26.3 C
Jakarta
25 April 2024, 5:08 AM WIB

Pilih Rayakan Galungan di Pengungsian, Baru Pulang Sesudah Galungan

RadarBali.com – Ratusan pengungsi asal Kecamatan Kubu, hingga kemarin belum kembali ke rumahnya.

Mereka memilih merayakan Galungan di pengungsian, karena masih khawatir dengan kondisi Gunung Agung. Rencananya warga baru akan pulang ke rumah masing-masing, setelah hari raya Galungan.

Sebenarnya para pengungsi yang berasal dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, sudah diizinkan pulang ke rumah masing-masing.

Pengungsi asal Kecamatan Kubu yang sudah boleh pulang itu berasal dari Desa Baturinggit, Desa Tianyar, Desa Tulamben, Desa Sukadana, dan Desa Kubu.

Meski sudah boleh pulang, warga desa-desa itu memilih bertahan di pengungsian untuk sementara waktu.

Mereka masih trauma dengan kejadian pada tahun 1963 silam, yang mana Gunung Agung meletus jelang hari raya Galungan.

Untuk merayakan Galungan, para pengungsi punya cara sendiri merayakannya. Mereka melakukan tradisi mepatung atau gotong royong membeli hewan ternak.

Hewan itu akan disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada anggota kelompok. Selanjutnya daging diolah pada hari penampahan galungan yang jatuh kemarin.

Seperti yang terlihat di lokasi pengungsian yang ada di Desa Bondalem. Sekitar 50 orang pengungsi, sepakat mepatung dan membeli seekor babi.

Babi itu disembelih dan dibagikan kepada para anggota kelompok di pengungsian. “Meskipun di pengungsian, kami biar bisa ikut merayakan galungan juga.

Ini juga sekaligus menjalin keakraban dan menyatukan pengungsi di tempat ini,” kata Made Nadi Jayadi, salah seorang pengungsi.

Jayadi sebenarnya sudah ingin pulang ke rumah. Hanya saja ia masih khawatir dengan kondisi Gunung Agung.

“Sebenarnya kepingin pulang, tapi belum berani. Takut seperti kejadian tahun 1963. Rencananya setelah Galungan baru pulang ke rumah,” katanya.

Bukan hanya para pria di pengungsian saja yang sibuk. Kaum hawa juga tak kalah sibuk. Mereka mempersiapkan sarana upakara, untuk hari raya Galungan.

Rencananya mereka akan melakukan persembahyangan di kampung halaman, sebelum kembali lagi ke pengungsian.

“Ini canang untuk maturan di rumah dan merajan. Rencananya pulang untuk sembahyang saja, habis itu kembali lagi ke pengungsian. Setelah Galungan mungkin baru tinggal di rumah,” ujar Ketut Brati, salah seorang pengungsi asal Desa Sukadana.

RadarBali.com – Ratusan pengungsi asal Kecamatan Kubu, hingga kemarin belum kembali ke rumahnya.

Mereka memilih merayakan Galungan di pengungsian, karena masih khawatir dengan kondisi Gunung Agung. Rencananya warga baru akan pulang ke rumah masing-masing, setelah hari raya Galungan.

Sebenarnya para pengungsi yang berasal dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, sudah diizinkan pulang ke rumah masing-masing.

Pengungsi asal Kecamatan Kubu yang sudah boleh pulang itu berasal dari Desa Baturinggit, Desa Tianyar, Desa Tulamben, Desa Sukadana, dan Desa Kubu.

Meski sudah boleh pulang, warga desa-desa itu memilih bertahan di pengungsian untuk sementara waktu.

Mereka masih trauma dengan kejadian pada tahun 1963 silam, yang mana Gunung Agung meletus jelang hari raya Galungan.

Untuk merayakan Galungan, para pengungsi punya cara sendiri merayakannya. Mereka melakukan tradisi mepatung atau gotong royong membeli hewan ternak.

Hewan itu akan disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada anggota kelompok. Selanjutnya daging diolah pada hari penampahan galungan yang jatuh kemarin.

Seperti yang terlihat di lokasi pengungsian yang ada di Desa Bondalem. Sekitar 50 orang pengungsi, sepakat mepatung dan membeli seekor babi.

Babi itu disembelih dan dibagikan kepada para anggota kelompok di pengungsian. “Meskipun di pengungsian, kami biar bisa ikut merayakan galungan juga.

Ini juga sekaligus menjalin keakraban dan menyatukan pengungsi di tempat ini,” kata Made Nadi Jayadi, salah seorang pengungsi.

Jayadi sebenarnya sudah ingin pulang ke rumah. Hanya saja ia masih khawatir dengan kondisi Gunung Agung.

“Sebenarnya kepingin pulang, tapi belum berani. Takut seperti kejadian tahun 1963. Rencananya setelah Galungan baru pulang ke rumah,” katanya.

Bukan hanya para pria di pengungsian saja yang sibuk. Kaum hawa juga tak kalah sibuk. Mereka mempersiapkan sarana upakara, untuk hari raya Galungan.

Rencananya mereka akan melakukan persembahyangan di kampung halaman, sebelum kembali lagi ke pengungsian.

“Ini canang untuk maturan di rumah dan merajan. Rencananya pulang untuk sembahyang saja, habis itu kembali lagi ke pengungsian. Setelah Galungan mungkin baru tinggal di rumah,” ujar Ketut Brati, salah seorang pengungsi asal Desa Sukadana.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/