SINGARAJA – Meski panen melimpah para petani bunga pecah seribu di dusun Tamblingan, Desa Munduk Sukasada, Buleleng tidak khawatir dengan harga bunga.
Sebab permintaan bunga pecah seribu yang biasanya digunakan oleh umat hindu sebagai sara upacara harga tetap stabil dan terkendali.
Salah seorang petani bunga pecah seribu yang ditemui di Dusun Tamblingan, Desa Munduk Sukasada Ni Made Astiniani, 42 mengatakan, sudah lebih dari 5 tahun, keluarganya menanam bunga pecah seribu di kebun yang luasnya sekitar 5 are.
Usaha ini bisa terbilang menjanjikan, karena bunga pecah seribu selalu digunakan masyarakat Bali sebagai bahan banten dan permintaannya selalu ramai jika hari raya tiba.
“Bertanam bunga pecah seribu memang belakangan diminati sejumlah petani di di Desa Wanagiri. Karena prospeknya cukup bagus.
Setiap musim tanam, selalu menyiapkan 500 bibit bunga untuk ditanam,” papar Astini dijumpai dikebunnya saat memetik bunga kemarin.
Mengenai jarak tanam, sebaiknya tidak terlalu rapat. Biasanya berkisar 60 cm antar-tanaman yang satu dengan yang lainnya. karena jika terlalu rapat maka proses pertumbuhan tidak begitu maksimal.
“Saat ini harga bunga pecah seribu di jual kepada pengepul di desa untuk dikirim ke jumlah pasar di Gianyar, Badung dan Denpasar. Dengan harga perkilogram kami jual Rp 7 ribu,” ungkapnya.
Dia menambahkan musim hujan tidak mempengaruhi tumbuhnya kelompak bunga. Bunganya lebih bagus dan mekar.
“Meski musim panen, namun harga bunga masih tetap normal. Biasa panen melimpah di desa pasti harga bunga turun. Tapi kali harganya cukup stabil,” ungkapnya.
Dia memperkirakan harga bunga pecah seribu akan mulai mengalami kenaikan di bulan Juni mendatang. Pasalnya saat itu hari Raya Galungan Dan Kuningan.
“Biasanya harga akan berkisar mulai dari Rp 10 sampai Rp 15 ribu perkilogramnya,” pungkasnya.