AMLAPURA – Manajemen Taman Rekreasi Soekasada Ujung dibuat geram dengan sikap Pemkab Karangasem. Pihak manajemen menyebut sikap pemerintah yang terkesan tak acuh dengan kondisi sulit yang dihadapi selama masa pandemi ini.
Padahal, selama empat tahun belakangan Taman Soekasada selalu menyetorkan pendapatan yang terus meningkat. Namun di saat kesulitan seperti ini, Pemkab Karangasem dinilai acuh tanpa ada bantuan apapun. Hal itu disampaikan langsung, Manajer Taman Soekasada Ujung, Ida Made Alit ditemui Minggu (10/1).
Dia membeberkan pemasukan Taman Soekasada akibat pandemi covid-19 yang mengalami penurunan drastis. Sejak menyatakan tutup pada Maret hingga Juli 2020, kondisi keuangan yang dialami manajemen terseok-terseok.
Dalam masa tutup itu, setiap bulan Taman Soekasada yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya ini mengalami lost pendapatan hingga Rp500 juta. “Biaya operasional kita sekitar Rp300 juta. Karena selama empat bulan tidak ada pemasukan kami terpaksa memakai dana cadangan senilai Rp380 juta. Ini untuk menolong operasional agar operasional tidak berhenti. Terutama untuk perawatan,” tuturnya.
Hingga saat ini, pihaknya belum sampai merumahkan karyawan. Saat resmi ditutup akibat pandemi covid-19, kinerja karyawan diberlakukan hanya 15 hari kerja dengan pendapatan 50 persen dari gaji keseluruhan. Namun sejak resmi dibuka pada Juli lalu, pihak manajemen tidak bisa memberlakukan kinerja karyawan 15 hari kerja.
“Mereka diminta bekerja full, tapi gajinya dibayarkan 50 persen,” jelasnya.
Sejak resmi dibuka itu, pendapatan Taman Soekasada berkisar di angka Rp50 juta setiap bulan. Sementara jika dibandingkan dengan biaya operasional, tentu hal ini sangat jauh. Bahkan dalam kondisi penghematan yang dilakukan secara maksimal.
“Rata-rata kunjungan sejak dibuka bulan Juli perhari tidak lebih dari 100 orang. Itu hanya domestik saja. Sementara kalau dibandingkan saat kondisi normal, pendapatan kita di angka Rp15 sampai 20 juta per hari dengan kunjungan rata-rata 500 orang,” jelas Alit.
Pendapatan terbesar yang dicapai yakni pada liburan tahun baru. Namun kondisi itu hanya bertahan selama tiga hari saja. Sementara hingga saat ini kunjungan ke taman seluas 10 hektar itu kembali sepi.
“Pendapatan saat libur tahun baru bisa mengcover gaji 50 karyawan kami. Itupun kami masih mengumpulkan. Untuk bulan Februari kami tidak tau. Kalau masih kondisinya sepi seperti ini, dengan sangat terpaksa kami taman Soekasada kami tutup,” paparnya.
Dia berharap ada bantuan pemerintah melalui dana hibah untuk membantu biaya operasional Taman Soekasada agar tidak terhenti. Namun, kata dia hingga saat ini hal tersebut tidak bisa dipenuhi. Karena sejak resmi ditutup dan telah mengajukan dana hibah ke Pemkab Karangasem, hal tersebut tidak bisa diwujudkan. Padahal, porsi sharing profit yang diterima oleh Pemkab Karangasem sebesar 60 persen dan sisanya millik Puri Karangasem.
“Padahal Pemkab tidak rugi membantu kami. Itu kan sama juga menjaga aset daerah, menjaga cagar budaya, dan melestarikan wisata sejarah. Kami berharap dana hibah itu bisa dikucurkan untuk membantu kami,” harap pria asal Desa Budakeling ini.
Harapan lain yang tak kalah penting yakni, agar gejolak pariwisata di Bali kembali normal.
“Mudahan ke depan ada angin segar bagi pariwisata di Bali khususnya bagi Karangasem. Kalau ke depan kondisinya masih sepi, ya terpaksa kami tutup. Dan kalau mau saya mau mengajak karyawan bekerja tanpa gaji kalau mereka mau,” tandasnya.