SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng ogah mengomentari polemik pemberian gelar Sri Paduka Raja kepada Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Pemkab Buleleng menyerahkan penyelesaiannya pada pasemetonan puri-puri di Buleleng. Pemerintah tak mau masuk dalam masalah internal puri.
Untuk penyelesaian masalah, pemerintah menyerahkan pada keluarga besar puri. Terutama melalui Pasemetonan Puri Ageng Buleleng.
Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra dengan tegas menyebutkan bahwa polemik yang kini terjadi, menjadi urusan puri.
“Itu sudah di luar kewenangan kami. Kami juga sebenarnya belum paham, apa masih ada raja di Buleleng,” kata Wabup Sutjidra kemarin.
Untuk itu pemerintah memilih tidak mau ikut campur dan menyerahkannya pada wadah Eka Sthana Dharma Puri Ageng Buleleng.
Terlebih pasemetonan sudah mengeluarkan pernyataan sikap terkait masalah itu. Pemerintah hanya bisa menghormati pernyataan sikap itu dan meminta pasemetonan menyelesaikannya secara arif dan bijaksana.
“Pemberian gelar itu apa wajar atau tidak, itu biar domain dari puri. Hanya kami menghimbau agar masalah ini disikapi secara arif dan bijaksana.
Kami juga himbau masyarakat agar tidak berpolemik berkepanjangan, karena sudah ada diskusi antara puri-puri di Buleleng,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Puri Agung Singaraja memberikan gelar kebangsawanan pada politisi Gerindra, Fadli Zon.
Gelar itu diberikan atas upaya Fadli melestarikan peninggalan budaya di Indonesia, terutama dalam wujud keris. Rupanya pemberian gelar itu, memicu kontroversi di masyarakat Bali.
Belakangan Pasemetonan Puri Ageng Buleleng melalui wadah Eka Sthana Dharma Puri Ageng Buleleng, memastikan bahwa ada penganugerahan gelar Sri Paduka Raja pada Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Kepastian itu didapat setelah pasemetonan memperoleh bukti berupa dokumen, yang kini masih disimpan pasemetonan.
Setelah melangsungkan paruman agung pada Rabu (4/4), pasemetonan langsung mengeluarkan empat poin pernyataan sikap.
Salah satunya menyatakan bahwa Pasemetonan Puri Ageng Buleleng tidak mengakui dan tidak ikut bertanggungjawab terhadap pemberian gelar dan produk hukum yang dibuat oleh Anak Agung Ngurah Ugrasena (Penglingsir Puri Agung Singaraja).