RadarBali.com – Sebanyak 10 kafé remang-remang telah resmi disegel, Rabu (4/10). Ada tujuh kafé yang besar di kawasan dekat Terminal Mengwi dan tiga kafé yang kecil di banjar Nyuh Gading, Badung.
Penyegelan kafé tersebut dilakukan langsung oleh Tim Gabungan Satpol PP, Kejaksaan, Kepolisian, Desa Adat Setempat, dan Linmas.
Salah satu pemilik kafé, Putu Surawan menyampaikan bahwa tetap menghormati keputusan apa yang diambil oleh pemerintah maupun Desa Adat.
Namun, dia menegaskan jangan sampai pemerintah maupun Desa Adat tebang pilih dalam penutupan kafé ini.
Artinya tidak membedakan antara pemilik lokal Mengwitani diperbolehkan dan luar Mengwitani tidak diperbolehkan.
“Saya tetap menghormati keputusan ini. Namun, disini jangan sampai ada yang membedakan antara lokal dan luar. Usahanya kan sama, sehingga dampaknya ya sama saja,” terangnya.
Pria yang berasal dari Lukluk ini juga mengakui bahwa, sebelum diambilnya keputusan ini pihak desa belum pernah mengajak untuk berkoordinasi ataupun berkomunikasi.
Sehingga, pihaknya belum sempat “berkemas” atau mengosongkan tempatnya, menginformasikan kepada puluhan orang karyawannya, dan segala administrasi lainnya.
Selain itu, pihaknya sudah pernah tiga kali mengajukan permohonan ke desa. Bendesa Adat Mengwitani, Putu Wendra mengatakan, penyegelan dilakukan berawal dari keresahan masyarakat setempat.
Kemudian, setelah ada laporan tersebut, ia melakukan rapat antar prajuru, dilanjutkan dengan paruman atau rapat besar yang melibatkan seluruh warga Desa.
Dari paruman tersebut kemudian dihasilkan, masyarakat meminta agar Desa Mengwitani ini bebas dari kafe remang-remang.
“Setelah kami lakukan paruman, kemudian menghasilkan kesepakatan masyarakat ingin Mengwitani bebas café,” pungkasnya