27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:34 AM WIB

Bendesa Adat Ditahan, Kuasa Hukum: Kasus Klien Kami Dipaksakan

RadarBali.com – Sementara atas pelimpahan tahap II dan penahanan para tersangka, Kuasa Hukum Yonda Cs, Agus Nahak dengan tegas menyesalkan dan menyayangkan sikap penyidik dari Ditreskrimsus Polda Bali. 

Menurut Agus Nahak, pihaknya menilai sikap penyesalan kepada penyidik polisi, lebih karena ada kesan memaksakan.

“Kepolisian terlalu memaksakan perkara ini terutama dalam hal penahanan. Saya nilai ini kasus jadi sangat spesial.  Lihat saja pengamannya ratusan seperti tersangka teroris.

Dilimpahkan dari Polda tidak ke Kejati  dulu dan langsung ke Kejari. Padahal mereka kan masyarakat biasa. Tiga hari ini rencana akan pelimpahan tapi terus mundur.

Jadwalnya dibilang kemarin (Kamis) kami sudah siap di Kejati pagi-pagi tiba-tiba batal,”keluh Agus Nahak.

Selain itu, dugaan lain adanya pemaksaan pelimpahan bagi kliennya ini juga terlihat dari waktu penahanan tersangka yang sudah mau habis.

“Jika sampai hari Minggu ini tidak dilimpahkan maka klien kami bebas secara hukum karena sudah melampaui masa penahanan. Makanya hari Jumat yang semestinya tidak ada kedinasan dilakukan pelimpahan,” tandasnya. 

Apalagi jauh sebelum akhirnya ditahan, selaku kuasa hukum para tersangka, Agus Nahak juga sudah tiga kali mengajukan upaya penangguhan penahanan.

“Dua permohonan diajukan ke Polda Bali dan satu sisanya ke Kejati Bali. Namun seolah sudah janjian, kedua institusi penegak hukum ini kompak tak menggubris pengajuan penangguhan kami,”tambahnya. 

Selain itu, Agus Nahak menilai dasar penolakan penangguhan juga tidak sesuai azas hukum. “Klien kami sangat kooperatif.

Kami (Kuasa Hukum), para istri tersangka, maupun masyarakat saat itu tegas menyatakan siap menjamin para tersangka tapi semua ditolak dengan alasan ada perintah. Apakah begitu proses hukum? Kami jamin mereka tidak kabur, ” ujarnya.

Demikian halnya terkait sangkaan pasal yang dijeratkan bagi para tersangka, menurut Agus Nahak, sangkaan pasal KSDA-E dinilai sangat prematur.

Mengingat apa yang dilakukan para tersangka terutama Yonda di Desa Adat Tanjung benoa, Kuta Selatan, Badung sebagai bentuk penataan hutan mangrove dan merupakan keinginan masyarakat Tanjung Benoa yang disampaikan melalui paruman.

“Proses penataan selain sudah mendapat persetujuan berdasarkan hasil paruman desa. Penataan ini juga tidak ada menggunakan uang negara murni dari swadaya masyarakat.

Itu pun sudah ada laporan ke pihak Kehutanan, tapi kok tiba-tiba ada laporan LSM yang kemudian ditindaklanjuti dengan menetapkan klien kami sebagai tersangka.

Bagi kami ini merupakan perkara sampah yang sengaja dikemas jadi mutiara,” protesnya. Dengan banyaknya kejanggalan dari perkara kliennya, dan dengan sudah ditahannya para tersangka oleh pihak Kejaksaan hingga 20 hari kedepan, pihaknya berharap proses sidang bisa segera digelar.

“Sehingga nanti akan segera ada pembuktian dan penetapan. Apakah klien kami bersalah atau tidak. Kami yakin kasus ini klien kami tidak bersalah, “pungkasnya. 

Sekedar diketahui, selain kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawaaan konservasi hutan taman raya (Tahura) di kawasan Tanjung Benoa,

selaku Bendesa Adat, Yonda juga tersangkut kasus lain (Pungli) yang saat ini sedang ditangani oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali.

RadarBali.com – Sementara atas pelimpahan tahap II dan penahanan para tersangka, Kuasa Hukum Yonda Cs, Agus Nahak dengan tegas menyesalkan dan menyayangkan sikap penyidik dari Ditreskrimsus Polda Bali. 

Menurut Agus Nahak, pihaknya menilai sikap penyesalan kepada penyidik polisi, lebih karena ada kesan memaksakan.

“Kepolisian terlalu memaksakan perkara ini terutama dalam hal penahanan. Saya nilai ini kasus jadi sangat spesial.  Lihat saja pengamannya ratusan seperti tersangka teroris.

Dilimpahkan dari Polda tidak ke Kejati  dulu dan langsung ke Kejari. Padahal mereka kan masyarakat biasa. Tiga hari ini rencana akan pelimpahan tapi terus mundur.

Jadwalnya dibilang kemarin (Kamis) kami sudah siap di Kejati pagi-pagi tiba-tiba batal,”keluh Agus Nahak.

Selain itu, dugaan lain adanya pemaksaan pelimpahan bagi kliennya ini juga terlihat dari waktu penahanan tersangka yang sudah mau habis.

“Jika sampai hari Minggu ini tidak dilimpahkan maka klien kami bebas secara hukum karena sudah melampaui masa penahanan. Makanya hari Jumat yang semestinya tidak ada kedinasan dilakukan pelimpahan,” tandasnya. 

Apalagi jauh sebelum akhirnya ditahan, selaku kuasa hukum para tersangka, Agus Nahak juga sudah tiga kali mengajukan upaya penangguhan penahanan.

“Dua permohonan diajukan ke Polda Bali dan satu sisanya ke Kejati Bali. Namun seolah sudah janjian, kedua institusi penegak hukum ini kompak tak menggubris pengajuan penangguhan kami,”tambahnya. 

Selain itu, Agus Nahak menilai dasar penolakan penangguhan juga tidak sesuai azas hukum. “Klien kami sangat kooperatif.

Kami (Kuasa Hukum), para istri tersangka, maupun masyarakat saat itu tegas menyatakan siap menjamin para tersangka tapi semua ditolak dengan alasan ada perintah. Apakah begitu proses hukum? Kami jamin mereka tidak kabur, ” ujarnya.

Demikian halnya terkait sangkaan pasal yang dijeratkan bagi para tersangka, menurut Agus Nahak, sangkaan pasal KSDA-E dinilai sangat prematur.

Mengingat apa yang dilakukan para tersangka terutama Yonda di Desa Adat Tanjung benoa, Kuta Selatan, Badung sebagai bentuk penataan hutan mangrove dan merupakan keinginan masyarakat Tanjung Benoa yang disampaikan melalui paruman.

“Proses penataan selain sudah mendapat persetujuan berdasarkan hasil paruman desa. Penataan ini juga tidak ada menggunakan uang negara murni dari swadaya masyarakat.

Itu pun sudah ada laporan ke pihak Kehutanan, tapi kok tiba-tiba ada laporan LSM yang kemudian ditindaklanjuti dengan menetapkan klien kami sebagai tersangka.

Bagi kami ini merupakan perkara sampah yang sengaja dikemas jadi mutiara,” protesnya. Dengan banyaknya kejanggalan dari perkara kliennya, dan dengan sudah ditahannya para tersangka oleh pihak Kejaksaan hingga 20 hari kedepan, pihaknya berharap proses sidang bisa segera digelar.

“Sehingga nanti akan segera ada pembuktian dan penetapan. Apakah klien kami bersalah atau tidak. Kami yakin kasus ini klien kami tidak bersalah, “pungkasnya. 

Sekedar diketahui, selain kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawaaan konservasi hutan taman raya (Tahura) di kawasan Tanjung Benoa,

selaku Bendesa Adat, Yonda juga tersangkut kasus lain (Pungli) yang saat ini sedang ditangani oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/