25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:51 AM WIB

Kesaksian Ahli Untungkan Terdakwa, Independensi Dua Saksi Diragukan

SINGARAJA – Empat saksi ahli dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus hate speech dengan terdakwa oknum pengacara I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya alias Gus Adi di PN Singaraja kemarin.

Mulai dari ahli bahasa dari Balai Bahasa Provinsi Bali yang diwakili Wahyu Aji Wibowo; ahli pidana I Gusti Ketut Ariawan, dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana;

ahli IT Gede Sastrawangsa, dosen Stikom Bali, dan ahli digital forensik I Made Dwi Aritanaya dari Labfor Polda Bali.

Kehadiran para ahli tersebut untuk memberikan penilaian menyangkut kasus perkara yang membelit terdakwa Gus Adi.

Terutama untuk membuktikan pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang digunakan untuk menjerat terdakwa.

Di depan majelis hakim yang diketuai I Made Gede Trisna Jaya, para ahli menilai dan memberikan keterangan video yang diunggah terdakwa Gus Adi. 

Mulai kata-kata yang diucapkan, soal IT hingga soal apakah tindakan yang dilakukan Gus Adi masuk perkara hukum atau tidak.

Forum Advokat Buleleng (FAB) selaku kuasa hukum Gus Adi, Gede Harja Astwa, menyebut ada beberapa point keterangan dari para ahli yang menguntungkan pihaknya.

Salah satunya pasal 45 A ayat (2) junto Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan delik aduan yang disangkakan.

Dalam delik aduan, wajib hukumnya korban yang mengadu, diperiksa dan dimintai keterangannya dalam statusnya sebagai korban.

Begitu pula dalam KUHAP pasal 160 ayat 1 huruf B disebutkan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban.

Selain itu, video Gus Adi tidak mengandung unsur provokasi yang menimbulkan dampak SARA, perkelahian antar golongan dan lainnya.

“Menurut kami itu salah satu keterangan yang kami dengar secara langsung saat persidangan dari para ahli tersebut. Kendati ada keterangan dari ke empat ahli yang tidak jelas soal video Gus Adi,” ungkap Harja Astawa.

Di sisi lain, terdakwa Gus Adi merasakan keberatan soal hadirnya para ahli. Dari empat ahli yang dihadirkan, ada dua ahli yang melanggar ketentuan KUHAP yang dihadirkan JPU.

Yakni ahli bahasa dari Balai Bahasa Prov Bali dan ahli digital forensik dari Polda Bali. Menurut Gus Adi, dua ahli tersebut patut diragukan independensinya,

karena keduanya memiliki hubungan erat terkait pekerjaan dan sebagai ahli dibawah perintah atasan mereka.

Ahli dari Balai Bahasa Disdiknas Provinsi Bali, misalnya. Dia seorang pekerja yang merupakan PNS tenaga penyuluh.

Dia hanya menjadi tenaga pengkaji dari tahun 2016-2018. Sedangkan 2018-2020 sebagai tenaga penyuluh.

Begitu pula sebaliknya ahli dari Polda Bali. Dia bekerja di Sub Unit Cyber Crime. Sedangkan sertifikatnya ada keanehan karena dua sertifikat berbeda namun nomor register sertifikasi sama.

Kemudian hanya menunjukan sertifikasi scan, tidak asli. “Seharusnya ahli bersifat independen dan tidak boleh memiliki hubungan

pekerjaan dan terikat siapapun sesuai dengan KUHAP yang dihadirkan oleh JPU. Semua ini seolah-olah dipaksakan,” keluh Gus Adi.

Di sisi lain Kasi Intelejen Kejari Buleleng yang juga JPU A.A Ngurah Jayalantara mengatakan semua ahli yang pihaknya hadirkan mempunyai pengalaman

sebagai ahli dibidang masing-masing sesuai kasus yang disangkakan menyangkut informasi dan transaksi elektronik.

Hadirnya para ahli tersebut sebagai salah satu alat pembuktian pihaknya agar dapat memenuhi unsur pasal apa yang disangkakan atau patut didakwa terhadap kasus Gus Adi.

“Berbagai penilaian dan keterangan dari para ahli tersebut, nantinya sebagai dasar tuntutan apa yang akan diajukan kepada majelis hakim sebelum sidang putusan Gus Adi,” pungkasnya. 

SINGARAJA – Empat saksi ahli dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus hate speech dengan terdakwa oknum pengacara I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya alias Gus Adi di PN Singaraja kemarin.

Mulai dari ahli bahasa dari Balai Bahasa Provinsi Bali yang diwakili Wahyu Aji Wibowo; ahli pidana I Gusti Ketut Ariawan, dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana;

ahli IT Gede Sastrawangsa, dosen Stikom Bali, dan ahli digital forensik I Made Dwi Aritanaya dari Labfor Polda Bali.

Kehadiran para ahli tersebut untuk memberikan penilaian menyangkut kasus perkara yang membelit terdakwa Gus Adi.

Terutama untuk membuktikan pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang digunakan untuk menjerat terdakwa.

Di depan majelis hakim yang diketuai I Made Gede Trisna Jaya, para ahli menilai dan memberikan keterangan video yang diunggah terdakwa Gus Adi. 

Mulai kata-kata yang diucapkan, soal IT hingga soal apakah tindakan yang dilakukan Gus Adi masuk perkara hukum atau tidak.

Forum Advokat Buleleng (FAB) selaku kuasa hukum Gus Adi, Gede Harja Astwa, menyebut ada beberapa point keterangan dari para ahli yang menguntungkan pihaknya.

Salah satunya pasal 45 A ayat (2) junto Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan delik aduan yang disangkakan.

Dalam delik aduan, wajib hukumnya korban yang mengadu, diperiksa dan dimintai keterangannya dalam statusnya sebagai korban.

Begitu pula dalam KUHAP pasal 160 ayat 1 huruf B disebutkan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban.

Selain itu, video Gus Adi tidak mengandung unsur provokasi yang menimbulkan dampak SARA, perkelahian antar golongan dan lainnya.

“Menurut kami itu salah satu keterangan yang kami dengar secara langsung saat persidangan dari para ahli tersebut. Kendati ada keterangan dari ke empat ahli yang tidak jelas soal video Gus Adi,” ungkap Harja Astawa.

Di sisi lain, terdakwa Gus Adi merasakan keberatan soal hadirnya para ahli. Dari empat ahli yang dihadirkan, ada dua ahli yang melanggar ketentuan KUHAP yang dihadirkan JPU.

Yakni ahli bahasa dari Balai Bahasa Prov Bali dan ahli digital forensik dari Polda Bali. Menurut Gus Adi, dua ahli tersebut patut diragukan independensinya,

karena keduanya memiliki hubungan erat terkait pekerjaan dan sebagai ahli dibawah perintah atasan mereka.

Ahli dari Balai Bahasa Disdiknas Provinsi Bali, misalnya. Dia seorang pekerja yang merupakan PNS tenaga penyuluh.

Dia hanya menjadi tenaga pengkaji dari tahun 2016-2018. Sedangkan 2018-2020 sebagai tenaga penyuluh.

Begitu pula sebaliknya ahli dari Polda Bali. Dia bekerja di Sub Unit Cyber Crime. Sedangkan sertifikatnya ada keanehan karena dua sertifikat berbeda namun nomor register sertifikasi sama.

Kemudian hanya menunjukan sertifikasi scan, tidak asli. “Seharusnya ahli bersifat independen dan tidak boleh memiliki hubungan

pekerjaan dan terikat siapapun sesuai dengan KUHAP yang dihadirkan oleh JPU. Semua ini seolah-olah dipaksakan,” keluh Gus Adi.

Di sisi lain Kasi Intelejen Kejari Buleleng yang juga JPU A.A Ngurah Jayalantara mengatakan semua ahli yang pihaknya hadirkan mempunyai pengalaman

sebagai ahli dibidang masing-masing sesuai kasus yang disangkakan menyangkut informasi dan transaksi elektronik.

Hadirnya para ahli tersebut sebagai salah satu alat pembuktian pihaknya agar dapat memenuhi unsur pasal apa yang disangkakan atau patut didakwa terhadap kasus Gus Adi.

“Berbagai penilaian dan keterangan dari para ahli tersebut, nantinya sebagai dasar tuntutan apa yang akan diajukan kepada majelis hakim sebelum sidang putusan Gus Adi,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/