26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 9:04 AM WIB

Pura Batuan Pilih Sistem Donasi, Sementara Abaikan Rencana Pemkab

GIANYAR – Rencana Pemkab Gianyar merangkul desa pakraman yang mengelola objek wisata belum bisa terealisasi.

Desa Pakraman Batuan, contohnya, yang mengelola objek wisata Pura Puseh Batuan memilih tetap memakai sistem donasi berupa dana punia (sumbangan sukarela).

Hal itu terungkap saat digelar paruman (rapat warga) Batuan, Minggu malam (25/11) lalu.

Bendesa Pakraman Batuan I Made Djabur menyatakan, pihaknya tidak mau buru-buru menentukan rencana kerjasama pengelolaan dengan Pemkab Gianyar.

Bahkan, pihaknya juga belum mau membuatkan karcis masuk atau tiket. Terlebih Gubernur Bali Wayan Koster mewacanakan akan segera membuat Perda tentang Desa Pakraman.

“Sementara kami tetap jalan seperti saat ini, pakai donasi. Kedepan jika sudah ada payung hukum yang mengatur, kami akan bahas kembali,” ujar Made Djabur, Senin (26/11).

Terkait adanya wacana kerjasama dengan Pemkab Gianyar usai bertemu  dengan Bupati Gianyar beberapa waktu lalu, Made Djabur mengaku baru sebatas berkoordinasi saja.

“Waktu ketemu Bupati itu, kami sebatas koordinasi. Memang ada imbauan agar kerjasama atau gunakan karcis, tapi saat itu belum ada keputusan. Kemarin kami gelar paruman, prajuru dan krama sepakat agar tetap pakai sistem donasi,” tegasnya. 

Dikatakan Djabur, donasi ini nominalnya tidak mengikat. Seberapapun hasilnya, dipergunakan untuk keperluan pura.

Mulai biaya operasional, kebersihan, keamanan, serta penyewaan kain dan selendang bagi wisatawan yang hendak melihat ukiran klasik yang terpahat pada bangunan pura.

Tak hanya itu, akses parkir juga diberikan secara bebas pada bus-bus maupun kendaraan yang membawa wisatawan.

“Termasuk pada pihak travel, kami sama sekali tidak ada kerjasama. Juga tidak ada promosi, ramainya kunjungan mengalir secara alami,” jelasnya. 

Diakui, tingginya tingkat kunjungan ke Pura Puseh Batuan ini karena beberapa faktor. Pertama, lokasi pura berada di jalur Denpasar – Ubud.

Lalu, didukung akses parkir yang luas, dan arsitektur bangunan pura yang klasik menjadi faktor utama ramainya tingkat kunjungan.

Terkait wacana penetapan donasi minimal, katanya memang sempat dibahas untuk diterapkan tahun 2019. Namun hal itu, masih menunggu petunjuk dari Perda tentang Desa Pakraman.

“Keputusan paruman seperti ini dulu, masih tradisional. Nanti kami tunggu Perda Gubernur agar ada payung hukum terkait pengelolaan objek wisata,” tukasnya. 

Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan ke pura Batuan setiap hari rata-rata mencapai seribu orang. Pengunjung didominasi turis asal negara Tiongkok dan India. Sisanya didominasi turis asal Eropa dan Australia.

Untuk jumlah donasi yang diberikan oleh wisatawan ke pura Batuan beragam. Jumlah minimal sebesar Rp 10 ribu per orang. Hanya saja, petugas di pura tidak saklek menerapkan sistem donasi.

Tak jarang wisatawan mengeluarkan uang koin namun tetap diterima dan mereka dipersilahkan masuk pura.

GIANYAR – Rencana Pemkab Gianyar merangkul desa pakraman yang mengelola objek wisata belum bisa terealisasi.

Desa Pakraman Batuan, contohnya, yang mengelola objek wisata Pura Puseh Batuan memilih tetap memakai sistem donasi berupa dana punia (sumbangan sukarela).

Hal itu terungkap saat digelar paruman (rapat warga) Batuan, Minggu malam (25/11) lalu.

Bendesa Pakraman Batuan I Made Djabur menyatakan, pihaknya tidak mau buru-buru menentukan rencana kerjasama pengelolaan dengan Pemkab Gianyar.

Bahkan, pihaknya juga belum mau membuatkan karcis masuk atau tiket. Terlebih Gubernur Bali Wayan Koster mewacanakan akan segera membuat Perda tentang Desa Pakraman.

“Sementara kami tetap jalan seperti saat ini, pakai donasi. Kedepan jika sudah ada payung hukum yang mengatur, kami akan bahas kembali,” ujar Made Djabur, Senin (26/11).

Terkait adanya wacana kerjasama dengan Pemkab Gianyar usai bertemu  dengan Bupati Gianyar beberapa waktu lalu, Made Djabur mengaku baru sebatas berkoordinasi saja.

“Waktu ketemu Bupati itu, kami sebatas koordinasi. Memang ada imbauan agar kerjasama atau gunakan karcis, tapi saat itu belum ada keputusan. Kemarin kami gelar paruman, prajuru dan krama sepakat agar tetap pakai sistem donasi,” tegasnya. 

Dikatakan Djabur, donasi ini nominalnya tidak mengikat. Seberapapun hasilnya, dipergunakan untuk keperluan pura.

Mulai biaya operasional, kebersihan, keamanan, serta penyewaan kain dan selendang bagi wisatawan yang hendak melihat ukiran klasik yang terpahat pada bangunan pura.

Tak hanya itu, akses parkir juga diberikan secara bebas pada bus-bus maupun kendaraan yang membawa wisatawan.

“Termasuk pada pihak travel, kami sama sekali tidak ada kerjasama. Juga tidak ada promosi, ramainya kunjungan mengalir secara alami,” jelasnya. 

Diakui, tingginya tingkat kunjungan ke Pura Puseh Batuan ini karena beberapa faktor. Pertama, lokasi pura berada di jalur Denpasar – Ubud.

Lalu, didukung akses parkir yang luas, dan arsitektur bangunan pura yang klasik menjadi faktor utama ramainya tingkat kunjungan.

Terkait wacana penetapan donasi minimal, katanya memang sempat dibahas untuk diterapkan tahun 2019. Namun hal itu, masih menunggu petunjuk dari Perda tentang Desa Pakraman.

“Keputusan paruman seperti ini dulu, masih tradisional. Nanti kami tunggu Perda Gubernur agar ada payung hukum terkait pengelolaan objek wisata,” tukasnya. 

Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan ke pura Batuan setiap hari rata-rata mencapai seribu orang. Pengunjung didominasi turis asal negara Tiongkok dan India. Sisanya didominasi turis asal Eropa dan Australia.

Untuk jumlah donasi yang diberikan oleh wisatawan ke pura Batuan beragam. Jumlah minimal sebesar Rp 10 ribu per orang. Hanya saja, petugas di pura tidak saklek menerapkan sistem donasi.

Tak jarang wisatawan mengeluarkan uang koin namun tetap diterima dan mereka dipersilahkan masuk pura.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/