GIANYAR – Puluhan perwakilan mahasiswa dari 5 kampus pariwisata di Kabupaten Gianyar dikumpulkan di aula Polres Gianyar, Selasa (1/10) kemarin.
Dihadapan para undangan, bupati, Komandan Kodim dan Kapolres, mahasiswa itu berikrar menolak ikutan-ikutan aksi unjuk rasa.
Mahasiswa dari lima kampus yang terlibat, dari LP2B, Emerald, Monarch, Liberty dan Elizabeth. Usai berikrar menolak ikut-ikutan unjuk rasa, digelar tanya jawab.
Usai acara, salah satu mahasiswi Liberty, Putu Ari mengaku menyayangkan aksi unjuk rasa berujung kerusuhan. “Fasilitas umum rusak. Saya menyayangkan itu,” ujar Putu Ari.
Dia pun mengajak para mahasiswa lainnya di pulau Bali maupun di luar Bali untuk menahan diri turun ke jalan.
“Bersikap baiklah dalam menyikapi masalah. Tadi juga sudah dijelaskan bagaimana situasi yang terjadi,” terangnya.
Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo, menyatakan kegiatan itu dilakukan untuk menjembatani mahasiswa.
“Apabila ada masalah yang ingin disampaikan terbuka. Ada DPRD, ada pak bupati. Pak bupati siap 24 jam bila ingin menyampaikan,” ujarnya.
Dengan mengundang perwakilan mahasiswa, mereka diharapkan bisa menyampaikan ke teman-temannya. “Sesuai konstutusi DPR RI dan presiden harus dilantik. Itu sudah jadi pilihan rakyat,” ujarnya.
Bupati Gianyar, Made Mahayastra yang hadir menyatakan pendapat sah-sah saja disampaikan. “Tapi pahami dulu substansinya.
Jalurnya kemana. Bisa lewat MK (Mahkamah Konsitusi, red), bisa bersurat ke DPR RI. Jadi nggak perlu ke DPRD lagi,” terangnya.
Mahayastra melihat, aksi unjuk rasa yang dilakukan tidak salah. “Tapi tata cara yang salah. Banyak korban, polisi, mahasiswa korban. Paling mahal korbannya cost sosial. Itu menghambat roda ekonomi di Jakarta,” jelasnya.
Dia berharap aksi unjuk rasa tidak ditunggangi. “Jangan sampai jadi tunggangan politik. Ini bagus sekali,” pungkasnya.