berjalan waktu, air itu jadi turun yang awalnya mengalir biasa,” ujar kakek dari Banjar Sumampan itu.

Air terjun itu, kata kakek Cepag berasal dari air buangan dari terowongan yang mengaliri DAM Goa Gajah di Desa Bedulu.

Air DAM itu untuk salurah irigasi di subak wilayah Desa Keramas dan Sakah, Desa Batuan Kaler.

“Jadi terowongan yang panjang, di beberapa bagian memang dibuka celah untuk pembuangan air. Tujuannya tiada lain agar terowongan tidak jebol,” ungkapnya.

Air Terjun Sumampan ini, menjadi salah satu bukaan dari terowongan itu.

Jadi, jika sewaktu-waktu DAM ditutup, maka air terjun tidak akan mengalir bahkan satu tetes sekalipun.

“Jadi sejatinya, air terowongan yang berlebihan jatuh kesini,” jelasnya.

Dikatakan, sekitar 15 tahun terakhir tebing di sisi timur dilarang untuk penggalian lagi. Sehingga para

penggali, beralih ke sisi barat. Hingga kini, penggalian batu padas yang katanya sudah berizin tersebut masih berlanjut.

Sembari, satu keluarga ini memperbaiki jalan setapak yang terdiri dari ratusan anak tangga sebagai akses menuju objek.

Ada obyek wisata baru di Gianyar.

Wisata alam berupa air terjun ini letaknya di Banjar Sumampan, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati.

Uniknya, selain masih sangat alami, wisata alam bernama “Air Terjun Sumampan” ini dikelola oleh keluarga kakek I Wayan Cepag, 60. Seperti apa?

 

 

IB INDRA PRASETYA, Gianyar

 

 

KEPEDULIAN keluarga satu ini benar-benar menjadi inspirasi. Memiliki lahan seluas 1 hektar, keluarga ini rela menjadi penyangga objek wisata alam baru di Sukawati Gianyar.

 

Kini obyek air terjun baru itu juga sedang ditata. Keluarga ini murni menggunakan dana swadaya dan dari donasi para pengunjung.

 

Pengelola wisata air terjun Sumampan,  Nyoman Retana yang merupakan putra kakek Cepag mengaku menghias air terjun ini perlahan.

 

Mulai mengukir beberapa batu padas. Sekitar 10 topeng dibuat guna menyesuaikan bentuk batu padas. “Perlahan saya benahi,” ujarnya.

 

Terkait tingkat kunjungan, air terjun ini mulai ramai setiap hari.

 

Puncak ramainya, setiap Sabtu dan Minggu.

 

“Pertama kali, hanya turis asing yang kebetulan tinggal di vila dekat sini yang tertarik. Lalu dia unggah di media sosial dan jadi dikenal sampai saat ini,” ungkapnya.

 

Penataan kawasan pun dilakukan sesuai saran dan usul dari para turis dan pengunjung lokal. Bahkan tak sedikit, saran muncul dari para guide. “Sedikit demi sedikit kami berbenah,” ujarnya bapak 3 anak, 9 cucu dan 3 cicit ini.

 

Untuk biayanya, pengunjung cukup membayar seiklasnya. “Berapa saja bisa, tidak apa-apa,” tukasnya.

 

Sementara itu, kakek Cepag mengaku perlu waktu belasan tahun untuk mengubah lokasi yang dulunya berupa semak belukar menjadi seperti sekarang.

 

Posisi air terjunnya pun, pada awalnya tak jauh indah seperti saat ini. “Dulu aliran air turun secara pelan di atas batu padas yang agak cembung,” kenang Cepag.

 

Seiring berjalannya waktu, batu padas yang dialiri air itu pun mulai digali. Hingga permukaan dinding tegak lurus.

 

“Jadi sekarang ini seperti ini, aliran air menjadi terjun bebas,” jelasnya.

 

Tinggi air terjun itu mencapai 15 meter.

 

“Saat saya umur 17 tahun, tebing padas disini mulai digali.

Seiring berjalan waktu, air itu jadi turun yang awalnya mengalir biasa,” ujar kakek dari Banjar Sumampan itu.

Air terjun itu, kata kakek Cepag berasal dari air buangan dari terowongan yang mengaliri DAM Goa Gajah di Desa Bedulu.

Air DAM itu untuk salurah irigasi di subak wilayah Desa Keramas dan Sakah, Desa Batuan Kaler.

“Jadi terowongan yang panjang, di beberapa bagian memang dibuka celah untuk pembuangan air. Tujuannya tiada lain agar terowongan tidak jebol,” ungkapnya.

Air Terjun Sumampan ini, menjadi salah satu bukaan dari terowongan itu.

Jadi, jika sewaktu-waktu DAM ditutup, maka air terjun tidak akan mengalir bahkan satu tetes sekalipun.

“Jadi sejatinya, air terowongan yang berlebihan jatuh kesini,” jelasnya.

Dikatakan, sekitar 15 tahun terakhir tebing di sisi timur dilarang untuk penggalian lagi. Sehingga para

penggali, beralih ke sisi barat. Hingga kini, penggalian batu padas yang katanya sudah berizin tersebut masih berlanjut.

Sembari, satu keluarga ini memperbaiki jalan setapak yang terdiri dari ratusan anak tangga sebagai akses menuju objek.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/