NEGARA – Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna menemui ayahnya yang juga mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa di Rutan Kelas II B Negara, Rabu (17/8). Pertemuan itu seusai upacara dan pemberian remisi umum kepada napi dalam rangka hari kemerdekaan.
Wakil bupati I Gede Ngurah Patriana Krisna yang akrab disapa Ipat ini menemui ayahnya yang berada di pondok sarana asimilasi dan edukasi. Tepatnya di sebelah selatan gedung utama Rutan Kelas II B Negara, yang berdiri sejumlah pondok napi, perkebunan, kolam ikan dan kandang ternak yang dikelola warga binaan.
Pertemuan berlangsung sekitar 15 menit depan pondok yang digunakan Winasa untuk tidur. Winasa saat itu menggunakan kaus warna abu -abu dan sarung garis warna putih, abu- abu dan garis hitam. Sedangkan Ipat menggunakan baju adat madya warna putih, kamben warna biru dan udeng warna biru.
Pertemuan singkat itu, Ipat menanyakan kabar dan kondisi kesehatan Winasa. Pertemuan bapak dan anak ini lebih banyak obrolan, sesekali sambil bercanda. Dalam kesempatan itu, Ipat meminta Kepala Rutan (Karutan) kelas II B Negara Bambang Hendra Setyawan untuk menjaga Winasa, karena usianya sudah 72 tahun dan sering sakit-sakitan.
Usai bertemu anaknya, I Gede Winasa menerima awak media di depan pondoknya dan sempat menunjukkan kondisi di dalam pondok berukuran 2 x 3 meter yang berdinding triplek. “Sehari -harinya di sini. Berkebun dan ternak juga,” ungkap mantan Bupati Jembrana dua periode yang banyak mendapat prestasi dan rekor muri ini.
Dalam kesempatan itu, Winasa mengungkapkan sudah menjalani hukuman selama 9 tahun dari tiga kasus korupsi. Kasus korupsi kompos sudah dijalani selama 2,5 tahun. Saat ini ia menjalani hukuman kasus korupsi perjalanan dinas 6 tahun dan kasus korupsi beasiswa stikes dan stitna selama 7 tahun.
Dari hukuman yang sudah dijalani, ia mengaku belum pernah mendapat remisi. Winasa berharap dengan adanya undang-undang pemasyarakatan yang baru dan turunannya berupa peraturan pemerintah sudah belaku, maka hukuman yang sudah dijalani Winasa memenuhi syarat mendapat remisi dan bisa bebas. “Kalau aturan yang lama, korupsi dan narkoba tidak dapat remisi. Undangan -undang yang baru tidak ada perbedaan, semua sama,” ungkapnya.
Menurut Winasa, dalam aturan lama juga tidak dapat remisi jika belum bayar denda dan ganti rugi. Dalam aturan baru ini, menurut Winasa tidak ada perbedaan lagi dengan napi lain, sehingga berpeluang bisa mendapat remisi meskipun belum bayar ganti rugi dan denda. “Saya menjalani hukuman ini belum dipotong remisi. Kalau setahun dapat remisi, kalau lancar 4 bulan. Jadi bisa cepat bebas,” jelasnya.
Menurut Winasa, dari dua pidana korupsi yang saat ini dijalani, total hukuman yang harus dijalani termasuk hukuman subsider yang harus dijalani jika tidak dibayar maka harus menjalani 15 tahun. Selain remisi, Winasa juga tidak mendapat asimilasi dan pembebasan bersyarat selama menjalani hukuman.
“Misalnya mendapat remisi 3 tahun, maka sisa 12 tahun hukuman sehingga bisa mengajukan bebas bersyarat. Karena pembebasan bersyarat sudah menjalani 2 per tiga hukuman. Saya sudah lebih 2 per tiga hukuman. Tinggal subsider apakah mau dibayar atau diganti kurungan,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Rutan Kelas II B Negara, hukuman Winasa yang sudah berkekuatan hukum tetap, di antaranya hukuman kasus perjalanan dinas ditambah menjadi selama 6 tahun pidana penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan. Ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 797.554.800.
Jika tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan, sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Sedangkan kasus korupsi beasiswa stikes dan stitna diputus dengan pidana penjara 7 tahun, ditambah membayar denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 2.322.000.000. Jika tidak membayar ganti rugi maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan jika tidak membayar denda diganti 8 bulan kurungan.
Sebelum dua kasus korupsi tersebut, mantan bupati dua periode yang banyak memperoleh penghargaan rekor Muri itu sempat menjalani hukuman 2,5 tahun dalam kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos. (bas)
Â