SINGARAJA – Perbekel Celukan Bawang Muhammad Ashari kembali menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.
Ashari diperiksa sebagai tersangka, dalam kasus dugaan mark up pembangunan kantor perbekel di Desa Celukan Bawang, pada tahun 2013 lalu.
Ashari diperiksa jaksa penyidik sejak pukul 14.00 siang kemarin (18/6). Selama pemeriksaan ia didampingi penasehat hukum I Putu Artha dari firma hukum IP Artha & Associates.
Kasi Pidana Khusus Kejari Buleleng Wayan Genip mengatakan, penyidik memang meminta keterangan tambahan untuk melengkapi berkas perkara.
Keterangan itu dibutuhkan untuk mendukung keterangan dari saksi-saksi lain yang telah diperiksa. Hingga kini, kejaksaan telah memeriksa 11 orang saksi yang terkait dengan kasus tersebut.
Saksi-saksi itu dimintai keterangan terkait proses pencairan dan pemberian dana pembangunan, pelaksanaan pembangunan, hingga pembayaran pada kontraktor pelaksana.
“Tersangka juga akan mengajukan saksi a de charge (meringankan, Red). Besok (hari ini, Red) saksi yang diajukan tersangka kami periksa.
Itu memang haknya dia. Selain berhak didampingi penasehat hukum, dia juga berhak mengajukan saksi menguntungkan,” ungkap Genip.
Menurutnya penyidik hanya perlu melengkapi sejumlah keterangan pendukung saja. Apabila telah rampung, rencananya berkas akan segera dilimpahkan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Hasil audit sudah keluar. Sekarang kami tinggal tahap pemberkasan, sebelum nanti kami serahkan ke penuntut umum,” tandasnya.
Sekadar diketahui, Perbekel Celukan Bawang Muhammad Anshari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan mark up pembangunan kantor perbekel di Desa Celukan Bawang.
Status tersangka disandang sejak 3 Januari lalu. Modusnya, dana ganti rugi pembangunan kantor perbekel senilai Rp 1,2 miliar yang mestinya ditransfer ke kas desa, justru ditransfer ke rekening pribadi perbekel.
Sedianya dari dana Rp 1,2 miliar itu, sebesar Rp 1 miliar digunakan untuk pengadaan gedung kantor dan sisanya untuk kelengkapan kantor.
Pembangunan kantor desa sendiri dianggap tak prosedural. Sebab pembangunan dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung. Nilainya pun dinilai tak wajar.
Setelah dilakukan perhitungan oleh tim independen, ternyata nilai wajar bangunan adalah Rp 704,5 juta. Diduga ada kerugian negara sekitar Rp 194 juta dalam kasus tersebut.