29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:10 AM WIB

Korupsi Ruang Kelas, Dituntut 4 Tahun, Kepsek Merengek Minta Ampun

DENPASAR – Tuntutan pidana penjara empat tahun diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dari Cabang Kejari (Cabjari) Klungkung di Nusa Penida terhadap terdakwa I Nyoman Beres.

Terdakwa yang menjabat kepala sekolah (Kasek) SMA Negeri Satu Atap (SMAN Satap) Nusa Penida dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan ruang kelas baru.

Perbuatan pria 55 tahun itu dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 166.061.838.

Tidak hanya tuntutan pidana badan selama empat tahun, JPU JPU Dwi Prima Satya juga menuntut Beres pidana denda sebesar Rp 60 juta subsider dua bulan penjara.

Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 166.061.838. Dengan ketentuan apabila terdakwa

tidak membayar paling lambat satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup, diganti dengan pidana penjara selama dua tahun dan tiga bulan.

Atas tuntutan JPU, pria parobaya itu pun merengek meminta ampun. Didampingin kuasa hukumnya, ia memohon keringanan hukuman melalui nota pembelaan.

Nota pembelaan dibacakan di persidangan Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (18/9).

Dalam nota pembelaannya, tim penasihat hukum menilai tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum terlalu berat bagi Beres.

Pertimbang lain memohon keringanan yaitu terdakwa sedang mengusahakan mengembalikan kerugian negara. 

“Kami meminta keringanan karena terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa adalah tulang punggung keluarga.

Terdakwa menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya,” ujar Vita, pengacara terdakwa di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila, kemarin (18/9).

Sebelumnya, JPU menilai Beres secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan kesatu subsidair. Terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Seperti yang terungkap dalam dakwaan, uang yang disalahgunakan merupakan dana DAK (Dana Alokasi Khusus) Kementerian Pendidikan tahun 2017, yang dialokasikan melalui Dinas Pendidikan Provinsi Bali senilai Rp 860 juta lebih.

Dana itu dialokasikan untuk pembangunan empat ruang kelas baru yang seharusnya dikerjakan secara swakelola di SMAN Satap Nusa Penida di Desa Tanglad, yang menjadi satu bangunan dengan SMPN 5 Nusa Penida.

Diketahui proyek pembangunan empat ruang kelas baru itu tidak selesai. Padahal, seharusnya bangunan itu sudah rampung tanggal 27 Desember 2017 atau 120 hari masa pengerjaan sejak Agustus 2017.

Bangunan yang dibangun menggunakan DAK Kementerian Pendidikan itu hanya selesai pada pengerjaan pondasi dan kerangka tanpa dinding.

Seharusnya anggaran Rp 860 juta lebih itu digunakan membuat 2 bangunan, berupa 4 ruang kelas baru senilai Rp 361 juta untuk masing-masing unit bangunan,

termasuk perencanaaan pengawasan operasional senilai Rp 30 juta, dan penyediaan perabot untuk belajar seperti meja dan kursi Rp 56 juta.

Beres selaku penanggung jawab dalam proyek itu, mengelola anggaran itu sendiri seperti uang pribadi.

Padahal, dalam swakelola ada panitia pembangunannya, tapi panitia justru tidak dilibatkan sama sekali. Mereka tahu ada pembangunan sekolah, tapi tidak pernah tahu sumber dananya dari mana.

Diketahui, kepala sekolah selaku penanggungjawab proyek itu secara mandiri mencari tukang untuk membuat bangunan ruang kelas.

Namun, dikarenakan tukang ini tidak dibayar, pengerjaan pun terhenti. Padahal ada penarikan uang untuk pembangunan itu, dan tidak ada dasar kenapa tidak dibayar. 

DENPASAR – Tuntutan pidana penjara empat tahun diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dari Cabang Kejari (Cabjari) Klungkung di Nusa Penida terhadap terdakwa I Nyoman Beres.

Terdakwa yang menjabat kepala sekolah (Kasek) SMA Negeri Satu Atap (SMAN Satap) Nusa Penida dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan ruang kelas baru.

Perbuatan pria 55 tahun itu dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 166.061.838.

Tidak hanya tuntutan pidana badan selama empat tahun, JPU JPU Dwi Prima Satya juga menuntut Beres pidana denda sebesar Rp 60 juta subsider dua bulan penjara.

Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 166.061.838. Dengan ketentuan apabila terdakwa

tidak membayar paling lambat satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup, diganti dengan pidana penjara selama dua tahun dan tiga bulan.

Atas tuntutan JPU, pria parobaya itu pun merengek meminta ampun. Didampingin kuasa hukumnya, ia memohon keringanan hukuman melalui nota pembelaan.

Nota pembelaan dibacakan di persidangan Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (18/9).

Dalam nota pembelaannya, tim penasihat hukum menilai tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum terlalu berat bagi Beres.

Pertimbang lain memohon keringanan yaitu terdakwa sedang mengusahakan mengembalikan kerugian negara. 

“Kami meminta keringanan karena terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa adalah tulang punggung keluarga.

Terdakwa menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya,” ujar Vita, pengacara terdakwa di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila, kemarin (18/9).

Sebelumnya, JPU menilai Beres secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan kesatu subsidair. Terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Seperti yang terungkap dalam dakwaan, uang yang disalahgunakan merupakan dana DAK (Dana Alokasi Khusus) Kementerian Pendidikan tahun 2017, yang dialokasikan melalui Dinas Pendidikan Provinsi Bali senilai Rp 860 juta lebih.

Dana itu dialokasikan untuk pembangunan empat ruang kelas baru yang seharusnya dikerjakan secara swakelola di SMAN Satap Nusa Penida di Desa Tanglad, yang menjadi satu bangunan dengan SMPN 5 Nusa Penida.

Diketahui proyek pembangunan empat ruang kelas baru itu tidak selesai. Padahal, seharusnya bangunan itu sudah rampung tanggal 27 Desember 2017 atau 120 hari masa pengerjaan sejak Agustus 2017.

Bangunan yang dibangun menggunakan DAK Kementerian Pendidikan itu hanya selesai pada pengerjaan pondasi dan kerangka tanpa dinding.

Seharusnya anggaran Rp 860 juta lebih itu digunakan membuat 2 bangunan, berupa 4 ruang kelas baru senilai Rp 361 juta untuk masing-masing unit bangunan,

termasuk perencanaaan pengawasan operasional senilai Rp 30 juta, dan penyediaan perabot untuk belajar seperti meja dan kursi Rp 56 juta.

Beres selaku penanggung jawab dalam proyek itu, mengelola anggaran itu sendiri seperti uang pribadi.

Padahal, dalam swakelola ada panitia pembangunannya, tapi panitia justru tidak dilibatkan sama sekali. Mereka tahu ada pembangunan sekolah, tapi tidak pernah tahu sumber dananya dari mana.

Diketahui, kepala sekolah selaku penanggungjawab proyek itu secara mandiri mencari tukang untuk membuat bangunan ruang kelas.

Namun, dikarenakan tukang ini tidak dibayar, pengerjaan pun terhenti. Padahal ada penarikan uang untuk pembangunan itu, dan tidak ada dasar kenapa tidak dibayar. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/