29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:07 AM WIB

Cabut Perpres Miras, Jokowi Dituding Mencla-Mencle dan Takut Ormas

DENPASAR – Pencabutan penanaman modal industri miras dari lampiran Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendapat kritik dari peraji arak. Wayan Setiawan, perajin arak dari Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung menyebut Jokowi takut kepada ormas.

 

“Kalau dari alasan Jokowi mencabut mikol dari bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal yang diatur di Perpres 10 tahun 2021 karena mendengar masukan ormas, artinya Jokowi takut pada ormas,” kata Setiawan, Selasa (2/3).

 

Setiawan mengatakan, Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya, aspirasi masyarakat dari lima provinsi ini juga harus diperhatikan. Dan Jokowi sebagai kepala negara, kata Setiawan, mestinya tidak takut terhadap tekanan ormas.

 

“Ini negara. Harusnya jangan takut tekanan ormas,” kata Setiawan, lantas berujar, “kami menyayangkan presiden yang mencla-mencle.”

 

Setiawan juga menduga, ada faktor lain yang memengaruhi sikap presiden, selain faktor yang disampaikan dalam pernyataannya melalui Youtube Sekretariat Presiden, Selasa siang tadi (2/3). Menurut dia, miras adalah bisnis gurih yang pemainnya dari luar negeri dan dalam negeri. Dari luar negeri, jelas sudah banyak nama perusahaan miras yang menjadikan Indonesia, terutama Bali, sebagai pasar andalan.

 

Begitu juga produsen miras dalam negeri, mereka juga menjadi pemain dalam per-mikol-an. “Saya pikir ada juga yang terganggu. Mereka sudah enak. Kalau ada minuman tradisional yang bisa menjadi pesaing mereka, jelas ini bisa menganggu bisnis mereka,” terangnya.

 

“Apalagi kalau pemda di Bali misalnya ada kebijakan setiap hotel menyediakan minuman tradisional, jelas ini sangat menganggu bisnis mereka,” imbuh dia.

 

Meski tanpa Perpres, Setiawan mengatakan, masih ada Pergub Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Menurutnya, sekalipun legalisasi mikol khas Bali dengan berbekal Pergub ini harus melalui prosedur yang lebih panjang, setidaknya ini harus diseriusi. Dia berharap Gubernur Koster lebih serius menerapkan Pergub ini. Yakni proses meng-koperasi-kan perajin mikol kas Bali, kemudian menghubungkan antara koperasi perajin mikol khas Bali dengan pemegang izin produksi mikol di Bali.

 

“Saya tetap optimistis. Masih ada jalan keluar. Tapi harus serius,” katanya.

Sebelumnya diberitakan Presiden Jokowi mencabut sebagian lampiran Perpres 10/2021. Lampiran yang dicabut adalah terkait penanaman modal baru dalam industri miras di Bali, NTT, Sulut, dan Papua. Jokowi mencabut lampiran ini dengan alasan mendapat masukan dari MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya. 

DENPASAR – Pencabutan penanaman modal industri miras dari lampiran Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendapat kritik dari peraji arak. Wayan Setiawan, perajin arak dari Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung menyebut Jokowi takut kepada ormas.

 

“Kalau dari alasan Jokowi mencabut mikol dari bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal yang diatur di Perpres 10 tahun 2021 karena mendengar masukan ormas, artinya Jokowi takut pada ormas,” kata Setiawan, Selasa (2/3).

 

Setiawan mengatakan, Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya, aspirasi masyarakat dari lima provinsi ini juga harus diperhatikan. Dan Jokowi sebagai kepala negara, kata Setiawan, mestinya tidak takut terhadap tekanan ormas.

 

“Ini negara. Harusnya jangan takut tekanan ormas,” kata Setiawan, lantas berujar, “kami menyayangkan presiden yang mencla-mencle.”

 

Setiawan juga menduga, ada faktor lain yang memengaruhi sikap presiden, selain faktor yang disampaikan dalam pernyataannya melalui Youtube Sekretariat Presiden, Selasa siang tadi (2/3). Menurut dia, miras adalah bisnis gurih yang pemainnya dari luar negeri dan dalam negeri. Dari luar negeri, jelas sudah banyak nama perusahaan miras yang menjadikan Indonesia, terutama Bali, sebagai pasar andalan.

 

Begitu juga produsen miras dalam negeri, mereka juga menjadi pemain dalam per-mikol-an. “Saya pikir ada juga yang terganggu. Mereka sudah enak. Kalau ada minuman tradisional yang bisa menjadi pesaing mereka, jelas ini bisa menganggu bisnis mereka,” terangnya.

 

“Apalagi kalau pemda di Bali misalnya ada kebijakan setiap hotel menyediakan minuman tradisional, jelas ini sangat menganggu bisnis mereka,” imbuh dia.

 

Meski tanpa Perpres, Setiawan mengatakan, masih ada Pergub Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Menurutnya, sekalipun legalisasi mikol khas Bali dengan berbekal Pergub ini harus melalui prosedur yang lebih panjang, setidaknya ini harus diseriusi. Dia berharap Gubernur Koster lebih serius menerapkan Pergub ini. Yakni proses meng-koperasi-kan perajin mikol kas Bali, kemudian menghubungkan antara koperasi perajin mikol khas Bali dengan pemegang izin produksi mikol di Bali.

 

“Saya tetap optimistis. Masih ada jalan keluar. Tapi harus serius,” katanya.

Sebelumnya diberitakan Presiden Jokowi mencabut sebagian lampiran Perpres 10/2021. Lampiran yang dicabut adalah terkait penanaman modal baru dalam industri miras di Bali, NTT, Sulut, dan Papua. Jokowi mencabut lampiran ini dengan alasan mendapat masukan dari MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/