SINGARAJA – Para pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat harus profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya. Profesionalisme menjadi kata kunci, sebab pengurus mengelola dana masyarakat yang dihimpun melalui lembaga perkreditan yang dibentuk desa adat.
Khusus di Kabupaten Buleleng ada 23 unit LPD dari total 169 unit LPD – yang jadi perhatian pemerintah. Sebanyak 4 unit LPD diketahui beroperasi namun belum menyetorkan laporan tata kelola tahun buku 2021. Sementara 19 unit LPD lainnya tidak beroperasi dengan berbagai alasan.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Nyoman Wisandika mengatakan, pihaknya berupaya memperkuat sumber daya manusia (SDM) pengelola LPD. Salah satunya lewat sosialisasi pencegahan korupsi dan fraud bagi pengelola LPD. “Sosialisasi ini jadi langkah pencegahan kecurangan dan korupsi. Kami akan melakukan monitoring dan evaluasi rutin, dengan melibatkan aparat penegak hukum dalam menjaga tata kelola LPD,” kata Wisandika.
Disbud Buleleng juga meminta agar Bendesa Adat sebagai pengawas LPD memperketat pengawasan tata kelola. Sebab bendesa secara ex-officio menjadi pengawas. “Hubungan antara bendesa dengan LPD juga harus harmonis,” katanya.
Sementara itu, Kabid Pembinaan Ekonomi Masyarakat Adat pada Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Bali, Ni Luh Putu Seni Artini mengaku belakangan ini LPD yang bermasalah terus bermunculan.
Dinas PMA Bali mencatat ada 38 unit LPD di seluruh Bali yang sudah masuk ranah hukum. Ada pula beberapa LPD yang masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan, baik itu di kepolisian maupun kejaksaan.
Seni Artini berpendapat pengurus LPD harus memegang teguh integritas. Sebab pemerintah sudah berupaya mengatur tata kelola, sistem, dan pengawasan LPD dengan baik. “Tapi kalau tidak ada integritas, sebaik apapun itu, pasti akan ada upaya penyelewengan. Di internal desa adat juga kami harap perkuat pengawasan. Karena kalau integritasnya sudah goyah, sedikit saja ada peluang, pasti dimanfaatkan untuk meraup keuntungan pribadi. Sehingga yang rugi masyarakat adat dan desa adat juga,” katanya.
Mencegah hal tersebut, pihaknya kini telah membentuk tim independen untuk melakukan pengawasan. Tim itu terdiri dari unsur pemerintah yang menaungi masalah adat, inspektorat wilayah, kejaksaan, serta kepolisian. (eps)