NEGARA – Kasus penyalahgunaan narkoba di Jembrana setiap tahunnya meningkat. Bahkan pada masa pandemi Covid-19, kasus penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan kasus yang cukup segnifikan, termasuk jumlah barang bukti narkoba yang disita. Pada tahun 2020 atau tahun pertama pandemi terjadi, kasus narkoba dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan Kajari Jembrana Pipiet Suryo Priarto Wibowo usai pemusnahan barang bukti dari perkara tindak pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap di Kejari Jembrana, Rabu (10/2). Menurutnya, penyalahgunaan narkoba di Jembrana harus menjadi perhatian semua pihak karena dampaknya bisa merusak generasi muda.
“Narkoba bisa meracuni, sehingga harus diputus mata rantai peredarannya agar generasi muda Jembrana tidak ada yang menyalahgunakan narkoba,” jelasnya.
Kajari menjelaskan bahwa jumlah barang bukti narkoba yang disita untuk dimusnahkan cukup fantastis. Di antaranya barang bukti ganja kering mencapai hampir 100 kilogram yakni seberat 95.474 gram netto atau hampir 1 kwintal. Selain itu juga dimusnahkan sabu-sabu 3,68 gram bruto atau 3,40 gram netto dan pil koplo sebanyak 167 butir.
Berdasarkan data dari Seksi Pidana Umum Kejari Jembrana, jumlah kasus narkoba dari tahun 2019 hingga 2020 mengalami peningkatan drastis. Pada tahun 2019, perkara narkoba yang sudah berkekuatan hukum tetap sebanyak 12 kasus, pada tahun 2020 naik hingga dua kali lipat menjadi 26 kasus.
Mengenai kasus ganja seberat 95,4 kilogram, empat terpidana sudah divonis Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi terhadap Rikardo Nainggolan sesuai dengan putusan banding, yakni pidana penjara selama 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan. Putusan banding tersebut dua tahun lebih berat dari putusan tingkat pertama di PN Negara.
Dua terdakwa dalam satu berkas Herman Pelani dan Umar Saleh Siregar, pada putusan banding naik dua tahun menjadi 17 tahun penjara denda Rp 10 miliar, subsider 3 bulan. Putusan tersebut naik dua tahun dari putusan pengadilan tingkat pertama dengan pidana penjara 15 tahun dengan pidana denda Rp 10,7 miliar, subsider pidana penjara 3 bulan.
Sedangkan putusan terhadap Faisal Ahmad Rangkuti, awalnya pengadilan tinggi menjatuhkan vonis 20 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan. Putusan tingkat kasasi justru turun menjadi 18 tahun pidana penjara, denda Rp 1 miliar dengan subsider 3 bulan. Putusan kasasi tersebut, sama dengan putusan tingkat pertama di PN Negara.