BANGLI – Keputusan pemberian remisi bagi I Nengah Susrama otak pembunuh wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa benar-benar janggal.
Janggal karena selain menjadi otak pembunuhan sadis, ternyata adik kandung dari mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa, ini juga terbukti melakukan korupsi.
Bahkan Susrama juga telah diputus oleh PN Bangli atas kasus korupsi proyek pembangunan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) Nasional di Kabupaten Bangli. (Berdasarkan putusan PN Bangli No: 75/Pidsus/2011/PN.BLI, Susrama terbukti melakukan tindak pidana korupsi).
Seperti ditegaskan Kepala Humas Pengadilan Negeri (PN) Bangli, Anak Agung Putra Wiratjaya. Saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Selasa (29/1), ia mengatakan jika saat itu, ada lima orang majelis hakim memberikan 3 poin putusan.
Sesuai amar putusan, kata Agung Putra Wiratjaya, pertama, Majelis hakim menyatakan terdakwa Nyoman Susrama terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi; kedua, menjatuhkan pidana kepada Nyoman Susrama dengan pidana nihil; ketiga, menetapkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2,6 miliar. Apabila tidak bisa membayar, maka harta bendanya dapat disita oleh JPU.
Terkait vonis pidana nihil terhadap Susrama dilakukan karena Susrama sudah lebih dulu dijatuhi vonis seumur hidup atas kasus pembunuhan.
Vonis terhadap Susrama ini sampai tingkat Kasasi.
“Di tingkat banding, putusan PN Bangli dikuatkan. Dan di tingkat Kasasi, ditolak oleh hakim pimpinan pak Artijdo Alkostar,” tegas Agung Putra Wiratjaya, Selasa (29/1).
Selama sidang kasus korupsi berlangsung, walau berstatus narapidana pembunuhan, Susrama dihadirkan di kursi pesakitan pada sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Wisnu Kristoyanto dengan dua anggota, Gusti Made Juliartawan; Made Aditya Nugraha; Anita Zulfiani; dan Sari Cempaka Respati.
“Hanya saat banding dan kasasi tidak dihadirkan, karena hanya berkas saja yang dikirim,” jelasnya.
Kata Agung Putra, oleh hakim, Susrama memang tidak dikenakan pidana penjara lagi alias nihil. “Sesuai Pasal 67 KUHP, orang yang sudah dijatuhi pidana mati atau seumur hidup, tidak boleh dijatuhi hukuman lagi. Pengecualiannya, pencabutan hak-hak tertentu. Seperti penyitaan harta. Pidana pokok penjara yang tidak boleh karena mati dan seumur hidup,” jelas Agung Putra.
Berbeda apabila Susrama divonis penjara sementara. “Sesuai Pasal 272 KUHAP (Kitab Undang-Undang Acara Pidana, red), misalnya pencurian kena 2 tahun, lalu dipidana korupsi kena 5 tahun. Jadi langsung dijalankan secara berturut-turut,” terangnya.
Ditegaskan Agung Putra, lantaran Susrama sudah dikenakan hukuman maksimal, maka saat itu dipandang tidak perlu lagi dijatuhi hukuman sejenis.
“Namun hakim terdahulu, nggak mengira akan ada remisi dari presiden. Karena sudah maksimal, jadi tidak memutuskan (penjara, red),” ujarnya.