29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:21 AM WIB

Masih Lesu, Pelaku Wisata Dirgantara dan Bahari Pilih Pangkas Tarif

DENPASAR – Bagaimana mau mendapatkan tamu jika kunjungan wisatawan ke Bali masih sedikit? Mungkin kata-kata ini yang ada dalam pikiran beberapa pelaku usaha wisata yang ada di Bali khususnya di kawasan Kuta Selatan.

Wisata seperti wisata dirgantara dominan berada di Kuta Selatan. Pun demikian dengan wisata bahari yang lebih banyak berada di kawasan Tanjung Benoa dan sekitarnya.

Beberapa tahun kebelakang, wisata ini sangat digandrungi, terutama wisatawan asal Tiongkok.

Sekarang, mau tidak mau harus mengandalkan wisatawan domestik dan berharap dari WNA yang masih menetap di Bali akibat pandemi Covid-19.

Inilah yang dirasakan oleh empat operator paralayang yang ada di kawasan Desa Kutuh hingga Pecatu. Dalam satu bulan, bisa tidak ada pemasukan sama sekali karena tidak ada kunjungan wisata.

Padahal jika tidak ada pandemi, rata-rata wisatawan yang mencoba menaikkan adrenalin di paralayang bisa lebih dari 50 penumpang.

Dewanto Basuhendro, salah seorang pilot paralayang di Nyangnyang Paragliding mengungkapkan, dimasa pandemi seperti saat ini, maksimal hanya dua wisatawan yang dilayani.

Itupun jika dirata-ratakan selama satu bulan terakhir. Dalam satu bulan terakhir, sudah mulai menggeliat sektor wisata dirgantara.

Dominan tentu WNA yang memilih tinggal di Bali selama pandemi dan ekspatriat yang sudah lama menepat di Bali.

“Kalau dirata-ratakan, dua penumpang setiap hari. Untuk wisatawan domestik jarang, tapi WNA yang banyak seperti dari Amerika Serikat dan Rusia. Tapi ya itu, mereka memang tinggal di Bali,” ucapnya.

Promosi dan strategi bisnis pun dilakukan Nyangnyang Paragliding. Salah satu cara yang cukup efektif adalah menurunkan tarif untuk sekali terbang.

Jika diwaktu normal tarifnya diatas Rp 1 juta, sekarang dipangkas hampir 50 persen. “Kami pasang tarif sekarang Rp 750 ribu. Kami juga tidak ada istilah merumahkan karyawan atau sebagainya. Semua tetap bekerja seperti biasa,” ucapnya.

Lain wisata dirgantara, lain pula wisata bahari. Tercatat ada sekitar 30 operator wisata bahari yang ada di Tanjung Benoa baik yang sudah memiliki izin dan tidak.

Ketika berkunjung ke Tanjung Benoa, sangat jelas terlihat kesunyian yang biasanya ramai dengan wisatawan terutama wisatawan asal Tiongkok.

Tidak ada operator yang tutup, tapi lebih banyak merumahkan karyawan mereka. Keputusan tersebut menjadi jalan yang ditempuh operator untuk bisa bertahan.

“Dari yang awalnya 70 orang karyawan, yang bertahan hanya 30 orang sekarang. Kami rumahkan karyawan tapi saat situasi normal kembali, mereka bisa kembali bekerja. Itupun kalau mereka mau,” terang Owner Basuka Watersport Putu Agus Sanjaya.

Biaya operasional yang menjadi lini yang paling banyak merogoh kocek. Apalagi ditambah dengan pemasukan yang hampir 100 persen tidak ada.

Jika dirata-ratakan hanya empat wisatawan yang datang setiap hari, tentu tidak akan bisa menutupi biaya operasional yang tinggi.

Sanjaya menuturkan, wisata bahari mulai mengalami penurunan sejak bulan Desember. Ketika itu Wuhan yang menjadi episentrum Covid-19 dan virus tersebut sedang ganas-ganasnya.

“Mulai Desember agak menurun. Pertengahan Maret sudah melakukan penutupan sampai akhirnya dibuka lagi bulan lalu,” terangnya.

Dibuka kembali pun tidak sembarangan. Hanya enam operator saja yang baru mendapat sertifikasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan DPD Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri).

“Lima bulan ini mati suri. Tidak ada pemasukan sama sekali. Kemarin tanggal 9 Juli mulai persiapan dan kami sudah diverifikasi,” ucapnya.

Protokol kesehatan pun diterapkan. Semua harus sesuai standar yang sudah ditetapkan. Yang terpenting, bagaimana caranya pengusaha wisata bahari membuat strategy untuk mengoptimalkan wisatawan domestik yang datang ke Bali.

Hampir sama dengan paralayang, wisata bahari menerapkan pemotongan tarif kurang lebih 50 persen.

“Kami juga buat promo main tiga wahana, gartis satu. Ada diskon juga yang kami terapkan. Misalnya parasailing adventure dari yang biasanya 60 USD, sekarang hanya 40 USD. Sama rata besaran diskonnya untuk masing-masing permainan,” tutupnya. 

DENPASAR – Bagaimana mau mendapatkan tamu jika kunjungan wisatawan ke Bali masih sedikit? Mungkin kata-kata ini yang ada dalam pikiran beberapa pelaku usaha wisata yang ada di Bali khususnya di kawasan Kuta Selatan.

Wisata seperti wisata dirgantara dominan berada di Kuta Selatan. Pun demikian dengan wisata bahari yang lebih banyak berada di kawasan Tanjung Benoa dan sekitarnya.

Beberapa tahun kebelakang, wisata ini sangat digandrungi, terutama wisatawan asal Tiongkok.

Sekarang, mau tidak mau harus mengandalkan wisatawan domestik dan berharap dari WNA yang masih menetap di Bali akibat pandemi Covid-19.

Inilah yang dirasakan oleh empat operator paralayang yang ada di kawasan Desa Kutuh hingga Pecatu. Dalam satu bulan, bisa tidak ada pemasukan sama sekali karena tidak ada kunjungan wisata.

Padahal jika tidak ada pandemi, rata-rata wisatawan yang mencoba menaikkan adrenalin di paralayang bisa lebih dari 50 penumpang.

Dewanto Basuhendro, salah seorang pilot paralayang di Nyangnyang Paragliding mengungkapkan, dimasa pandemi seperti saat ini, maksimal hanya dua wisatawan yang dilayani.

Itupun jika dirata-ratakan selama satu bulan terakhir. Dalam satu bulan terakhir, sudah mulai menggeliat sektor wisata dirgantara.

Dominan tentu WNA yang memilih tinggal di Bali selama pandemi dan ekspatriat yang sudah lama menepat di Bali.

“Kalau dirata-ratakan, dua penumpang setiap hari. Untuk wisatawan domestik jarang, tapi WNA yang banyak seperti dari Amerika Serikat dan Rusia. Tapi ya itu, mereka memang tinggal di Bali,” ucapnya.

Promosi dan strategi bisnis pun dilakukan Nyangnyang Paragliding. Salah satu cara yang cukup efektif adalah menurunkan tarif untuk sekali terbang.

Jika diwaktu normal tarifnya diatas Rp 1 juta, sekarang dipangkas hampir 50 persen. “Kami pasang tarif sekarang Rp 750 ribu. Kami juga tidak ada istilah merumahkan karyawan atau sebagainya. Semua tetap bekerja seperti biasa,” ucapnya.

Lain wisata dirgantara, lain pula wisata bahari. Tercatat ada sekitar 30 operator wisata bahari yang ada di Tanjung Benoa baik yang sudah memiliki izin dan tidak.

Ketika berkunjung ke Tanjung Benoa, sangat jelas terlihat kesunyian yang biasanya ramai dengan wisatawan terutama wisatawan asal Tiongkok.

Tidak ada operator yang tutup, tapi lebih banyak merumahkan karyawan mereka. Keputusan tersebut menjadi jalan yang ditempuh operator untuk bisa bertahan.

“Dari yang awalnya 70 orang karyawan, yang bertahan hanya 30 orang sekarang. Kami rumahkan karyawan tapi saat situasi normal kembali, mereka bisa kembali bekerja. Itupun kalau mereka mau,” terang Owner Basuka Watersport Putu Agus Sanjaya.

Biaya operasional yang menjadi lini yang paling banyak merogoh kocek. Apalagi ditambah dengan pemasukan yang hampir 100 persen tidak ada.

Jika dirata-ratakan hanya empat wisatawan yang datang setiap hari, tentu tidak akan bisa menutupi biaya operasional yang tinggi.

Sanjaya menuturkan, wisata bahari mulai mengalami penurunan sejak bulan Desember. Ketika itu Wuhan yang menjadi episentrum Covid-19 dan virus tersebut sedang ganas-ganasnya.

“Mulai Desember agak menurun. Pertengahan Maret sudah melakukan penutupan sampai akhirnya dibuka lagi bulan lalu,” terangnya.

Dibuka kembali pun tidak sembarangan. Hanya enam operator saja yang baru mendapat sertifikasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan DPD Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri).

“Lima bulan ini mati suri. Tidak ada pemasukan sama sekali. Kemarin tanggal 9 Juli mulai persiapan dan kami sudah diverifikasi,” ucapnya.

Protokol kesehatan pun diterapkan. Semua harus sesuai standar yang sudah ditetapkan. Yang terpenting, bagaimana caranya pengusaha wisata bahari membuat strategy untuk mengoptimalkan wisatawan domestik yang datang ke Bali.

Hampir sama dengan paralayang, wisata bahari menerapkan pemotongan tarif kurang lebih 50 persen.

“Kami juga buat promo main tiga wahana, gartis satu. Ada diskon juga yang kami terapkan. Misalnya parasailing adventure dari yang biasanya 60 USD, sekarang hanya 40 USD. Sama rata besaran diskonnya untuk masing-masing permainan,” tutupnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/