28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:00 PM WIB

Ini Alasan Krusial Koster Teken SKB Larang Pentaskan Tari Sakral Bali

DENPASAR– Sejumlah tarian yang selama ini populer di masyarakat Bali bakal tak mudah ditonton lagi oleh publik.

Seperti tari Rejang, tari Sanghyang, tari Topeng Sidakarya, tari Baris Gede, Wayang Lemah, tidak lagi bakal bebas dipentaskan.

Keputusan ini muncul setelah Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan surat keputusan bersama (SKB)  Penguatan dan Pelindungan Tari Sakral Bali.

Koster menyebut seni budaya yang ada di Bali bukan seni biasa, melainkan berakar dari karya yang diciptakan untuk kepentingan upakara.

Di mana kepentingan agama dan upakara agama dijalankan dengan satu tradisi adat istiadat yang juga diisi dengan unsur seni.

“Itulah kelebihan kita di Bali, ada gamelan serta tarian. Tariannya bersifat sakral karena dipentaskan saat ada upacara agama,” imbuh politikus PDIP itu.

Gubernur Koster menegaskan, masyarakat juga perlu memahami pentingnya hal ini untuk menjaga bersama kesakralan tari sebagai suatu karya kreatif yang dibuat untuk upakara keagamaan, adat, agama dan budaya dalam satu kesatuan.

Meski begitu, Koster tak menampik pula bahwa banyak seniman yang mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan suatu tarian baru dari tarian-tarian sakral tersebut. 

Langkah ini sama sekali bukan untuk mengekang kreativitas, seniman, sanggar seni, serta sekaa yang ada di Bali.

Koster mempersilakan seniman berkreasi dengan berbasis kepada seni tradisi sakral. Tentu harus dibedakan dari garapan dan kemasannya. Namanya pun beda.

“Ini semata-mata untuk kepentingan penguatan kesakralan tari tradisi kita, agar kita punya ‘pagar’ untuk mengontrol hal tersebut.

Mudah-mudahan ini jadi langkah penting kita untuk memajukan kebudayaan di Bali,” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng, itu.

 

 

 

 

DENPASAR– Sejumlah tarian yang selama ini populer di masyarakat Bali bakal tak mudah ditonton lagi oleh publik.

Seperti tari Rejang, tari Sanghyang, tari Topeng Sidakarya, tari Baris Gede, Wayang Lemah, tidak lagi bakal bebas dipentaskan.

Keputusan ini muncul setelah Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan surat keputusan bersama (SKB)  Penguatan dan Pelindungan Tari Sakral Bali.

Koster menyebut seni budaya yang ada di Bali bukan seni biasa, melainkan berakar dari karya yang diciptakan untuk kepentingan upakara.

Di mana kepentingan agama dan upakara agama dijalankan dengan satu tradisi adat istiadat yang juga diisi dengan unsur seni.

“Itulah kelebihan kita di Bali, ada gamelan serta tarian. Tariannya bersifat sakral karena dipentaskan saat ada upacara agama,” imbuh politikus PDIP itu.

Gubernur Koster menegaskan, masyarakat juga perlu memahami pentingnya hal ini untuk menjaga bersama kesakralan tari sebagai suatu karya kreatif yang dibuat untuk upakara keagamaan, adat, agama dan budaya dalam satu kesatuan.

Meski begitu, Koster tak menampik pula bahwa banyak seniman yang mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan suatu tarian baru dari tarian-tarian sakral tersebut. 

Langkah ini sama sekali bukan untuk mengekang kreativitas, seniman, sanggar seni, serta sekaa yang ada di Bali.

Koster mempersilakan seniman berkreasi dengan berbasis kepada seni tradisi sakral. Tentu harus dibedakan dari garapan dan kemasannya. Namanya pun beda.

“Ini semata-mata untuk kepentingan penguatan kesakralan tari tradisi kita, agar kita punya ‘pagar’ untuk mengontrol hal tersebut.

Mudah-mudahan ini jadi langkah penting kita untuk memajukan kebudayaan di Bali,” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng, itu.

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/