27.8 C
Jakarta
22 November 2024, 23:14 PM WIB

Keterlaluan, PT Natha Hotel PHK Karyawan Tanpa Pesangon

RadarBali.com – 12 dari 20 karyawan PT Natha Hotel Manajemen, Jumat (21/7) kemarin mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja dan Sertifikasi Kompetensi Kota Denpasar.

Didampingi kuasa hukum serta Lembaga Advokasi Buruh (LAB), 12 karyawan ini menuntut agar perusahaan yang beralamat di Jalan Tukad Balian Nomor 165 ini menyelesaikan kewajiban untuk membayar pesangon yang tidak pernah dibayarkan sejak perusahaan tersebut resmi mempekerjakan mereka per Januari 2017 lalu.

Tahap awal, para karyawan menempuh jalur perundingan sebagai langkah mediasi kepada perusahaan melalui Dinas Tenaga kerja.

Sayangnya perundingan tersebut batal lantaran wakil perusahaan tidak hadir dalam perundingan tersebut.

Tita Sintawati, 35, salah satu karyawan mengungkapkan, perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata ini mempekerjakan karyawan terhitung sejak 8 Januari 2017. PT Natha sendiri resmi beroperasi pada bulan Maret 2017.

“Selama bulan Januari hingga Maret, hanya satu kali dibayar. Dan itu bukan gaji, tapi uang prorata sebesar Rp 2 juta,” ujar Tita ditemui di sela-sela pertemuan.

Sejak bulan Maret, kata Tita, pihak perusahaan yang mengklaim sebagai anak perusahaan PT Ciptadi yang berkantor pusat di Jakarta ini menjanjikan akan membayar gaji 20 karyawan.

Namun janji tinggal janji, uang gaji yang dinantikan tak kunjung cair. Pada bulan April 2017, pihak perusahaan yang dipimpin Gede Astika tiba-tiba memberhentikan operasional tanpa ada surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

“Surat PHK baru kita terima di bulan Mei. Perusahaan janji akan melunasi gaji dan memenuhi hak kami,” katanya.

Tapi seiring waktu, tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan. Mulai dari surat yang diabaikan hingga langkah negosiasi hanya berbuntut janji.

Besaran gaji karyawan bervariasi mulai dari Rp 2 juta hingga tertinggi mencapai Rp 20 juta. “Alasan perusahaan terkendala dana,” ucapnya.

Menurut informasi yang diterima Tita, bulan November tahun 2016 perusahaan tersebut mengklaim memiliki dana Rp 900 juta.

Namun, belakangan setelah di lakukan pengecekan kepada pihak akunting dana yang masuk tidak ada.

“Yang ada hanya dana selama kami bekerja dan melayani klien, itu saja,” jelas Direktur Sales Marketing PT Natha Hotel Manajemen ini.

Sementara itu, Lembaga Advokasi Buruh yang diwakili Made Wipra mengungkapkan, pada tanggal 4 Juli lalu telah mengajukan laporan ke Dinas Tenaga kerja Kota Denpasar.

Dari sana sempat dilakukan pemanggilan. Hanya saja tidak ada jawaban dari perusahaan setempat.

“Baru hari ini (kemarin) pertama kali kami menempuh perundingan. Tapi, karena pihak perusahaan tidak hadir, ya gagal jadinya. Nanti akan kami tempuh cara tripartit, Disnaker sebagai mediator,” ujar Made Wipra.

Wipra mengungkapkan, ada beberapa hak yang harus dipenuhi perusahaan. Pertama membayar gaji sesuai perjanjian kerja.

Kemudian perusahaan harus membayar pesangon sesuai masa kontrak yang ditentukan dengan besaran nilai gaji masing-masing karyawan.

“Kalau di perusahaan Natha ini masa kontraknya 1 tahun. Jadi, nilai gaji satu bulan dibayar selama 12 bulan itu sesuai masa perjanjian kontrak. Dan itu diatur di pasal 62 UU Tenaga Kerja nomor 13 tahun 2003,” tegasnya.

Sayangnya, Disnaker Kota Denpasar belum memberi respons lantaran Kadis Tenaga Kerja Kota Denpasar IGA Rai Anom Suradi tak ada di tempat.

“Kami tidak berani berkomentar tanpa seizin pimpinan,” kata Kasi Perlindungan dan Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Denpasar Made Raka Manuaba. Dihubungi terpisah, IGA Anom Suradi tak mengangkat telpon. 

 

RadarBali.com – 12 dari 20 karyawan PT Natha Hotel Manajemen, Jumat (21/7) kemarin mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja dan Sertifikasi Kompetensi Kota Denpasar.

Didampingi kuasa hukum serta Lembaga Advokasi Buruh (LAB), 12 karyawan ini menuntut agar perusahaan yang beralamat di Jalan Tukad Balian Nomor 165 ini menyelesaikan kewajiban untuk membayar pesangon yang tidak pernah dibayarkan sejak perusahaan tersebut resmi mempekerjakan mereka per Januari 2017 lalu.

Tahap awal, para karyawan menempuh jalur perundingan sebagai langkah mediasi kepada perusahaan melalui Dinas Tenaga kerja.

Sayangnya perundingan tersebut batal lantaran wakil perusahaan tidak hadir dalam perundingan tersebut.

Tita Sintawati, 35, salah satu karyawan mengungkapkan, perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata ini mempekerjakan karyawan terhitung sejak 8 Januari 2017. PT Natha sendiri resmi beroperasi pada bulan Maret 2017.

“Selama bulan Januari hingga Maret, hanya satu kali dibayar. Dan itu bukan gaji, tapi uang prorata sebesar Rp 2 juta,” ujar Tita ditemui di sela-sela pertemuan.

Sejak bulan Maret, kata Tita, pihak perusahaan yang mengklaim sebagai anak perusahaan PT Ciptadi yang berkantor pusat di Jakarta ini menjanjikan akan membayar gaji 20 karyawan.

Namun janji tinggal janji, uang gaji yang dinantikan tak kunjung cair. Pada bulan April 2017, pihak perusahaan yang dipimpin Gede Astika tiba-tiba memberhentikan operasional tanpa ada surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

“Surat PHK baru kita terima di bulan Mei. Perusahaan janji akan melunasi gaji dan memenuhi hak kami,” katanya.

Tapi seiring waktu, tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan. Mulai dari surat yang diabaikan hingga langkah negosiasi hanya berbuntut janji.

Besaran gaji karyawan bervariasi mulai dari Rp 2 juta hingga tertinggi mencapai Rp 20 juta. “Alasan perusahaan terkendala dana,” ucapnya.

Menurut informasi yang diterima Tita, bulan November tahun 2016 perusahaan tersebut mengklaim memiliki dana Rp 900 juta.

Namun, belakangan setelah di lakukan pengecekan kepada pihak akunting dana yang masuk tidak ada.

“Yang ada hanya dana selama kami bekerja dan melayani klien, itu saja,” jelas Direktur Sales Marketing PT Natha Hotel Manajemen ini.

Sementara itu, Lembaga Advokasi Buruh yang diwakili Made Wipra mengungkapkan, pada tanggal 4 Juli lalu telah mengajukan laporan ke Dinas Tenaga kerja Kota Denpasar.

Dari sana sempat dilakukan pemanggilan. Hanya saja tidak ada jawaban dari perusahaan setempat.

“Baru hari ini (kemarin) pertama kali kami menempuh perundingan. Tapi, karena pihak perusahaan tidak hadir, ya gagal jadinya. Nanti akan kami tempuh cara tripartit, Disnaker sebagai mediator,” ujar Made Wipra.

Wipra mengungkapkan, ada beberapa hak yang harus dipenuhi perusahaan. Pertama membayar gaji sesuai perjanjian kerja.

Kemudian perusahaan harus membayar pesangon sesuai masa kontrak yang ditentukan dengan besaran nilai gaji masing-masing karyawan.

“Kalau di perusahaan Natha ini masa kontraknya 1 tahun. Jadi, nilai gaji satu bulan dibayar selama 12 bulan itu sesuai masa perjanjian kontrak. Dan itu diatur di pasal 62 UU Tenaga Kerja nomor 13 tahun 2003,” tegasnya.

Sayangnya, Disnaker Kota Denpasar belum memberi respons lantaran Kadis Tenaga Kerja Kota Denpasar IGA Rai Anom Suradi tak ada di tempat.

“Kami tidak berani berkomentar tanpa seizin pimpinan,” kata Kasi Perlindungan dan Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Denpasar Made Raka Manuaba. Dihubungi terpisah, IGA Anom Suradi tak mengangkat telpon. 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/