RadarBali.com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Erna Noermawati Widodo Putri me-warning kepada para perbekel atau kepala desa di Kota Denpasar dan Badung untuk berhati-hati dalam mengelola dana desa.
Tak main-main, jika peringatan itu diabaikan, dan ditemukan penyimpangan, maka tidak menutup kemungkinan jika para perbekel bisa terancam masuk bui.
“Inilah salah satu tujuan sosialisasi dan mengumpulkan para perbekel. Para perbekel harus tahu, dan paham, jangan sampai salah teken, salah posting, dan akhirnya muncul penyimpangan,” tegas Erna disela sosialisasi dana desa dan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Aula Kejari Denpasar, Kamis (24/8).
Apalagi, kata mantan Asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati Bali) ini, dana desa yang dikelola sangat besar.
Disebutkan, dari 73 Desa, khususnya di Denpasar dan Badung saja, dengan rara-rata alokasi dana desa sebesar Rp 720.422.00 per desa, ada sekitar Rp 68.743.569.000 yang harus dikelola dengan benar sesuai empat program prioritas.
“Kalau penggunaan di luar prioritas, maka itu penyimpangan, “jelasnya. Untuk itu lanjutnya, dengan penggunaan dana desa yang rawan masalah, dan rentan menimbulkan persoalan hukum akibat ketidaktahuan dan tidak pahamnya para perbekel dan kades dalam mengelola, maka hadirnya tim TP4D memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pencegahan secara preventif dalam mengawasi dan mengawal setiap program desa.
“Ada tim konsultasi sehingga para perbekel bisa meminta pendapat hukum kepada tim TP4D, jangan sampai tersangkut persoalan hukum,” tegasnya.
Yang menarik, meski sebagian dana desa sudah turun, akan tetapi dari fakta di lapangan, bukan saja soal ketidakpahaman, tetapi beberapa perbekel juga mengaku lupa nominal dana yang dicairkan dari pusat.
“Bagaimana bisa menggunakan dana atau anggaran dengan benar kalau jumlah uang yang diterima saja tidak tahu. Ini kan berpotensi bermasalah. Ini grogi, lupa atau memang tidak tahu?” sentil Erna
Pun soal perencanaan priortias penggaran yang harus dibuat dari dana desa , para perbekel juga masih banyak yang tidak tahu.
“Uangnya banyak tapi tidak tahu mau digunakan untuk apa. Masyarakat dilibatkan atau tidak, skala prioritas penganggaran yang dititahkan pusat sudah terpenuhi atau belum. Kalau semua ini tidak ada disitulah letak penyimpangan,”tegasnya.
Dengan alasan masih kurangnya pemahaman itulah Kajari membentuk tim pengendali, pendampingan dan pemantauan TP4D dengan menunjuk Kasi Intelejen Kejari Denpasar IGN Kusumayasa Diputra.
Perbekel dari dua wilayah kabupaten/kota ini bisa berkonsultasi pada tim TP4D terkait alokasi dan pertanggungjawaban dana desa tersebut.